Berita

Publika

Pakem Filosofi DPD Terjegal

MINGGU, 18 SEPTEMBER 2016 | 19:52 WIB

DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) adalah sebuah sistem utuh dari triologi parlementarian di republik ini. DPD memiliki pakem dan filosofi yang jelas, bukan hanya sekedar aksesori demokrasi dalam politik parlemen.

DPD yang sedang kita saksikan saat ini adalah DPD "milik" atau di pimpin IG (inisial). Dan rasa-rasanya DPD tidak akan terus begitu dalam beberapa waktu ke depan karena IG telah di ciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bencana politik demi bencana kembali melanda negeri ini. Seakan hukum masih saja tak memadai melawan bahaya laten korupsi ini. Seperti main dadu, antrean waktu (siapa kena kapan) satu demi satu generasi koruptif tinggal menunggu giliran.


Gejala OTT korupsi pimpinan lembaga tinggi negara sekelas DPD dapat mengkonfirmasi atau menyimpulkan sekaligus bahwa perilaku korup di semua level harus diakui telah mengakar serta massif merajai. Terlebih lagi kebiasaan buruk itu meninggalkan bekas sebab-musebabnya keterlibatan elite politik, penguasa, pelaku bisnis dan orang-orang yang punya otoritas. Korupsi marak, terlestarikan karena sensitivitas sosial mereka hilang, dan kemudian di perparah dengan hancurnya moralitas publik.

Ketika IG (simbol negara) harus rela di kurung dalam kamar sel penjara (semoga hanya untuk sementara waktu) konsekuensinya secara ril pada saat itu juga menjadi cermin buruk bagi kehidupan bernegara. Oleh sebab itu maka tentu saja tiba saatnya khalayak Nothing Tulus. Termasuk IG sendiri yang telah tega meruntuhkan optimisme peradaban lembaga sebesar DPD, jika siap membawa dirinya mental dari hiruk pikuk politik Parlemen.

Nalar Politik Upeti

Sedikit mengesampingkan dulu kasus yang kebetulan menimpa IG. Memang harus di akui akar rumput hancurnya tata berbangsa dan bernegara kita dari waktu ke waktu adalah akibat nalar politik upeti yang telah mengkultus, tumbuh subur dalam masyarakat untuk mendapatkan kemudahan dari segala hal. Setelah mendapatkan kekuasaan, pada saat itu juga falsafah kebajikan berubah menjadi daulat pasar. Logikanya "bagaimana dapat apa" menjadi dalil yang maha kuasa. Sehingga cara berfikir serta tindakan politiknya selalu di tandai dengan transaksi sebesar apa upeti yang di dapat, bukan pelayanan (kebajikan).

Tradisi itu pula yang membuat seolah-olah ada anomali bahwa di negeri ini, siapapun selalu punya kesadaran penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan itu menjadi bagian dari bernalar. Jadi ketika kekuasaan melekat pada dirinya seakan budaya menerabas harta milik publik dijadikan privat.

Pada intinya, di tengah publik yang sedang sakit efek OTT IG. Setidaknya alarm kuat bagi khalayak. Kepantasan publik khususnya bagi anggota parlemen agar tidak melakukan tindakan buruk senekad IG. Begitu juga bagi lembaga tinggi negara lainnya, meskipun mengaku telah memiliki pakem filosofi yang kuat, tak layak untuk menepuk dada dulu. Sebab bisa saja bertindak pragmatis suatu waktu nantinya. Karena korupsi yang mendarah daging dapat dengan sesaat mengubah bahkan mengkhianati pakem filosofi lembaga publik.

DPD Tercoreng-Bopeng

Kemudian, ketika siapapun yang sedang melakoni peran unik kekuasaan akan merangsek naik ke lini tengah dan berubah fungsi menjadi pencari upeti. Dalam kasus ekstrem itu, bahkan dia bisa berperan sebagai pengingkar. Meskipun terlihat sempurna seperti sejatinya KPK sendiri, barangkali tak dapat di pungkiri masih menyimpan kelemahan yang sama lazimnya DPD. Problem-problem itu harus disadari betul. Sebab sudah terlalu banyak yang tersesat dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan filosofi publik.

Artinya jika begitu mental, bangunan demokrasi, politik serta bernegara kita ada yang salah. Semakin tercoreng-bopeng institusi negara supaya pencarian pemimpin politik kedepan tidak boleh sulapan. Begitu pula dengan Ketua DPD pengganti pasca IG di tangkap KPK. Sebenarnya semangat  dasarnya sepele hanya dibatasi oleh satu aturan, yaitu siapapun dia haruslah menganut filosofi dasar "Dewan Perwakilan Rakyat-Daerah".

Pada akhirnya, semua yang kita saksikan sekarang dari IG adalah penerapan dari sistem total pakem filosofi KPK yang terkenal melekat pada diri pimpinannya yang bertugas mengajarkan falsafah awas bahaya laten korupsi kepada DPD, DPR, MPR dan seterusnya sampai institusi negara ke seluruh pelosok.

Namun catatan kecilnya pasca di jegal IG, apakah DPD sungguh akan dibubarkan? Lantas kedepan bagaimana dengan lembaga tinggi negara lain jika pimpinannya "apes" terlibat praktek rasuah apakah juga akan bernasib serupa? Seperti pepatah 'tangkap tikusnya jangan bakar lambungnya'. Wallahu alam bishawab.[***]


Mujamin Innce
Pemerhati Parlemen 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya