RMOL. Aparat kepolisian harus memberantas tuntas sindikat pengoplos gas LPG 3 kg (bersubsidi) yang belakangan marak terjadi.
Anggota Komiai VII DPR RI, Kurtubi menegaskan, hal itu penting dilakukan agar kasus pengoplosan tidak berulang.
"Memindahkan isi gas elpiji 3 kg bersubsidi ke tabung gas LPG yang lebih besar, misalnya 12 kg, merupakan tindakan melanggar hukum. Polisi harus menindak tegas dan memberantas tuntas sindikat tersebut, agar ada efek jera,†kata Kurtubi dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Jumat malam (9/12).
Pemberantasan Subsidi harus terus dilakukan meski jumlah personil polisi yang terbatas. Apalagi, pengoplosan ini harus dicegah karena menyangkut hak-hak subsidi energi masyarakat tidak mampu.
"Ini memang dilema. Karena di satu sisi, subsidi energi merupakan wujud kehadiran negara di tengah keluarga tidak mampu, namun di sisi lain subsidi tersebut justru membuat disparitas harga antara LPG 3 kg dan 12 kg menjadi sangat besar. Hal inilah yang merangsang orang untuk melakukan pengoplosan,†kata dia.
Untuk itu, menurut Kurtubi, harus ada upaya strategis yang dilakukan guna mengurangi potensi pengoplosan tadi. Salah satunya, adalah dengan menaikkan harga LPG 3 kg. Hanya saja, lanjut Kurtubi, kenaikan tidak bisa begitu saja dilakukan, namun secara bertahap.
"Perbedaan harga tetap ada, sebagai representasi kehadiran negara untuk membantu keluarga kurang mampu. Namun perbedaan tersebut harus pada level tidak menarik bagi orang untuk melakukan pengoplosan. Mengenai level harga tersebut, ini yang perlu dilakukan semacam kajian,†tegasnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro sepakat dengan saran Kurtubi. Kata dia, aparat kepolisian memang harus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap maraknya pengoplosan LPG. Tindakan semacam ini harus dilakukan, sambil menunggu solusi untuk mengurangi potensi pengoplosan itu sendiri.
Adapun solusi pertama yang bisa dilakukan adalah melalui sistem subsidi tertutup. Dalam hal ini, subsidi langsung diberikan kepada masyarakat tidak mampu. Mekanismenya, antara lain bisa melalui sistem online atau banking. Di sana, lanjut Komaidi, akan merekam yang memang berhak.
"Solusi kedua, adalah dengan menyamakan LPG 3 kg ke harga keekonomian. Solusi ini sebenarnya paling simple. Hanya saja, perdebatannya tentu pada aspek daya beli dan peran negara untuk mengintervensi hak-hak masyarakat,†kata Komaidi.
Berbagai solusi, menurut Komaidi memang perlu dilakukan. Sebab, pengoplosan yang marak terjadi, adalah risiko dari distribusi yang terbuka. Dalam sistem ini, penerima subsidi adalah pada harga barang, bukan langsung pada masyarakat yang membutuhkan. "Jadi sepanjang subsidi dilakukan dalam bentuk harga barang, maka potensi pengoplosan akan tetap ada. Karena siapapun bisa membeli, dan batasannya hanya etika,†lanjutnya,
Pengoplos LPG sendiri, memang selalu marak. Baru-baru ini, polisi menangkap tiga tersangka di sebuah gudang di Kelurahan Jatibening Pondok Gede, Kota Bekasi. Ketiganya dibekuk, ketika sedang asyik memindahkan gas LPG 3 kg ke tabung gas 12 kg.
Beberapa waktu lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri juga mengungkapkan, kasus pengoplosan LPG di Bantar Gebang, Bekasi telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,7 miliar per bulan.
[sam]