Berita

Juri Ardiantoro/Net

Wawancara

WAWANCARA

Juri Ardiantoro: Pokoknya Undang-Undang Yang Belum Dibatalkan Masih Berlaku, Termasuk Soal Cuti

KAMIS, 08 SEPTEMBER 2016 | 09:30 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bekas Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta ini enggan men­gomentari sikap bakal cagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menolak cuti. Soalnya aturan mengenai hal itu belum ditetapkan. "Sesuatu yang be­lum ditetapkan nggak boleh menjadi pendapat resmi," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, ketika ditemui di DPR baru-baru ini.

Kendatiogah mengomentari manuver Ahok, Juri tak mau menunggu putusan judicial review yang diajukan Ahok ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal yang mewajibkan cuti bagi calon petahana. "Pokoknya undang-undang yang belum di batalkan masih berlaku," tam­bahnya.

Saat ini, jelas Juri, di dalam Undang-Undang Pilkada dis­ebutkan adanya kewajiban atau keharusan mengajukan cuti. Tetapi undang-undang tersebut tidak menyebut adanya sanksi bagi petahana yang enggan men­gajukan cuti. Berikut wawancara selengkapnya;


Sikap Ahok yang menolak ambil cuti, tanggapan anda?

Kita kan nggak bisa punya pandangan orang per orang. Kita kan bangun sistem.

Kalau aturannya secara keseluruhan?
Analisis politik itu, nggak boleh.

Kok analisis politik, aturan­nya bagaimana?

Aturannya itu kan kepala daer­ah yang belum menjabat dua kali pada jabatan yang sama, itu boleh menjadi calon. Siapa saja.

Bukan masalah boleh atau tidak menjadi calon, tapi boleh atau tidak petahana tidak am­bil cuti?
Ya itu nanti dibahas di peraturan kampanye. Kan belum ada. Belum bahas itu. Kan tahapannya belum jalan, masih lama. Oktober.

Jadi KPU belum punya aturan itu?
Sudah, cuma kan belum ditetapkan. Sesuatu yang belum ditetapkan nggak boleh menjadi pendapat resmi.

Apa mau menunggu putu­san MK dulu?
Tahapan nggak boleh menung­gu suatu proses yang belum pasti dong. Pokoknya undang-undang yang belum dibatalkan masih berlaku.

Ada sanksi nggak jika meno­lak cuti?
Kalau di undang-undang tidak menyebut sanksi.

Apa hal penting yang perlu diperhatikan oleh semua pihak dari tahapan-tahapan pilkada serentak ini?
Pokoknya yang paling penting adalah tahapan ini akan segera masuk tahapan pemutakhiran pemilih, pencalonan, verifikasi faktual. Makanya harus segera peraturannya selesai.

Maunya KPU, paling telat kapan?

Tadi sudah diputuskan 15 September. Kita sih lebih cepat lebih senang. Yang bikin tidak cepat kan bukan KPU.

Soal potensi DPT ganda ba­gaimana mengantisipasinya?

Nanti mau dibahas di pe­mutakhiran pemilih. Belum.

Terkait masa berlaku e-KTP seumur hidup, itu apa tidak menimbulkan persoalan ba­ru? Misalnya jika pemiliknya meninggal dunia apa bisa dipastikan tidak disalahguna­kan oleh pemilih fiktif ketika Pilkada?
Lho kan, administrasi kepen­dudukan pemerintah sudah punya mekanisme untuk me­nyeleksi penduduk kan. Pindah, mati, lahir itu ada catatannya semua.

Tapi celah untuk menyalah­gunakannya e-KTP seumur hidup kan masih terbuka?
Pemerintah sudah menjamin, ya kan. Administrasi kepen­dudukannya sudah ada. Jadi mengenai perkembangan pen­duduk itu ada catatannya se­mua.

Memangnya bisa dideteksi jika ada yang menyalahgu­nakan?
Ya bisa dong. Pasti itu. Masak nggak bisa secanggih itu.

Belajar dari Pilkada ta­hun lalu, kasus DPT (Daftar Pemilih Tetap) ganda masih banyak bertebaran hampir di seluruh daerah di Indonesia. Kok Anda begitu yakin pemi­lih e-KTP fiktif bisa dide­teksi?

Ya memang nggak boleh milih lebih sekali. Makanya ada tinta, ada waktu dibatasi dia memilih di situ. Kan ada daftar pemilih, ada datanya.

Jangan ditanya terus, memang begitu. Kalau mau pertanyaan tambahan terus pasti ada. Nanti kalau orangnya mati bagaimana, kalau mati hidup lagi bagaima­na... He-he-he. ***

Populer

UPDATE

Selengkapnya