Berita

Gayus Lumbuun/Net

Wawancara

WAWANCARA

Gayus Lumbuun: Kita Sarankan Copot Hakim Yang Cacat Syarat, Kalau Presiden Mau Cuek Ya Nggak Apa-apa

SELASA, 04 OKTOBER 2016 | 08:37 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Paket Reformasi Kebijakan Hukum Presiden Jokowi hen­daknya lebih terfokus pada institusi peradilan. Khususnya yang menyangkut mafia peradilan. Jangan sekadar berku­tat dalam konteks substansi undang-undang semata.

Menurut Hakim Agung Gayus Lumbuun, masih banyak praktik curang di lembaga pera­dilan bahkan di Mahkamah Agung (MA) sendiri. Sebuah lembaga yang diketahui seba­gai tempat peradilan tingkat terakhir.

"Sebagai contoh, saat ini dari 10 pimpinan MA ada beberapa orang Hakim Agung karier yang tidak memenuhi persyaratan undang-undang. Jika pimpi­nan MA-nya cacat hukum, ba­gaimana pula dengan produk hukum yang dihasilkan, seperti putusan hakim? Saya khawatir produk yang mereka hasilkan dianggap cacat hukum," ungkap Hakim Agung Gayus Lumbuun kepada Rakyat Merdeka ke­marin. Berikut wawancara se­lengkapnya;


Fokus kepada peradilan yang Anda maksud itu seperti apa?
Lakukan reformasi peradilan, yaitu dengan membangun kem­bali kepercayaan publik kepada hukum dan keadilan seperti yang diharapkan masyarakat. Selama ini kepercayaan masyarakat telah direduksi dengan terung­kapnya berbagai modus keja­hatan yang terjadi di lembaga peradilan.

Mengapa harus reformasi peradilan?
Masyarakat beranggapan praktik mafia hukum dijalankan oleh para pimpinan peradilan, pejabat dan staf pengadilan, panitera bahkan para hakim di hampir di semua tingkatan. Maka konsentrasi reformasi hukum haruslah terfokus pada putusan hukum yang adil bagi masyarakat pencari keadilan. Perlu ada upaya yang dilakukan untuk mengembalikan keper­cayaan publik tersebut.

Anda bisa bilang seperti itu, apakah ada contoh ka­susnya?
Ada, seperti yang saya ka­takan sebelumnya. Saat ini dari 10 pimpinan MA ada beberapa orang Hakim Agung karier yang tidak memenuhi persyaratan un­dang-undang. Yang seharusnya ditentukan harus berpengalaman tiga tahun telah menjadi hakim tinggi (tingkat banding).

Demikian juga terhadap Hakim Agung non karier, untuk bisa diangkat sebagai pimpinan MA haruslah memenuhi syarat perundangan yang telah meng­atur dengan jelas. Evaluasi ini diperlukan untuk mewujudkan cita-cita memiliki sebuah MA dengan semua jajaran di bawah­nya di masa depan yang agung, kredibel, profesional, berkualitas dan bermoral.

Bagaimana kalau hakim agung atau pimpinan MA-nya saja cacat hukum, produk yang dihasilkan seperti putu­san dan lainnya itu bisa cacat hukum juga dong?
Kalau sampai hal tersebut dipersoalkan publik, maka ter­hadap putusan tersebut perlu dicarikan jalan keluar yang objektif. Justru kebijakan Paket Reformasi Hukum Nasional Presiden diperlukan demi kea­dilan. Karena memang semua pimpinan MA akan menjadi ket­ua majelis pada semua perkara. Bagaimana hakim PN mau men­gadili di MA. Itu aja logikanya. Ini permainan semua.

Kalau putusan yang di­hasilkan oleh hakim lain ba­gaimana?
Bisa iya, bisa tidak. Kalau itu dipersoalkan, maka itulah tugas Tim Reformasi Hukum Presiden. Saya misalnya mau jadi mahasiswa, tapi lulus SMP, atau SMA nya baru setahun. Kalau dipersoalkan, ya harus kembali lagi ke SMA paket C.

Jadi, Paket Reformasi Hukum itu harus dibuat ba­gaimana biar bisa memper­baiki institusi peradilan?
Dalam Paket Reformasi Reformasi Hukum itu harus dimuat soal evaluasi seluruh pimpinan di jajaran peradilan dari pengadilan tingkat per­tama, tingkat banding sampai dengan tingkat tertinggi di MA. Terapkan peryaratan perundang - undangan kepada mereka.

Maksudnya?
Seorang hakim untuk bisa memimpin di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, masing-masing terdiri seorang ketua dan seorang wakil ketua. Sementara di tingkat tertinggi, yaitu di MA terdiri dari 10 orang Hakim Agung yang terdiri dari seorang ketua dengan dua orang wakil ketua, serta tujuh orang Ketua Muda Bidang atau disebut kamar.

Oh iya, Presiden sudah tahu belum masalah ini?

Mungkin Presiden belum tahu, makanya di media tadi saya minta Pak Jokowi copot hakim yang cacat syarat. Karena produknya bisa berbahaya. Ngadilin tingkat terakhir lho, kasasi. Dan Inkrah itu kasasi. Mereka seolah-olah hakim PN loncat ke Mahkamah Agung gitu, sama dengan begitu. Makanya disebutkan di undang-undang berpengalaman paling sedikit tiga tahun jadi hakim tinggi. Jelas itu. Jadi, perso­alan nggak ringan ini. Terserah Presiden, kalau Presiden mau cuek ya nggak apa-apa. Yang penting kita sudah ingatkan dia melalui berita.  ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya