Holding perusahaan-perusahaan BUMN sektor migas dinilai sebagai solusi energi nasional. Sebab, dengan menjadi satu payung, maka kapital perusahaan akan jauh lebih besar sehingga bisa bersaing dengan negara lain.
"Kalau bicara pengembangan energi, tidak bisa bicara hanya mengenai persaingan dalam satu negara, tetapi harus disandingkan dengan negara lain. Dan dengan holding hal itu bisa dilakukan," ujar Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Paripurna P. Sugarda kepada wartawan, Selasa (9/8).
Itu sebabnya, dia berpendapat bahwa pemerintah harus segera mewujudkan holding BUMN migas. Pesatnya peningkatan asset capital melalui holding BUMN migas akan membuat holding bisa melakukan banyak hal untuk memperkuat posisinya. Baik terhadap peningkatan atau kecepatan perusahaan, pengembangan perusahaan.
"Kalau perusahaan besar maka bargain possition besar. Karena kapitalnya juga besar sehingga pengembangan usahanya juga menjadi besar," jelas Farid, begitu dia disapa.
Di dalam holding, PT Pertamina memang seharusnya membawahi Perusahaan Gas Negara (PGN). Karena bagaimana pun Pertamina merupakan perusahaan migas terbesar di Tanah Air. Tentang pendapat jika PGN berada di bawah Pertamina dapat menyuburkan keberadaan mafia migas dia mengaku tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, semua tergantung dari governance pemerintah dalam melakukan pengawasan, termasuk dalam menempatkan orang-orang untuk mengawasi.
Pernyataan Farid tersebut sekaligus membantah pendapat mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri yang mengatakan bahwa holding bukan merupakan jalan keluar persoalan energi di Indonesia. Selain itu, juga membantah bahwa PGN yang go public lebih baik dibandingkan Pertamina yang tidak go public.
"Indikator bagus dan jelek itu apa. Sahamnya bagus karena pasar merespons positif holding kok," katanya.
Selain itu, kalangan dunia usaha juga berpendapat bahwa holding BUMN migas adalah solusi energi, termasuk gas. Untuk itu dunia usaha mendesak agar pemerintah segera mewujudkan holding BUMN migas. Seperti disampaikan Ketua Komisi Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja bahwa pembentukan holding sangat dibutuhkan dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Menurutnya, dengan PGN berada di bawah Pertamina maka tidak akan lagi tumpang tindih kewenangan dari dua BUMN sejenis. Selain itu, tentu saja akan mengedepankan kepentingan nasional karena Pertamina merupakan BUMN murni. Hal ini berbeda jika masih berdiri sendiri-sendiri seperti saat ini karena dilhawatirkan PGN akan didominasi kepentingan investor.
"Jadi, tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda. Tidak usah ditunggu. Semua pengusaha mengharapkan agar ada satu bendera yang jelas," beber Widjaja.
Dalam konteks penyatuan itulah Widjaja mempertanyakan jika terdapat kalangan yang mengaku sebagai dunia usaha, namun malah mengkhawatirkan bahwa holding BUMN akan membuat harga gas menjadi tinggi. Ini adalah logika yang terbalik. Karena dengan penyatuan maka akan meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya akan membuat harga justru menjadi lebih murah.
"Tidak mungkin harga menjadi lebih tinggi, karena holding akan meningkatkan efisiensi. Jangan-jangan mereka yang berbicara dalam sudut pandang pedagang atau trader," jelas Widjaja.
Pemerintah hendaknya juga melihat dari sudut pandang holistik dan tidak parsial. Jangan lupa, 80 persen industri terkonsentrasi di Jawa, di mana semua industri tersebut menginginkan holding segera direalisasikan.
"Jika holding masih berlarut-larut maka tidak ada kesepakatan harga dan itu akan menghambat efisiensi," tegas Widjaja.
[wah]