Politisi Partai Nasional Demokrat mengkritik pernyataan Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatÂakan akan melanjutkan kebijakan Menteri ESDM sebelÂumnya, Arcandra Tahar. Menurut Kurtubi, ada beberapa kebijakan Arcandra Tahar yang perlu dievaluasi.
Seperti diketahui, sebelum dicopot dari kursi Menteri ESDM, Arcandra sudah meneken perpanjangan izin ekspor konsentrat oleh PT Freeport Indonesia hingga 11 Januari 2017. Surat Persetujuan Ekspor (SPE) itu dikirim Arcandra ke Kementerian Perdagangan pada 10 Agustus lalu. Dalam rekomendasi tersebut, Freeport memperoleh kuota ekspor konÂsentrat tembaga sebanyak 1,4 juta ton dengan bea keluar hanya 5 persen.
Padahal Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba dengan jelas melarang ekspor konsentrat. Kebijakan ini, menurut Kurtubi, jika dilanjutkan oleh Menteri Luhut berpotensi merugikan negara dan melanggar hukum. Berikut ini penjelasan Kurtubi terkait hal tersebut;
Arcandra kabarnya telah meneken perpanjangan ekÂspor konsentrat PT Freeport, ini bagaimana?Kita dengar memang beliau sudah mengeluarkan kebijakan untuk mengeluarkan izin ya. Pada hakikatnya memang seyoÂgyanya demikian. Tetapi siapa pun menteri yang akan datang perlu dilihat dan dievaluasi kembali.
Kenapa perlu dievaluasi?Sebab pada saat yang sama kiÂta banyak beda pendapat denganpihak PT Freeport ya.
Dalam hal apa perbendaan pendapatnya itu?Contoh yang paling jelas, misalnya; harga jual saham. Freeport mengacu kepada harga aset sampai tahun 2021 menghasilkan nilai 1,5 miliar dolar harga sahamnya, 10 persen. Pemerintah mengatakan acuannya harus mengacu ke regulasi Permen (Peraturan Menteri).
Memangnya apa untungnya jika mengacu pada Permen?Kalau Permen yang diguÂnakan, nilai saham itu sekitar 800-an juta USD. Nah ini ada perbedaan yang cukup tajam yang harus dicari solusinya. Nah pada saat Freeport membutuhÂkan perpanjangan ini bisa jadi negosiasi. Artinya bagaimana negara bisa sedapat mungkin memperoleh keuntungan penerimaan yang setinggi-tingginya kan. Orientasinya itu.
Terkait kebijakan perpanÂjangan izin ekspor konsentrat itu sendiri bagaimana?Bisa saja dikasih perpanjangan(izin), tetapi syaratnya tentu smelter-nyaya. Smelter syarat utama, apakah ada kemajuan apa ndak. Bila perlu kalau menurut pendapat saya Smelter itu di Papua.
Bukankah perpanjangan izin ekspor itu atas sepengetaÂhuan Komisi VII DPR?Kita belum tahu dari Komisi VIIya. Kita tahunya dari media.
Lantas jika kontrak perpanÂjangan izin itu diteken tanpa sepengetahuan DPR apa ada konsekuensi hukumnya?Eee... Batal sih ndak. Kita lihat nanti tergantung dalam rapat-rapat bagaimana penjelasan berikutnya dari Plt Menteri ESDM ya.
Apa akan memanggil Plt Menteri ESDM?Oh pasti. Pasti itu. Ini kan mitra utama kita kan Menteri ESDM. Masalah-masalah yang aktual pasti kami akan bicarakan.
Kapan konkretnya pemangÂgilannya itu? Konkretnya kami akan susun dulu jadwal kegiatan Komisi VII. Minggu depan, ini sudah penyusunan agenda Komisi VII.
Menurut Anda, ada kepentingan siapa sih sebenarnya di balik perpanjangan izin ekspor konsentrat itu?Ee... Kita lihat dulu, nggak biÂsa langsung kita judge, mungkin ada penjelasan-penjelasan yang belum kita dengar. Mengapa dikasih izin, perlu kita telusuri agar kegiatan ekonomi di sana tidak terhenti. Tetapi kan ada masalah-masalah lain yang terkait Freeport ini. Perpanjangan konÂtrak, divestasi dan seterusnya. Tambang bawah tanah, dan lain sebagainya. Banyak masalah. Dan itu, ingat Freeport bekerja atas dasar kontrak karya.
Memangnya ada yang dilÂanggar Freeport dalam konÂtrak karya?Kontrak karya itu menyeÂbutkan ada perbedaan harus diselesaikan di antara ke dua belah pihak. Sepakat jalan, tidak sepakat nggak jalan.
Anda sendiri memangnya sepakat dengak adanya konÂtrak karya?Kontrak karya menurut pendaÂpat saya harus dihapus dari bumi Indonesia. Karena itu bertentanÂgan dengan UUD 1945.
Terus bagaimana dong?Tepatnya nanti di dalam revisi Undang-Undang Minerba ya.Kalau pemerintah menganggapmenungÂgu Undang-Undang Minerba lama, kenapa nggak Perppu, jika dalam keadaan darurat. Misalnya seperti itu. Sebab kalau kontrak karya, negeri ini dirugikan. ***