Berita

Margarito Kamis/net

Hukum

Kasus Reklamasi "Grand Corruption", Tapi KPK Mati Akal

JUMAT, 30 SEPTEMBER 2016 | 13:35 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai sekarang tidak mampu membuktikan ucapannya sendiri yang menyebut perkara suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Perda) reklamasi di Jakarta adalah "grand corruption" (korupsi besar).

Faktanya sampai sekarang, KPK seolah "mentok", hanya bisa menetapkan tersangka perkara itu sampai Muhammad Sanusi (mantan anggota DPRD, penerima suap); Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja (pemberi suap); dan Trinanda Prihantoro yang merupakan karyawan PT Agung Podomoro Land.

"Mereka doang (terdakwa), jadi kesannya abal-abal. Kalau mereka saja sih ecek-ecek. Grand corruption yang dimengerti KPK itu seperti apa, saya pertanyakan," kata pakar hukum, Margarito Kamis, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/9).


Grand corruption di mata Margarito pasti mengandung nilai korupsi, menyeret nama tokoh, dan calon tersangka yang semuanya fantastis. Orang-orang yang diduga terlibat pasti memiliki kedudukan tinggi dalam konteks sosial, ekonomi dan politik.

"Ternyata sekarang KPK cuma dapat yang 'ecek-ecek'. Tapi bisa jadi karena para tokoh di belakang kasus ini fantastis maka KPK mati akal," ucap pakar hukum dari Ternate ini.

Pada Jumat 1 April 2016, pimpinan KPK pernah menyatakan bahwa kasus suap reklamasi dapat dikategorikan "grand corruption" (korupsi besar).

"Kami berlima ingin menyasar korupsi besar yang melibatkan swasta. Dan satu lagi ini contoh paripurna di mana korporasi pengaruhi kebijakan publik," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.

Menurutnya, kepentingan korporasi yang mendominasi pengambilan keputusan di tingkat pejabat negara semakin memperihatinkan.

"Bisa dibayangkan kalau semua kebijakan publik dibikin bukan berdasarkan kepentingan rakyat banyak, tetapi kepentingan korporasi tertentu," sesalnya. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya