Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar/Net
Reformasi di sektor minyak dan gas menjadi pekerjaan rumah (PR) terbesar dalam kepemimpinan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan dan wakilnya, Arcandra Tahar ke depan.
Begitu dikatakan Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA ESDA) AC Rachman
"Sebagai bagian dari reformasi sektor migas yang sudah mendesak, maka proses pergantian Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi bisa langsung dilaksanakan. Hal ini bentuk tanggung jawab sebagai pimpinan SKK Migas atas kegagalan kinerjanya," kata AC Rachman dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/10).
Apalagi, lanjut dia, PR besar ini menyangkut penerimaan negara dari sektor migas yang terbukti tidak mencapai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sepanjang tahun 2015 lalu penerimaan migas sebesar 12,86 miliar dolar AS. Angka ini di bawah target yang tertuang dalam APBN 2015 sebesar 14,99 miliar dolar AS. Pada tahun 2016 ini penerimaan bakal merosot lagi," paparnya.
Menurut dia, selain fluktuasi harga minyak mentah dunia, penurunan pemasukan bagi negara ini paling besar dipengaruhi oleh produksi minyak yang anjlok.
Di samping itu, pemerintah masih harus menanggung biaya operasi yang harus dikembalikan oleh negara (
cost recovery) semakin membengkak.
"Hasil audit BPK baru-baru ini menemukan adanya pembengkakan cost recovery sebesar Rp 2,56 triliun. Kepala SKK Migas harus bisa pertanggungjawabkan biaya cost recovery ini," kata AC Rachman.
Dalam laporan semester I 2016 yang telah diserahkan ke Presiden Joko Widodo, BPK mengungkapkan adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam
cost recovery sebesar Rp 209,88 juta dan 194,25 juta dolar AS atau ekuivalen Rp 2,56 triliun.
"Jadi sudah seharusnya segera mereformasi kinerja sektor hulu migas, mulai dari pergantian Kepala SKK Migas dan membenahi seluruh jajaran manajemen di dalamnya," kata dia.
Dia berharap calon pemimpin SKK Migas yang baru dapat segera merealisasikan proyek pengembangan lapangan migas besar seperti Blok Masela dan lainnya.
"Meskipun pengembangan Blok Masela terus menyisakan persoalan karena adanya temuan BPK menyangkut biaya Konsultan yang ditunjuk secara langsung dan besaran biaya yang tidak wajar, tapi
project pengembangan ini harus dilanjutkan dan dipercepat," katanya
.[wid]