Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mempertanyakan dibukanya investasi asing untuk usaha perikanan tangkap di Natuna. Sebab apabila pengelolaan perikanan wilayah Natuna dikuasai oleh asing, maka pemilik Susi Air ini mengkhawatirkan nelayan Indonesia sulit untuk mendapat ikan di wilayahnya sendiri.
"Peraturan investasi ini memang pro illegal fishing, bawa kapal, bikin pabrik abal-abal, tangkap ikan, transhipment di tengah laut. Bawa pergi ikan ke negeri masing-masing dengan kapal-kapal tramper mereka yang berukuran 1.000 GT (Gross Ton) sampai dengan 10.000 GT," ujar Susi dalam keterangan tertulis, Jakarta.
Dari 2003 hingga 2013, sebanyak 115 pabrik pengolahan ikan nasional tutup dan bangkrut akibat tidak mendapat pasokan bahan baku. Akibat dibukanya investasi asing, juga membuat Rumah Tangga Nelayan berkurang 50 persen, dari 1,6 juta menjadi hanya tersisa 800 ribu rumah tangga.
"Hidup sebagai nelayan tidak lagi bisa mencukupi. Contoh di Cirebon 15 sampai dengan 20 tahun yang lalu di mana udang dalam satu malam hilang ratusan ton. Cilacap 50 sampai dengan 100 ton hilang per hari. Pangandaran 10 sampai dengan 50 ton per hari. Semua hilang," geram Susi.
Nelayan yang mencoba bertahan hidup dengan kondisi tersebut, terpaksa mencoba segala cara meski harus merusak ekosistem laut dengan menggunakan portas, bom, atau pun cantrang. Pemerintah pun kena imbasnya, sebab negara hanya mendapat Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebanyak Rp 300 miliar.
Maka itu, sejak Susi menjabat sebagai menteri Kelautan dan Perikanan, dirinya langsung menjadikan laut Indonesia sebagai aset masa depan bangsa.
Perang terhadap Illegal Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) moratorium untuk kapal-kapal eks asing dan pelarangan transhipment langsung membuat sektor perikanan menyumbang pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebanyak 8,9 persen atau hampir dua kali lipat dibanding sumbangan sektor-sektor lainnya.
"Nilai tukar nelayan di September tahun 2014 hanya 102, naik di awal tahun 2016 mencapai 110. Harga ikan juga menyumbangkan deflasi 0,42 persen atas harga ikan yang cenderung turun. Pasar-pasar becek sekarang ada ikan, warteg juga jualan ikan. Di sisi lain, PDB perikanan di Thailand dan negara-negara lainnya langsung terpuruk," tutur dia.
Sayangnya, langkah Susi banyak mendapat perlawanan dan tentangan. Sebab, beberapa pengusaha bahkan pejabat berteriak karena tak lagi mendapat komisi terhadap pengamanan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
Kondisi demikian membuat Susi mempertanyakan investasi perikanan yang diwacanakan untuk kembali dibuka kepada asing. Sebab secara pengolahan dan pengelolaan, warga dan bahkan Pemerintah Indonesia tidak akan mendapat penerimaan yang sewajarnya, padahal perikanan di wilayah tersebut merupakan milik warga dan Pemerintah Indonesia demi kesejahteraan bangsa.
"Dan saya berani untuk tetap mempertanyakan kepada siapa saja tentang investasi asing di perikanan tangkap yang sudah pernah ada di negeri ini. Silakan siapa yang mau menyebutkan perikanan tangkap asing itu siapa? Dari negara mana? perusahaan apa? Apa yang telah diberikan kepada negeri ini? Saya akan cermati itu," tegas Susi.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Luhut B. Panjaitan mewacanakan untuk membuka kembali peluang pengelolaan perikanan di wilayah Natuna bagi investasi asing. Mantan Menkopolhukam itu menyiratkan keinginannya untuk mengubah aturan Daftar Negatif Investasi (DNI) demi mengakomodasi investor asing untuk masuk mengelola perikanan Natuna.
[wid]