Berita

Tjahjo Kumolo/Net

Wawancara

WAWANCARA

Tjahjo Kumolo: Bagaimana Pun, KPU Harus Independen Acuannya Jelas Undang-Undang

SELASA, 20 SEPTEMBER 2016 | 08:45 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

DPR, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap tak perlu kembali menggelar rapat, terkait polemik Peraturan KPU (PKPU) yang membolehkan terpi­dana percobaan mencalokan diri di pilkada.
 
Alasannya, Pasal 7 ayat (2) butir g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), secara tegas tidak memperbolehkan seorang terpidana mencalonkan diri di pilkada.

"Menurut kami tidak perlu ada ralat lagi. Undang-undangnya sudah jelas dan KPU wajib mematuhi undang-undang. Bola seka­rang ada di KPU," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.


Sebelumnya, pengesahan PKPU Pencalonan yang mem­perbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada men­uai polemik. Beberapa fraksi sep­erti PAN, PDIP, PKS, Nasdem, dan Demokrat menolak penge­sahan tersebut dan merasa dicatut saat pengambilan keputusan.

PAN dan PDIP hingga kini masih berupaya mendesak agar Pemerintah, Komisi II DPR, dan KPU, mengadakan rapat kemba­li untuk menganulir pasal yang memperbolehkan seorang ter­pidana percobaan mencalonkan diri. Karena hal itu dinilai berten­tangan dengan Undang-Undang Pilkada. Berikut wawancara lengkapnya;

Sebenarnya sikap pemerintah terkait polemik PKPU yang membolehkan terpidana percobaan maju di pilkada itu seperti apa sih?
Sejak awal pemerintah memi­liki sikap yang tegas terkait hal itu, yaitu PKPU pencalonan tersebut. Sebab berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), hanya dua tindak pidana yang diizinkan, yakni tindak pidana ringan karena kealpaan dan tindak pidana yang bersifat politis.

Tapi kan hasil rapat waktu itu memutuskan berbeda?
Hasil rapat konsultasi peny­usunan PKPU bersama DPR tentu harus berpatokan den­gan undang-undang. Ini kan undang-undangnya sudah jelas. Pemerintah pun hanya tunduk pada undang-undang, jadi ac­uannya tetap undang-undang, bukan hasil kesepakatan rapat antara KPU dan DPR yang justru bertentangan dengan undang-undang.

Berdasarkan Undang-Undang Pilkada kan penyeleng­gara pemilu wajib mengikuti rekomendasi DPR. Bukankah begitu?
Rekomendasi DPR memang penting diikuti oleh KPU, karena merupakan perwakilan dari masyarakat. Tapi maksud adanya rapat konsultasi dengan KPU sebelum penyusunan itu kan, agar PKPU tidak berten­tangan dengan undang-undang. Kalau dari kaca mata pemerintah, sepanjang KPU tidak menyim­pang dari undang-undang kami dukung. Soalnya kalau meny­impang pasti akan ada gugatan. Jadi sekarang tinggal KPU yang putuskan.

Berdasarkan arahan pimpi­nan Komisi ll DPR tadi ada kemungkinan kembali dilaku­kan pembahasan ulang. Kalau itu terjadi bagaimana?

Tidak ada masalah. Namanya keputusan politik, ada lobi-lobi itu suatu hal yang wajar. Asal nanti pembahasannya dilakukan dalam forum resmi DPR.

KPU berencana menggugat masalah ini ke MK. Tanggapan pemerintah bagaimana?
Silakan saja. Bagaimana pun KPU juga harus independensi yang acuannya undang-un­dang. Kalau sikap pemerintah jelas, kewenangan KPU untuk merumuskan secara detail PKPU berdasarkan undang-undang.

Sementara komitmen pe­merintah ialah berawal dari masyarakat, termasuk KPU, yang ingin calon kepala daerah amanah, bersih, dan tidak terli­bat masalah hukum.

Terkait RUU Pemilu, kapan drafnya akan diserahkan ke­pada DPR?
Rencana September. Tapi sepertinya belum selesai. Kami masih membahas isinya. Mungkin November.

Sudah sampai mana?
Sedang dibahas detailnya.

Untuk sistem pemilihan, pe­merintah menetapkan terbuka atau tertutup?
Pemerintah mengusulkan sistem terbuka terbatas, yaitu gabungan antara sistem propor­sional terbuka dan tertutup. Sekarang kombinasi ini yang mau dibuat, sehingga partai bisa per­siapkan kader terbaiknya, tapi masyarakat juga bisa menilai mana yang tepat jadi wakil rakyat yang diusung oleh parpol.

Tapi nanti yang sah itu men­coblos gambar partai atau calonnya?

Belum diputuskan, masih dibahas. Pada hakikatnya kami berusaha mengakomodir keingi­nan masyarakat.

Kalau soal parpol baru yang tidak bisa mengusung capres bagaimana?
Masih dibahas. Soalnya kan belum ada keputusan dari Kemenkumham tentang jum­lah partai baru yang akan ikut pemilu PT-nya berapa. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya