Pemerintah diminta tidak mempersulit importir dalam melakukan impor hortikultura. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menindak tegas kegiatan impor ilegal karena merugikan importir resmi dan petani.
Direktur Eksekutif GabunÂgan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Bambang SNmengatakan, kebijakan pemerÂintah harus disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri.
"Di situlah diperlukannya peran kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian harus bisa mengatur waktu impor itu kapan dan dan jumlahnya seberapa besar yang layak diimÂpor, hal ini untuk menghindari kelebihan pasokan," kata BamÂbang, kemarin.
Selain itu, kata dia, dalam membuat kebijakan pemerintah harus adil jangan sampai merÂugikan salah satu pihak. Importir juga menjalankan kewajiban kepada negara.
Saat ini, kata dia, banyak prosedur yang harus dilalui importir untuk mendapatkan izin impor. Untuk impor holÂtikultura, kata dia, harus ada
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
"Ada syarat teknis untuk mendapatkan RIPH lalu kita harus menjalankan kewajiban berbagai pajak dan bea masuk," akunya.
Dalam kondisi seprti ini, menuÂrutnya, perlu sinergitas antar kementerian untuk menjalankan regulasi dan mengaturnya. Dia mengklaim, produk yang diimÂpor Ginsi adalah produk yang belum dimiliki Indonesia.
"Sekalipun Indonesia memiÂlikinya tapi jumlah ketersediaan terbatas sedangkan kebutuhan sangat besar maka dalam konÂdisi ini perlu dilakukan impor," jelasnya.
Produk hortikultura yang diimpor seperti buah-buahan, sayuran, gandum sampai jagung itu juga membutuhkan impor, karena pertanian di Indonesia sangat ketergantungan dengan kondisi musim dan cuaca.
"Seperti gandum kita imÂpor begitu juga dengan juga bukan berarti kita tidak perlu melakukan impor, tidak bukan demikian," ucapnya.
Dia juga menyarankan, keÂpada pemerintah untuk memÂperketat barang ilegal masuk ke Indonesia. "Sebenarnya saya tidak ingin mencampuri masalah penyelundupan tapi harus dikaÂtakan jumlahnya selundupan itu juga besar itulah yang harus diteÂkan karena akan mengganggu," kata dia.
Tidak hanya importir dan negara yang terganggu tapi petani rakyat juga akan tersiksa karena harga yang mereka jual sangat rendah lebih rendah dari hasil hortikultura impor resmi.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sudirman memanÂdang, pemerintah tidak memiliki konsep pangan jangka panjang yang tepat. Menurut dia, pasca terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) NoÂmor 20/M-DAG/PER/3/2016 tentang Ketentuan Impor Jagung importir makin kesiksa.
Dalam Permedag tersebut disebutkan, impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pakan hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog setelah mendaÂpat penugasan dari pemerintah. Sedangkan impor jagung untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan bahan baku industri hanya dapat dilakukan oleh perusaÂhaan pemilik Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) atau Angka Pengenal Impor-ProdusÂen (API-P).
"Akibat kebijakan yang memÂbatasi impor jagung dan menyÂerahkan sepenuhnya kewenanÂgan impor kepada Bulog, jadi importir sekarang jumlahnya berkurang karena tidak ada keÂwenangan lagi," katanya.
Untuk semester II 2016, indusÂtri pakan bekerjasama dengan Perum Bulog telah menghitung kebutuhan jagung untuk pakan sebesar 1,5 juta ton harus ada di gudang. Kalau kebutuhan jagung dalam negeri tidak tercukupi, pihaknya akan meminta Bulog agar melakukan importir.
"Permintaan impor itu pun sudah disampaikan kepada peÂmerintah, namun sampai sekaÂrang belum ada tindak lanjut soal ini," tukasnya.
Sedangkan, Ketua Umum Gabungan Asosiasi PenguÂsaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, rencana pemerintah untuk mengatur imÂpor gula harus hati-hati jangan sampai mengganggu industri pengguna.
Terlebih Indonesia sangat butuh gula mentah untuk kuarÂtal IV-2016. Kalau kondisi ini tidak bisa diselesaikan maka industri yang akan kelabakan. Jika mengikuti aturan dengan menunggu syarat membuka kebun, importir tak bisa mendaÂtangkan gula dan industri bakal kekurangan pasokan. ***