Berita

Abdullah Hehamahua/Net

Wawancara

WAWANCARA

Abdullah Hehamahua: Agus Rahardjo Harus Melakukan Klarifikasi Soal Proyek e-KTP

SELASA, 25 OKTOBER 2016 | 09:44 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo disebut-sebut terkait dalam skandal dugaan kasus korupsi pengadaan E-KTP. Penyidik KPK dikabar­kan bakal memeriksa keterkaitan ketuanya dalam kasus tersebut. Pertanyaannya, bagaimana memastikan pe­meriksaan itu bisa berjalan secara fair?

Menurut bekas penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, komisi anti rasuah itu berjalan by system sehingga tak perlu diragukan lagi. Jadi apabila pe­nyidik KPK tidak bisa bekerja secara fair, maka bisa diperiksa oleh pengawas internal. Untuk memastikan independensi KPK, menurutnya, Agus tidak perlu mundur dari jabatan Ketua KPK. Kecuali sang ketua sudah bersta­tus sebagai saksi.

"Kan yang bersangkutan be­lum berstatus sebagai saksi. Karena kan kalau sudah men­jadi saksi, berpotensi menjadi tersangka," terangnya kepada Rakyat Merdeka.


Sekadar latar, munculnya nama Agus Rahardjo dalam pusaran kasus korupsi e-KTP keluar dari mulut bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Ia mengatakan, proyek e-KTP pada tahun 2012 lalu telah me­libatkan beberapa lembaga pen­gawas dan penegak hukum salah satunya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Menteri era Presiden SBY itu menyebut Agus Rahardjo adalah pimpinan LKPP. Agus mengakui lembaganya sempat ikut men­dampingi proyek pengadaan e-KTP. Tapi, karena pemerintah kala itu enggan mendengarkan saran LKPP, akhirnya lembaga yang dipimpinnya mundur.

Bertolak belakang dengan pernyataan Gamawan, Agus justru menyebut proyek pen­gadaan KTP tidak mengikuti rekomendasi LKPP dan lembaga pengawasan.

Berikut ini pandangan be­kas Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua terkait kemung­kinan terseretnya Ketua KPK dalam perkara KTP;

Nama pimpinan KPK, Agus Raharjo muncul dalam ka­sus dugaan korupsi proyek E-KTP. Apa yang seharusnya dilakukan?
Agus Rahardjo harus melaku­kan klarifikasi. Apalagi kasus ini kan terjadi ketika yang bersang­kutan belum menjabat sebagai ketua KPK, tapi masih sebagai ketua LKPP. Lagi pula dugaan itu kan belum tentu benar. Tinggal penyidik KPK memeriksa saja.

Bagaimana memastikan penyidik KPK fair memeriksa pucuk pimpinannya?

KPK itu kan dibangun by system, sistem yang bekerja. Jadi kalau penyidik KPK tidak fair, termasuk saat memeriksa pimpinannya, bisa diperiksa oleh pengawas internal. Sudah biasa itu di KPK, penyidik memeriksa pimpinannya.

Jadi Agus Rahardjo tidak perlu sampai mengundurkan diri dari Ketua KPK?
Tidak perlu mengundurkan diri. Kan yang bersangkutan belum berstatus sebagai saksi. Karena kan kalau sudah men­jadi saksi, berpotensi menjadi tersangka.

Untuk memeriksa Ketua KPK, penyidik KPK perlu nggak dideadline supaya tidak berlarut-larut dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap KPK?

Kalau dirasa perlu untuk di­periksa, ya harus segera diper­iksa. Semakin cepat, semakin baik. Tapi kalau seandainya penyidik menilai tidak perlu diperiksa karena pertimbangan tidak adanya alat bukti yang cukup, maka tidak diperiksa. Itu semua tergantung bagaimana penyidik KPK.

Menurut anda, dengan sistem dan prosedur pengadaan yang diterapkan LKPP, masih ada nggak celah untuk melaku­kan korupsi?
Di lapangan tentu masih ter­jadi. Kan masih banyak kita lihat kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa.

Jadi buat apa sistem pengadaan yang dibangun LKPP?

Begini, sebagus apapun sistemnya, kalau manusianya masih belum baik, ya celah untuk melakukan korupsi tetap ada. Karena yang mengendali­kan sistem itu kan manusia. Jadi yang perlu dibenahi ini orang­nya. Makanya dari sekarang kita harus terus mempersiapkan generasi yang punya integritas dan anti korupsi.

Sebelum kasus ini terjadi, apakah anda melihat KPK sudah menjalankan fungsi pencegahan dengan baik?
Sebenarnya KPK juga su­dah pernah memberikan saran, agar Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) menuntaskan database-nya terlebih dahulu. Namun karena tidak diindahkan, akhirnya muncul lah itu, berba­gai macam persoalan.

Pemicunya?

Hal-hal semacam ini (kasus korupsi pengadaan barang dan jasa) sering terjadi jika memihak pada perusahaan tertentu. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya