Berita

Ririek Adriansyah/Net

Bisnis

Dirugikan Tarif Interkoneksi, Telkomsel Protes Menteri Rudi

Kemenkominfo Yakin Masyarakat Diuntungkan Tarif Telepon Murah
KAMIS, 25 AGUSTUS 2016 | 09:06 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Telkom Group melalui anak usahanya PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mengirim surat keberatan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Telkom merasa tak puas dengan kebijakan Menteri Rudiantara soal tarif baru interkoneksi yang turun 26 persen per 1 September 2016.

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menyatakan, perhitungan tarif interkoneksi sejatinya diatur dalam Undang-undang 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

"Intinya interkoneksi harus berbasis biaya masing-masing operator lantaran kemampuan membangun operator ini berbe­da-beda," ujar Ririek.


Selama ini, sambung dia, tarif interkoneksi diatur secara simetris menggunakan data angka Telkomsel sebagai operator dominan. Perhitungannya pun sesuai dengan kesepakatan di antara operator selular yang men­jalankan bisnisnya di Indonesia.

"Sementara, tarif baru in­terkoneksi yang akan berlaku September nanti kan belum ada kesepakatan, tapi Kominfo su­dah ketok palu. Kami tidak puas, kami dan Telkom Group sudah memberikan respons resmi atas surat edaran itu. Tetapi sejauh ini belum ada respons dari Kominfo," tegas Ririek.

Ia melanjutkan, di aturan me­mang tidak disebutkan perhi­tungan tarif interkoneksi harus berdasarkan metode simetris atau asimetris. Yang disebutkan adalah berbasis biaya masing-masing operator, tetapi karena operatornya berbeda-beda maka dalam arti luas jaringan, biaya dan lainnya.

"Yang paling menentukan adalah luas jaringan, karena operator yang punya 10 menara pemancar (BTS) dan 1.000 BTS kan biayanya berbeda. Kalau ada operator yang punya 10 BTS dan 1.000 BTS dibayar sama maka yang punya BTS sedikit nggak bakal mau bangun agresif, kalau pada akhirnya dibayar sama dengan punya 1.000 BTS. Padahal seharusnya, interkoneksi nggak boleh ambil untung karena itu cost recovery," jelas Ririek.

Keuntungan Menurun

Pengamat Telekomunikasi Nonot Harsono menilai semua pihak baik perusahaan, Kominfo selaku regulator hingga Dewan Perwaki­lan Rakyat di Senayan harus meli­hat kasus ini dengan jernih.

Pasalnya, biaya interkoneksi adalah biaya yang dikeluar­kan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan, yang artinya, tarif interkoneksi bu­kan bisnis tapi kewajiban dari operator penyelenggara layanan telekomunikasi.

"Nggak ada ruginya. Yang jadi masalah saat ini kan adalah besa­rannya, di mana Telkomsel merasa dirugikan jika tarifnya turun. Padahal, kalau melihat Rata-rata Pendapatan Per Menit (ARPM) dari laporan keuangan Telkomsel tahun 2015 hanya Rp 162 rupiah, artinya mereka masih untung kalau pemerintah menetapkan harga baru Rp 204, memang keun­tungannya menurun," kata Nonot kepada Rakyat Merdeka.

Ia melanjutkan, semua pihak juga harus melihat keuntungan lain yang didapat masyarakat dengan turunnya tarif in­terkoneksi, yaitu tarif telepon selular akan turun.

"Ini yang harus dikawal, kalau nanti tarif interkoneksi turun, se­mua operator harus menurunkan tarif panggilannya. Masyarakat akan diuntungkan, karena bisa menelepon lebih murah. Ada sisi positifnya juga kan," tegasnya.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo Ismail Cawidu mengatakan, pemerintah menyadari kebijakan yang akan ditetapkan nantinya mungkin tidak dapat memenuhi keinginan semua pihak. Namun pihaknya tetap berpedoman pada manfaat yang lebih luas bagi masyarakat dan industri.

"Pemerintah menegaskan kembali, tujuan dari penyempur­naan tarif interkoneksi tak lain dan tak bukan adalah untuk men­dorong iklim kompetisi yang sehat serta menjaga pertumbu­han industri guna memberikan manfaat dan kemudahan bagi konsumen," tuntasnya.

Seperti diketahui, Kominfo sudah memutuskan tarif baru interkoneksi mulai 1 September sebesar Rp 204, turun dari sebelumnya Rp 250 untuk seluruh operator seluler di Indonesia. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya