Berita

Fahri Hamzah dan Fadli Zon

Politik

Fahri: Ini Bukan Soal Makar Atau Melawan, Melainkan Soal Pengawasan

SABTU, 12 NOVEMBER 2016 | 08:39 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Banyak pihak yang tidak memahami peta konstitusi dan undang-undang (UU) sesudah amandemen ke-4, sehingga menyebabkan banyak pernyataan yang sebetulnya sudah tidak relevan.

Demikian dikatakan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menanggapi laporan Solidaritas Merah Putih (Solmet) ke Polda Metro Jaya terhadap dirinya. Fahri diperkarakan karena orasinya saat Aksi Bela Islam II pada 4 November lalu dianggap berbau penghasutan massa untuk menjatuhkan pemerintah yang sah secara inskonstitusional sesuai pasal 160 KUHP.

Laporan kemarin tertuang dalam LP/ 5541/ XI/ 2016/ PMJ/ Dit Reskrimum. Penyidik akan memanggil Fahri dan saksi-saksi dari pihak Solmet. Untuk memperkuat laporan, pihak Solmet membawa bukti salinan orasi Fahri Hamzah yang beredar di situs Youtube dan media sosial Facebook.


Ketua Solmet, Silfester Matutina, menyatakan empat poin yang menjadi alasan pihaknya membuat laporan kepolisian. Pertama, dugaan penghasutan, yakni memberitahukan cara menjatuhkan Presiden. Lalu menuding Presiden telah melanggar hukum berkali-kali. Alasan lain adalah Fahri menuding Presiden telah menginjak simbol-simbol agama Islam, dan terakhir menuding Presiden melindungi kafir yang telah menistakan agama.

Fahri Hamzah sendiri menyayangkan laporan tersebut. Sebab, banyak pihak yang tidak memahami peta konstitusi dan undang-undang (UU) sesudah amandemen ke-4 sehingga menyebabkan banyak pernyataan yang sebetulnya sudah tidak relevan.

Terkait makar, Fahri menilai pasal makar itu sebagian besar sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk penyesuaian dengan UUD 1945 yang baru.

"Makar dalam terminologi aslinya di KUHP disebut anslaag. Aanslag itu diartikan sebagai gewelddadige aanval, yang dalam bahasa Inggris artinya violent attack. Artinya, makar itu hanya terkait dengan fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat," ujar Fahri dalam keterangan persnya.

Memang, ujar dia, di Bab II KUHP sebelum reformasi, makar dibahas dari Pasal 104 sampai 129. Namun, sekarang sudah banyak yang dihapus dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal makar yang tersisa hanya yang terkait violent attack, seperti membocorkan rahasia negara dan bekerja sama dengan tentara asing dalam massa perang.

Sementara yang terkait dengan kehormatan dan martabat kepala negara, kata Fahri, sudah berubah menjadi delik aduan. Amandemen 1945 memigrasi segala anasir otoriter yang berpotensi mengekang kebebasan berpikir dan berekspresi masyarakat.

Menurut dia, soal Presiden naik dan jatuh sudah diatur dalam konstitusi. Tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial.

"Ketiga, soal posisi dan tugas legislatif. Yang perlu diketahui oleh kita, yang memiliki fungsi pengawasan itu adalah legislatif. Ini bukan soal makar atau melawan, melainkan soal pengawasan," tegas Fahri. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya