Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU Muara Jawa, di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang dilakukan PT Indo Ridlatama Power hingga merugikan keuangan negara Rp 3,7 miliar.
PT Indo Ridlatama Power adalah anak usaha PT Indonesia Power yang merupakan anak perusahaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Laporan dugaan korupsi itu diadukan Andi P. Iskandar selaku kuasa hukum Bambang Waseso yang merupakan Direktur PT Energi Bara Utama tertanggal 5 Oktober 2015. Namun sampai sekarang, tidak ada kelanjutan atas laporan tersebut oleh KPK.
"PT IRP melakukan pembebasan lahan untuk keperluan pembangunan PLTU Muara Jawa seluas 46,3 hektar itu dengan cara diduga merekayasa surat tanah dan jual beli yang mencurigakan. Yang pada akhirnya patut diduga terjadi tindak pidana korupsi," kata Bambang Waseso dalam keterangannya, Minggu (28/8).
Salah satu contoh, surat pernyataan pelepasan hak garapan atas tanah seluas 2,6 hektar dari 46,3 hektar. Yang pada awalnya seolah-olah pemilik lahan sebelumnya atas nama Nawir menjual lahan kepada pihak swasta Donny Juniarto pada 24 April 2011 dengan harga Rp 78 juta. Kemudian lahan tersebut pada 22 Agustus 2011 oleh Donny Juniarto dijual kepada PT IRP yang diwakili Bambang Pryambodo seharga Rp 78 juta.
Pada 12 November 2013, oleh PT IRP yang diwakili Makmur Marzuki menjual kembali lahan tersebut kepada Donny Juniarto seharga Rp 78 juta.
"Satu bulan kemudian pada 24 Desember 2013, lahan itu dijual kembali kepada PT Ridlatama Bangun Mandiri yang diwakili oleh Benito Maulana seharga Rp 78 juta. Pada 30 April 2014, lahan tersebut oleh PT Ridlatama dijual kembali kepada PT IRP yang diwakili Makmur Marzuki seharga Rp 286 juta," jelas Bambang.
Jual beli dilakukan secara bolak-balik yang pada ujungnya dijual kembali kepada PT IRP, bahkan harganya melonjak dari Rp 78 juta menjadi Rp 286 juta dalam kurun waktu tiga tahun. Luas tanah 2,6 hektar itu salah satu contoh tanah dari 46,3 hektar yang akan digunakan untuk pembangunan PLTU.
"Sehingga PT IRP melakukan pembebasan lahan untuk keperluan PLTU seluas 46,3 hektar diduga dilakukan secara rekayasa," bebernya.
Bambang mengklaim sudah memiliki bahan lengkap pembelian lahan 46,3 hektar. Diantaranya dari pemilik bernama Nawir seluas 2,6 hektar, Abbas 2,6 hektar, Muhammad Noor 2 hektar, dan 1,2 hektar.
Dugaan korupsi itu sendiri terungkap setelah tanah milik PT EBU dipalsukan suratnya untuk pembangunan PLTU dengan keterlibatan Plh Lurah Teluk Dalam, Muara Jawa. Bahkan Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara sudah menetapkan kasus pemalsuan surat tanah itu lengkap atau P21 dengan lima tersangka, yakni Hardiansyah selaku Plh. Lurah Teluk Dalam, Noordinsyah petugas kantor kecamatan, serta Agus Salim, Winarto dan Junaidi yang merupakan perantara penjualan tanah.
[wah]