DI dunia perpajakan, tax amnesty bukanlah hal yang baru, sebagai contoh negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand sudah memperkenalkan tax amnesty sebelumnya.
Di Indonesia, ketentuan mengenai tax amnesty diatur di UU 11/2016 di mana di dalamnya tax amnesty didefinisikan sebagai pengampunan pajak atas pengungkapan asset dengan membayarkan uang tebusan oleh wajib pajak. Dengan kata lain tax amnesty merupakan insentif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada wajib pajak dengan membayar uang tebusan yang relatif rendah atas aset-aset yang belum dilaporkan sebelumnya.
Insentif tersebut dapat berupa pembebasan dari pajak yang harusnya dihutang, pembebasan sanksi administrasi seperti sanksi bunga dan sanksi denda dan juga pembebasan atas sanksi pidana. Sebagai contoh program tax amnesty periode pertama, wajib pajak hanya cukup membayar tebusan sebesar 2 persen dari harta bersih. Sementara apabila wajib pajak dikenakan pemeriksaan atas aset yang belum pernah dilaporkan maka aset tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenakan pajak yang seharusnya dibayar serta sangsi maksimum 24 persen.
Tujuan pemerintah sendiri dalam menerapkan tax amnesty adalah karena keterbatasan kedaulatan bagi pemerintah Indonesia untuk memeriksa aset-aset warga Indonesia yang ditempatkan di luar negeri. Dengan demikian pemerintah mengundang wajib pajak yang mempunyai aset di luar negeri dengan sukarela untuk menanamkan asetnya kembali ke Indonesia lewat insentif uang tebusan yang sangat rendah.
Tujuan lainnya adalah untuk pertumbuhan ekonomi dengan investasi kembali aset wajib pajak Indonesia yang ditempatkan di luar negeri ke dalam wilayah Indonesia. Selain itu, tax amnesty dapat memperluas basis perpajakkan.
Tax amnesty bukanlah tujuan akhir melainkan kebijakan yang menjembatani untuk dilakukannya tax reform. Selain itu, tax amnesty dapat meningkatkan penerimaan negara, penerimaan negara sendiri dibagi dua. Pertama adalah penerimaan jangka pendek yaitu dengan penerimaan melalui tebusan, dan yang kedua adalah penerimaan jangka panjang yaitu dengan basis data yang baru dengan pengungkapan aset maka diharapkan data yang dimiliki pemerintah lebih akurat dan lebih handal.
Mekanisme untuk mengikuti tax amnesty cukup mudah karena wajib pajak cukup mengisi formulir tax amnesty yang disesdiakan oleh kantor pajak dan membayar uang tebusan. Satu hal yang harus dipahami bahwa tax amnesty bukanlah suatu program yang harus diikuti oleh seluruh wajib pajak. Yang perlu diperhatikan adalah apakah selama ini kewajiban perpajakan kita sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila dirasa belum sesuai terutama dalam pos pengungkapan harta dan penghasilan maka ikut serta tax amnesty merupakan hal yang menguntungkan.
Selain itu, data pengampunan pajak dijamin kerahasiaannya dan tidak dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan apapun dan juga diberikan PPH atas balik nama aset yang diungkapan
Sanksi pada tax amnesty dapat dibagi menjadi dua. Pertama, sangsi kepada wajib pajak yang mengikuti tax amnesty namun tidak sepenuhnya mengungkapkan seluruh asetnya. Dalam hal ini wajib pajak dikenakan sangsi atas yang harus dibayar dan juga sangsi sebesar 200 persen atas penghasilan tersebut. Yang kedua adalah sanksi kepada wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty. Apabila ditemukan aset yang belum dilaporkan sebelumnya maka aset tersebut dikenakan pajak dan dikenai sanksi sesuai UU yang berlaku. Selain itu resiko lainnya adalah pemerintah akan lebih fokus kepada wajib pajak yang tidak mengikuti tax amnesty
Yang perlu sangat diperhatikan bagi tax amnesty untuk wajib pajak Indonesia yang tinggal di luar negeri adalah perlu memperhatikan kembali apakah kewajiban perpajakan selama ini sudah sesuai dengan ketentuan yang ada terutama pada pos penghasilan dan harta. Selain itu perlu diperhatikan kembali apakah penghasilan yang diterima untuk memperoleh harta-harta tersebut apakah terutang pajak di Indonesia. Apabila hal tersebut dirasa belum sesuai dengan ketentuan undang-undang yang ada maka ikut serta dalam program tax amnesty adalah hal yang menguntungkan.
[***]
Edwin Akbar LubisMaster of International and European Tax Law, Maastricht University