Anggota DPR Komisi IX Ribka Tjiptaning mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut aliran dana yang ditengarai mencapai Rp 800 Miliar ke kantong para dokter.
Aliran dana itu, menjadi penyebab komersialisasi kesehatan karena harga obat yang berlipat kali dibandingkan obat generik.
"Saya mendukung langkah yang diambil KPK mengusut aliran dana yang mengalir ke rekening dokter, yang jumlahnya sangat fantastis, sekitar Rp 800 miliar. Patut diduga aliran dana itu berkaitan dengan dokter yang telah memasarkan produk obatnya," kata Ribka Tjiptaning dalam keterangan pers, Selasa (27/9).
Menurut Ribka, mungkin saja dalam dunia perdagangan, pemberian fee seperti itu dinilai sebagai sesuatu yang wajar. "Tapi, bagi saya Anggota Komisi IX DPR RI yang konsen mengkritik komersialisasi kesehatan, mengecam hal tersebut," tandasnya.
Dijelaskannya, fee yang diberikan itu merupakan tindakan melanggar hukum, bahkan menciderai nilai-nilai kemanusiaan. Karena dengan fee tersebut, dunia industri ingin mengendalikan dokter agar mau memberikan resep obat pada pasien hanya dari produknya.
"Dan obat yang dipasarkan itu harganya berkali-kali lipat dari obat generik. Pasien tidak punya otoritas memilih obat karena otoritas hanya ada pada dokter sehingga pasien sangat dirugikan," kecamnya.
Ribka menanbahkan, pemerintah sudah lama membiarkan masalah ini terjadi, karena tidak ada regulasi yang mengatur hal tersebut.
"Saya menyebutnya liberalisasi dan kapitalisme di bidang kesehatan. Kesehatan diserahkan mekanisme pasar atau sekarang dunia kesehatan setengahnya berjaminan sosial, setengahnya sistim pasar tanpa campur tangan negara," terangnya.
Ditambahkannya, bohong jika dunia industri mengklaim itu obat paten sehingga mematok harga obat sangat tinggi, bahkan yang tertinggi di Asia Tenggara. Padahal, sebagian besar obat generik itu, hak patennya sudah hilang. "Saya mengatakan itu obat generik bermerk yang dikemas lebih bagus dan diberi merk. Atau hanya ditambah unsur lain agar ada tambahan khasiat, tetapi harganya berkali-lipat lebih mahal dari obat generik," bebernya.
Sebenarnya, lanjut Ribka, hak paten penemuan obat baru pun hanya berlaku selama 20 tahun.
"Setelahnya bebas dijiplak atau ditiru. Seharusnya harga obat tersebut murah dan tidak merugikan pasien," pungkasnya.
[zul]