Berita

Hendardi/Net

Wawancara

WAWANCARA

Hendardi: Kami Tak Bisa Menyerahkan Begitu Saja Salinan Dokumen Kasus Munir Tanpa Ada Permintaan

SENIN, 24 OKTOBER 2016 | 08:44 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Hendardi, bekas anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Mu­nir Said Thalib, menyangsikan pengakuan pemerintah bahwa dokumen hasil investigasi kasus Munir hilang. Dia meyakini, dokumen itu masih tersimpan dalam tum­pukan arsip di Kementerian Sekretaris Negara. "Mereka malas mencari saja," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Ketua Setara Institute ini pun mengingatkan, TPF sudah menyerahkan dokumennya pada 24 Juni 2005. "Dokumennya itu ada tujuh bundel, masa hilang semua?" imbuhnya.

Saat itu, dijelaskan Hendardi, dokumen tersebut diserahkan TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu ditemani Yusril Ihza Marhendra, Sudi Silalahi, dan Andi Malarangeng.

Seperti diberitakan, Munir wafat pada 7 September 2004 di Pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Tujuan Munir ke Belanda adalah untuk melanjutkan studinya di Universitas Utrecht. Berdasarkan hasil autopsi Munir positif tewas karena racun arsenik.

Berikut ini keterangan Hendardi yang kala itu ikut mengin­vestigasi kasus kematian Munir;

Dokumen hasil investiga­si TPF kasus Munir hilang. Tanggapan Anda?
Jika itu benar, artinya sistem pengelolaan arsip yang dilaku­kan oleh Setneg sangat buruk. Sebab faktanya dokumen sudah diterima oleh Presiden SBY saat itu, yang artinya Setneg sebagai pembantu bagian administrasi secara otomatis bertanggung­jawab terhadap dokumen itu.

Tapi menurut Yusril yang saat itu menjabat sebagai Mensesneg, tidak semua doku­men yang diserahkan kepada Presiden harus diregistrasi Setneg. Tanggapan anda?
Itu kan alasan saja. Menurut saya hanya ada dua kemung­kinan yang menjadi penyebab Setneg tidak memiliki dokumen tersebut.

Apa saja kemungkinan itu?
Jika bukan karena adminis­trasi yang buruk, maka patut diduga adanya kesengajaan menghilangkan dokumen terse­but. Patut diduga ada pihak yang tidak menghendaki penuntasan kasus Munir. Sebab saat itu TPF merekomendasikan sejumlah nama yang diduga kuat telah melakukan permufakatan jahat membunuh Munir. Dan kalau dokumennya memang hilang, ini tentu menjadi preseden bu­ruk bagi penegakan HAM di Indonesia.

Mengapa begitu?
Karena saat Presiden SBY membentuk TPF dan meng­hasilkan rekomendasi pun, hasil kerja itu juga belum mampu mengungkap kebenaran dan me­limpahkan keadilan. Contohnya ketika TPF merekomendasikan agar SBY membentuk Tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat.

Kenapa saat itu TPF harus merekomendasikan pemben­tukan tim baru?
Karena TPF menghadapi ban­yak kendala politik. Banyak pihak menolak diperiksa, termasuk anggota BIN. Contohnya pemer­iksaan saksi dari Badan Intelijen Negara (BIN), dan beberapa mantan pejabat yang mangkir memenuhi panggilan TPF. TPF tidak mempunyai kekuatan yang cukup. Lalu akses dokumen juga tidak bisa didapat dari berbagai instansi. Oleh karena itu perlu dibentuk tim baru yang lebih kuat mandat dan kewenangannya.

Bukahkah ketika itu ang­gota BIN sudah diperiksa juga oleh TPF?
Memang. Tapi pemeriksaan terhadap aparat BIN kala itu baru bisa dilakukan saat masa perpanjangan waktu yang diberi­kan kepada TPF. Namun, pemer­iksaan hanya bisa dilakukan di kantor BIN. Itu pun tidak semua aparat yang bisa diperiksa. Tapi kan rekomendasi ini juga tidak ditindaklanjuti. Tidak ada tim baru yang dibentuk.

Lalu menurut Anda, apa yang harus dilakukan oleh pe­merintah untuk menuntaskan kasus ini?
Buka dokumen ke publik ses­uai perintah Keppres dan temu­kan serta tindak lanjuti proses hukum tidak saja terhadap aktor lapangan tetapi aktor yang mem­fasilitasi, aktor perencana dan ak­tor pemberi keputusan pembunu­han Munir. Jokowi sebenarnya amat mampu meminta jajarannya untuk menjelaskan keberadaan laporan akhir TPF tersebut.

Tapi kan diduga dokumen­nya ada di SBY?
Bagi saya, jika SBY berbe­sar hati, maka sudah semesti­nya membantu Jokowi dengan menjelaskan di mana doku­men tersebut berada termasuk menjelaskan motivasi apa yang mendorong penghilangan do­kumen tersebut. Menurut saya, untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan unsur negara seperti kasus Munir memerlukan kemauan politik serius, dan ke­berpihakan pada korban dengan cara memastikan rekomendasi hasil TPF ditindaklanjuti.

TPF kan masih memiliki dokumen tersebut. Apakah pihak istana sudah meminta dokumen itu?
Sampai saat ini tidak ada per­mintaan dari pemerintah kepada ke mantan-mantan anggota TPF untuk menyerahkan kembali dokumen hasil investigasi kasus Munir.

Mengapa bukan Anggota TPF saja yang mengungkap­kan isi dokumennya?

Jadi yang berhak mempub­likasikan isi dokumen itu hanya Presiden. TPF tidak punya ke­wenangan, karena sudah diser­ahkan ke Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Kalau begitu kenapa ang­gota TPF tidak berinisiatif menyerahkan saja dokumen­nya kepada pemerintah?

Kami tak bisa begitu saja meny­erahkan salinan dokumen jika tak ada permintaan. Presiden Jokowi yang harus proaktif mencari doku­men tersebut. Para mantan ang­gota TPF pun masih menyimpan salinannya dan bisa memberikan jika diminta Presiden. ***

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya