Berita

Muhadjir Effendy/Net

Wawancara

WAWANCARA

Muhadjir Effendy: Sehabis Rapat, Saya Dipanggil Wapres, Kalau Moratorium UN Ditolak, Ya Tidak Apa-apa

SABTU, 10 DESEMBER 2016 | 09:10 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bekas Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini tak mempersoalkan keputusan Presiden yang meno­lak wacananya untuk menghentikan sementara Ujian Nasional (UN).

"Ya kalau nanti (wacana peng­hapusan sementara UN) dibatal­kan, ya berarti Ujian Nasional diselenggarakan, itu saja. Saya kan hanya membantu Presiden dan Wapres," ujarnya.

Kendati saat ini usulannya ditolak, Muhadjir tetap akan melakukan kajian yang lebih mendalam terkait penerapan UN, karena itu perintah Presiden Jokowi dalam rapat terbatas. "Selama ini UN itu di samping banyak positifnya kan juga ban­yak efek negatifnya. Jadi akan kami telaah secara seksama, supaya dampak-dampak negatif yang selama ini tidak dikehenda­ki bisa dikurangi semaksimal mungkin," paparnya. Berikut wawancara lengkapnya;


Kenapa anda tiba-tiba be­rencana melakukan morato­rium UN?

Gagasan moratorium UN sebenarnya muncul sebagai bagian dari rencana revisi pelak­sanaannya. Hal tersebut sejalan dengan program aksi Nawacita pemerintah, di mana salah satu programnya adalah mengevalu­asi pelaksanaan UN. Karena saya ini pembantu Presiden dan Wapres, ya saya melaksanakan visi beliau itu.

Kalau sesuai Nawacita kenapa ditolak Presiden?
Saya kurang tahu. Hanya saja sehabis rapat dengan Komisi X DPR, saya dipanggil Pak Jusuf Kalla. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Wapres memberikan banyak pengarahan untuk mengadopsi berbagai masukan dari berba­gai pihak, termasuk Komisi X DPR.

Apakah gara-gara anda tidak mengakomodir masukan tersebut?
Sebetulnya saya sudah berusa­ha untuk menampung semua sa­ran Pak Wapres. Saya usahakan untuk mengadopsi, untuk menerima masukan arahan beliau itu ke dalam rencana revisi Ujian Nasional. Dan kemudian dalam pengkajiannya kami menyim­pulkan bahwa Ujian Nasional itu sebaiknya dimoratorium. Jadi kalau ternyata memang dianggap belum, ya saya harus minta maaf.

Mengavaluasi pelaksanaan UN kan tidak harus dengan cara moratorium. Lalu kenapa kajian anda menyimpulkan demikian?
Berdasarkan kajian yang di­lakukan kami menyimpulkan, pada saat ini UN berfungsi untuk pemetaan dan tidak menentukan kelulusan peserta didik. Jadi ka­mi ingin mengembalikan evalu­asi pembelajaran siswa menjadi hak dan wewenang guru, baik secara pribadi maupun kolektif. Nanti untuk evaluasi nasional itu SMA/SMK diserahkan ke provinsi masing-masing, untuk SD dan SMP diserahkan ke kabupaten atau kota. Sementara negara cukup mengawasi dan membuat regulasi supaya stan­dar nasional benar-benar diter­apkan di masing-masing seko­lah. Ini yang saya sebut dengan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).

Apakah rencana itu bisa dilakukan, mengingat kondisi daerah dan sekolah di Indonesia tidak semuanya memadai?
Rencana moratorium ini disesuaikan dengan peralihan kewenangan pengelolaan seko­lah menjadi milik pemerintah daerah. Pemetaan berdasarkan hasil UN telah menunjukkan ada 30 persen sekolah yang sudah berada di atas standar nasional, sementara sisanya belum me­menuhi standar. Maka kami harus melakukan pembenahan-pem­benahan dulu. Kemendikbud akan membenahi sekitar 70 persen sekolah agar didongkrak melampaui standar nasional se­cara bertahap, dimulai dari yang paling di bawah standar.

Aspek apa saja yang akan didongkrak?
Aspek-aspek yang ditingkat­kan dalam pembenahan tersebut antara lain kualitas guru, proses bimbingan dan pembelajaran, revitalisasi sekolah, dan lingkun­gan. Biaya pembenahan sekolah yang masih di bawah standar tersebut menggunakan anggaran yang seharusnya digunakan un­tuk pelaksanaan ujian nasional.

Sekolah yang sudah siap kan baru 30 persen. Artinya kan UN memang belum siap untuk digantikan?
Kan memang secara bertahap. Kita tidak boleh terus menerus memetakan dengan anggaran sebesar Rp 500 miliar setiap ta­hun. Setengah triliun rupiah un­tuk memetakan terus, tetapi tidak pernah membenahinya secara sistemik. Sebaiknya dana terse­but dialokasikan untuk mem­benahi sekolah dan bangunan sekolah di seluruh Indonesia, se­hingga tidak terjadi pemborosan anggaran negara untuk kegiatan yang tidak produktif. Atau bisa juga digunakan untuk kegiatan lain yang lebih produktif.

Banyak pihak yang meragukankualitas UASBN akan lebih baik dari UN. Tanggapan Anda?

Kami harap sih akan lebihbaik, karena UASBN kan mengakomodasi kekurangan-kekurangan yang ada di UN. Misalnya selama ini standar nasional belum optimal karena hanya menguji beberapa mata pelajaran. Jadi UASBN akan mengujikan semua mata pela­jaran, supaya bisa mengukur kemampuan pelajar di setiap daerah. ***

Populer

UPDATE

Selengkapnya