Berita

Suhardi Alius/Net

Wawancara

WAWANCARA

Suhardi Alius: Dalam Revisi Undang-Undang Anti Terorisme, Hak Para Korban Harus Mendapat Perhatian

RABU, 26 OKTOBER 2016 | 08:29 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Jenderal bintang tiga Kepolisian ini menilai perhatian pemerintah kepada korban tindak pidana terorisme sangat kurang. Terutama, setelah terjadinya peristiwa bom Bali 1.
 
Menurutnya, hak korban tindak pidana terorisme, dalam upaya pemberantasan teror di Indonesia tidak serta-merta berupa penindakan hukum. Sebab, dalam setiap tindakan dan aksi terorisme, hampir se­bagian besar mengakibatkan jatuhnya korban.

"Oleh karenanya, perhatian pemerintah kepada saksi dan korban kejahatan terorisme juga harus diperhatikan," imbuhnya.


Berikut wawancara den­gan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius lengkapnya:

Apakah ini artinya revisi Undang-Undang Antiterorisme ke depan harus lebih berpihak kepada korban?
Tidak. Pelaku, saksi, dan kor­ban akan memperoleh perlakuan yang proporsional. Hanya saja dalam revisi ini hak para korban mendapat perhatian yang lebih serius. Dalam revisi undang-undang ini akan ada ketentuan kompensasi dan rehabilitasi un­tuk para korban tindak pidana terorisme.

Bukankah soal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban?
Betul. Secara eksplisit, pasal 1 undang - undang itu menyatakan, korban terorisme menderita baik secara fisik, mental, ekonomi, dan sosial dapat memperoleh kompensasi dan rehabilitasi. Namun pada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana teroris, kejelasan soal korban terorisme tak dijabar­kan secara baik.

Maksudnya?
Terdapat implementasi yang kurang jelas dan tegas pada Undang-Undang Nomor 15 ta­hun 2003 tersebut. Tidak ada ke­jelasan untuk korban terorisme. Bila terduganya telah dinyatakan bersalah di pengadilan, baru ada penanganan resmi untuk korban. Padahal para korban itu bukan tujuan utamanya. Teroris hanya menyerang sarana utama saja. Tapi, korban merupakan objek mereka untuk memancing perang urat syaraf.

Kan mekanismennya me­mang seperti itu?
Kami mengusulkan supaya dalam revisi undang - undang ini dibuat aturan, kalau korban tindak pidana terorisme bisa cepat menda­patkan kompensasi. Kompensasi dan restitusi dapat diberikan sebe­lum putusan pengadilan melalui mekanisme tertentu.

Caranya?
Dengan menyederhanakan birokrasi. Lakukan pengaturan pada level operasinal dan teknis, dengan cara menyusun peraturan pemerintah. Buat supaya permint­aan kompensasi tidak harus lang­sung kepada menteri keuangan, tetapi dapat langsung ke kemen­terian dan lembaga terkait.

Contoh konkretnya seperti apa?
Contohnya korban dapat lang­sung ke Kementerian Kesehatan untuk pemberian kesehatan dan pemulihan psikologis. Kemudian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membangun perumahan yang hancur karena bom. Semua itu dilakukan setelah berkoordinasi dengan BNPTdan juga LPSK. Setelah direvisi, ujung tombak hal ini ada di LPSK.

Kenapa LPSK dijadikan salah satu ujung tombak?
Karena lembaga ini bersen­tuhan langsung dengan korban tindak pidana terorisme. Selama ini orang-orang hanya terfokus pada pelaku. Para korban kurang mendapat perhatian.

Persoalan yang dihadapi se­lama ini kan karena kurang kuat­nya wewenang yang diberikan undang-undang. LPSK sebetul­nya bisa saja meminta adanya peninjauan ulang terhadap pera­turan itu. Tapi berhubung sedang ada revisi, hal itu bisa diatur lebih rinci dan mendalam oleh LPSK.

Maksudnya mendalam itu seperti apa?
Begini, minimnya implemen­tasi itu disebabkan masih adanya kelemahan dalam undang-un­dang itu dalam beberapa pasal yang mengatur penanganan korban. Walaupun pemberian kompensasi, restitusi, dan reha­bilitasi sudah diatur dalam UUTerorisme, namun implemen­tasinya ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Kelemahan dalam aturan tersebut disebabkan belum jelas­nya kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi korban terorisme. Prosedur pemberian kompensasi, restitusi, dan re­habilitasi terhadap korban juga masih belum rinci dijelaskan dalam undang-undang.

Begitu juga dengan belum adanya sanksi untuk pelaku yang tidak memberikan restitusi. Padahal, restitusi dari pelaku dap­at membantu mengganti kerugian yang dialami oleh korban teror­isme. Kali ini semuannya bisa diatur dalam revisi tersebut.

Apakah soal itu sudah dimasukan dalam pemba­hasan?
Belum. Ini baru rekomendasi dari kami. Kami berharap kele­mahan tadi bisa dimasukkan da­lam pasal-pasal, agar negara ber­tanggung jawab terhadap korban tindak pidana terorisme.

Kami juga berharap pada re­visi ini agar mendapat masukan dari LPSK. Kemarin itu saya minta Pansus untuk mengundang LPSK. Kami membuat beberapa rekomendasi, karena kehadiran negara menjadi kritikal sehu­bungan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap korban. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya