Berita

Foto/Net

Bisnis

Waduh, 34 Juta Hektare Hutan Dikuasai Konglomerat

Pengawasan Masih Lemah
SENIN, 05 DESEMBER 2016 | 09:08 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

RMOL. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya Bakar merasa miris lantaran sampai saat ini masyarakat belum mendapat keadilan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Dari luas hutan Indonesia dengan total 120 juta hektare (ha), rakyat yang jumlahnya sekitar 250 juta hanya menguasai lahan di bawah satu juta hektare.

Menurut dia, hal tersebut menjadi sebuah ironi dan tidak sesuai dengan amanah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang mengamanatkan kekayaan alam Indonesia dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemak­muran rakyat.

Tragisnya lagi, dari total luas lahan hutan di Indonesia, perizinan pengelolaan 34 juta hek­tare atau 30 persen di antaranya justru diberikan kepada korporat, milik 25 orang konglomerat.


"Padahal idealnya negara da­lam hal ini BUMN (Badan Usaha Milik Negara) hadir mengelola sekitar 30 persen, kemudian 40 persennya diberikan hak kelolanya kepada masyarakat," kata Siti di Jakarta.

Siti mengungkapkan, untuk memberi keadilan yang propor­sional bagi masyarakat, pemerintah Jokowi-JK ingin meng­hadirkan negara dalam politik sumber daya alam (SDA) dengan cara negara campur tangan da­lam persoalan politik ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

"Salah satunya adalah ba­gaimana menekankan pengenda­lian SDA di bawah pengawasan negara," ujarnya.

Namun, kata dia, untuk menerapkan kebijakan alokasi SDA pemerintah telah berkomitmen mengalokasikan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektare kepada rakyat. Namun hal ini bukan persoalan mudah. Sebab, untuk mewujudkan itu diper­lukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), teknologi dan pendanaan kepada masyarakat.

"Tapi kita akan telah berkomit­men untuk terus bekerja karena langkah ini menjadi upaya penting dalam membangkitkan dan mewujudkan Indonesia yang berdaya saing serta berkekuatan di atas kaki sendiri," jelas Siti.

Kerja keras ini, menurut dia, didasari keinginan Presiden Jokowi yang ingin agar hutan untuk kesejahteraan rakyat, se­hingga hak-hak masyarakat atas tanah dapat diakomodir pada pemanfaatan ruang kawasan hutan untuk pengusaha hutan skala kecil (masyarakat) melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

"Selain itu, pengakomodiran bisaa dilakukan pada Hutan Kemasyakaratan (HKm) dan Hutan Desa. Sedangkan kawasan untuk non kehutanan disiapkan untuk Hutan Rakyat Kemitraan," terangnya.

Sementara itu, untuk upaya memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar hutan bisa di­lakukan dengan membuka akses legal melalui pemberian izin pemanfaatan kawasan hutan atau izin pemanfaatan hasil hutan kayu atau bukan kayu serta izin pemanfaatan jasa lingkungan hidup (ekowisata, keanekara­gaman hayati, penyerapan atau penyimpanan karbon).

"Kegiataannya dapat diusahakan untuk kegiatan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian," kata dia.

Adapun pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan di seki­tar hutan, menurut Siti, akan dilakukan melalui berbagai pendekatan. Sepertii kebijakan distribusi akses pengelolaan atau pemanfaatan HTR agar masyarakat yang sudah siap berwirausaha.

Selain itu juga memanfaatkan HKm yang ditujukan untuk masyarakat yang belum berdaya dari sisi lahan maupun modal dan kemampuan wirausahanya masih perlu ditingkatkan.

"Sementara pemanfaatan Hutan Desa ditujukan untuk mendukung pembangunan desa sekitar hutan secara mandiri; Kemitraan antara pengusaha besar pemegang izin usaha den­gan masyarakat sekitar hutan," ujarnya.

Menurut Siti, izin HKm dan Hutan Desa dapat diberikan di Hutan Produksi dan Hutan Lindung dengan jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan izin HTR di Hutan Produksi dengan jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang.

"Selanjutnya, setelah soal perizinan itu, untuk menstimu­lasi keberdayaan masyarakat sekitar hutan, disamping dengan pemberian akses terhadap lahan hutan juga ditunjang dengan dana pinjaman bergulir dimana setiap kelompok masyarakat diberi akses untuk mendapat pinjaman dengan bunga rendah," katanya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya