Khofifah Indar Parawansa/Net
Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 yang memuat huÂkuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual ditunda DPR lantaran adanya missprocedure saat pembahasanÂnya. Menteri Khofifah yang turut membidani lahirnya Perppu tersebut memaparkan persoalan yang dihadapi DPR hingga akhirnya Perppu itu ditunda pengesahanÂnya. Berikut ini kutipan wawancaranya;
Rapat paripurna DPR beÂberapa waktu lalu memutusÂkan menolak Perppu Kebiri. Sebenarnya apa yang menjadi persoalan utama hingga akhÂirnya DPR memutuskan hal tersebut?
Bukan ditolak. Jadi saya ingin sampaikan di Komisi VII dan Komisi III, Komisi VII setuju, tapi di Komisi III mempersoalÂkan dari segi waktunya.
Lalu, bagaimana perkemÂbangannya sekarang?
Lalu, bagaimana perkemÂbangannya sekarang?Maka kemarin juga, tafsir terhadap Perppu itu dimasukÂkan pada masa sidang yang bersangkutan. Pada masa sidang berikutnya, atau disahkan pada masa sidang berikutnya.
Apa langkah atau lobi-lobi khusus yang diambil Kemensos pascapembatalan penetapan Perppu itu? Jadi sebetulnya, jangan bilang langkah Kemensos, ini leading sector-nya menurut surat Presiden adalah Kementerian PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Kemensos salah satu dari kementerian yang ditunjuk dalam surat Presiden. Kita mesti proporsional.
Oh ya, tahun ini kasus narkoba justru meningkat. Ada apa sebenarnya?Memang, data yang di-publish BNN tahun lalu itu ada Rp 63 triliun, yang terbaru Rp 72 triliun uang rakyat dipakai untuk memÂbeli narkoba. Itu artinya ada penÂingkatan, konsumsi masyarakat terhadap narkoba.
Yang membuat miris kini narkoba bahkan sudah masuk ke pesantren. Ini bagaimana? Jadi gini, ini semua industri yang menggiurkan, semua lini disasar. Kebayang nggak sih, TNI/ POLRI, Jaksa, Rektor, DPR, apa saja disasar. Karena memang pangsa pasarnya poÂtensial untuk bisa meningkatÂkan nilai jual mereka karena itu. Langkah preventif langkah hulu yang harus digencarkan. Kalau di Muslimat ada laskar anti narkoba, sudah keliling ke ranting-ranting. Nah sekarang di Ansor, ini menyiapkan badan Ansor anti narkoba. Kalau ini bergerak bersama pesantren, dan seluruh elemen lain, juga sudah melakukan tapi kan gerakan ini makin masif, startegis, harus makin sistemik dan terstrukur.
Lantas apa yang dilakukan Kemensos?Iya, kita pasti bergerak, denÂgan masing-masing kementerian dan lembaga. Tugas Kemensos itu, pada proses rehabilitasi korbannya. Kalau rehab medik itu Kemenkes, rehabilitasi sosial di Kemensos.
Sekarang ini ada 160 IPWL (Insititusi Penerima Wajib Lapor). Inilah yang memberiÂkan rehab sosial korban peÂnyalahgunaan narkoba. Kalau sungkan melapor ada call center 1500171. Di mana pun korban itu berada itu bebas pulsa, suÂpaya konsultasinya lebih leluasa bisa dikomunikasikan tujuh hari 24 jam. Itu hilirnya rehabnya ini hulunya. Bagaimana pencegaÂhan dilakukan.
Belakangan banyak peÂcandu yang tertangkap menoÂlak direhabilitasi di panti rehabilitasi, tapi justru ingin mondok di pesantren. Apa bisa difasilitasi?Rehab di pondok, ini kalau direhab memang harus ada keÂmauan dari diri dan keluarganya. Pondok jangan dijadikan tempat residu, tapi boleh rehab berbasis pondok. Dan sudah banyak itu. Kalau misalnya pondok ini menyiapkan tempat untuk dijadikan rehab, boleh. Nanti akan sinergi dengan pola-pola pendekatan spiritual yang serÂingkali memang dikedepankan dalam proses rehab korban peÂnyalahgunaan narkoba.
Apa dukungan pemerintah untuk pondok yang menyiapÂkan tempat rehab pencandu narkoba?Dukungan pemerintah terÂhadap pondok itu IPWL, jadi saya datang di Bengkulu ada dua pondok. Yang ternyata sangat efektif, yang mengikuti rehab bukan hanya dari indonesia ternyata dari beberapa negara ASEAN juga ikut.
Bantuan pemerintah, ada. Dari IPWL akan terkoordiÂnasikan. Bersertifikasi oleh Kemensos.
Terkait korban kabut asap, penanganan dari Kemensos sendiri saat ini seperti apa?Soal bantuan Kemensos unÂtuk korban asap, Karhutla ada Inpres 11/2015 yang menugasÂkan Kemensos menyiapkan shelter atau rumah singgah, tim pro trauma healing dan trauma konseling.
Itu sudah dilakukan. Saya sudah datang, saya cek lapanÂgannya, yang tereport kira-kira ada 30 titik rumah singgah. Saya datang ke Ogan Ilir. Di OI saya cek, pastikan ada oksigen, air purifier, dan ada
front liner-nya. ***