Gudang penyimpanan pakaian bekas impor berada di Jalan Inspeksi Banjir Kanal Timur (BKT), RT/RW 7/1, Kelurahan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur sepi.
Pintu gudang yang terbuat dari seng dalam kondisi digemÂbok. Tidak ada lagi garis polisi (police line) yang menutupi bagian depan gudang. Hanya ada sisa bekas garis polisi di gagang dan bagian samping pintu gudang.
Kondisi berbeda terdapat pada enam truk pengangkut pakaian, yang terparkir di pinggir Jalan Inspeksi BKT. Enam truk itu dikelilingi police line. Bak seÂmua truk tampak mengembang seperti ada isinya. Bagian atas bak truk-truk itu ditutupi terpal yang diikat dengan tali ke badan truknya, sehingga tidak bisa dilihat isinya.
Truk tersebut merupakan salah satu benda yang disita polisi, keÂtika melakukan penggerebekan akhir pekan lalu. Gudang beruÂkuran 400 meter itu, berada agak ke dalam, tepatnya di tengah permukiman penduduk, dan berbagai gudang penyimpanan lain. Di samping gudang terdapat rumah susun sewa (rusunawa) yang sedang dibangun.
Pemilik gudang itu seorang lelaki berinisial HS yang masih buron. Dia dibantu 11 anak buahnya mengelola usaha terseÂbut. Sebelas orang itu kini sudah diringkus polisi. HS juga dibantu dua lelaki berinisial PR dan UD yang memasok berkoli-koli baju bekas tersebut. Setiap bulan, HS mengirim uang Rp 6 milliar ke PR dan UD. Lalu, secara bertahap, berkoli-koli baju bekas tiba di gudang setiap malam hari, ketika penduduk sudah terlelap.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Fadhil Imran mengatakan, gudang itu menjadi tempat transit pakaian impor bekas. Sebelum transit, berkoli-koli pakaian bekas itu dikirim dari Jepang, Korea, dan China lewat laut. Singgah di Portland, Malaysia, baru kemudian masuk ke Indonesia lewat pantai timur Sumatera. Bersandar di pelabuÂhan-pelabuhan tikus. Tak terÂpantau.
Wilayah yang paling sering ditembus penyelundup pakaian impor bekas, antara wilayah Tembilahan di Kabupaten Indragiri Ilir, serta Tanjung Balai Asahan. Dari sana, barang itu diangkut memakai truk ekspedisi ke Jakarta. Masuk ke gudang yang seluruhnya dilapisi seng dan dikelola HS.
"HS kemudian menyuplai berkoli-koli pakaian bekas ini ke kota-kota lain. Ada ke Ungaran, Semarang, Surabaya, dan lainnya. Sementara di Jakarta, disuplai ke Pasar Senen," terangnya.
Fadhil mengungkapkan, untuk menyelidiki gudang ini, polisi dari Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menyamar di lapak pakaian bekas di Pasar Senen selama berbulan-bulan. Menyamar menjadi apa saja unÂtuk mengidentifikasi siapa pemiÂlik lapak-lapak di sana. Setelah didapat, para pemilik dibuntuti selama berbulan-bulan.
"Akhirnya kami mengetahui kalau pemilik lapak pakaian bekas di Pasar Senen mengamÂbil langsung karung baju bekas yang dibelinya ke gudang di Cakung. Kami pun langsung menggerebeknya," ungkapnya.
Fadhil menjelaskan, dari supÂplier, HS membeli setiap koli (per bal) seharga Rp 1,5 juta. Selanjutnya, HS menjual ke pemilik lapak baju bekas di Pasar Senen seharga Rp 2,5 juta - Rp 3 juta per bal. Setiap koli rata-rata berisi 300 bal pakaian bekas. Begitu juga dengan pemilik lapak di Ungaran, Semarang, ataupun Surabaya.
"Setiap bulan, HS mendapat untung Rp 1 milliar dari usaha ini," jelasnya.
Dia memaparkan, dari guÂdang HS, pihaknya menyita 2.000 koli pakaian bekas, 6 unit truk sebagai alat angkut, 11 nota surat jalan, serta satu buku catatan distribusi barang. Setiap mengangkut berkarung-karung pakaianbekas, supplier HS selalu membungkusnya dengankardus bertuliskan SNI. Sehingga, apabila ada pemerikÂsaan, disangka barang ber-SNIyang tengah diangkut.
"Isi sesungguhnya ribuan kemeja, kaos oblong pria, kaos oblong wanita, baju lengan panjang, dan ribuan potong celanajeans yang seluruhnya kami sita sebagai barang bukti," paparnya.
Fadhil menuturkan, hasil peÂmeriksaan penyidikan dikeÂtahui bahwa HS dan UD sudah tiga tahun terakhir ini berbisnis pakaian bekas selundupan. Para tersangka diketahui selalu berÂpindah tempat, sehingga cukup menyulitkan Kepolisian dalam mengungkap operasi mereka.
"Sampai saat ini tiga terÂsangka yang sudah diketahui identitasnya, yakni HS, PR, dan UD masih dalam pengejaran," tuturnya.
Kepala Bea dan Cukai Provinsi Riau Abdul Karim mengatakan, sulit mendeteksi pakaian bekas itu masuk ke Indonesia. Sebab, masuknya lewat pelabuhan tikus yang tak terhitung jumÂlahnya di sepanjang pantai timur Sumatera.
"Pelabuhan tikus itu berupa pelabuhan tradisional milik warga yang lokasinya berbatasan dengan Malaysia. Tetapi, beÂberapa kali kami juga pernah tangkap," kata dia.
Menurut dia, sedikitnya terÂdapat 100 pelabuhan di Pulau Sumatra rawan menjadi jalur penyelundupan tekstil dan baÂrang bekas dari luar negeri ke Indonesia. Paling sering, ujar Abdul, Bea dan Cukai meringÂkus penyelundupan pakaian bekas impor di wilayah Tanjung Balai Asahan.
"Dengan jumlah sumber daya manusia yang ada, kami harus melakukan pengawasan ekstra. Tapi, itu tidak ter
cover semua. Makanya, mereka bisa masuk dengan mudah," terangnya.
Dari hasil pemeriksaan, pakaianilegal tersebut dikumpulkan di Malaysia terlebih daÂhulu, untuk kemudian masuk ke daerah di Provinsi Riau lewat pelabuhan tikus. Barang kemuÂdian dipindahkan ke kapal lain di wilayah perairan Malaysia. Kapal-kapal kecil ini kemudian masuk ke pelabuhan-pelabuhan tikus di daerah Tembilahan, Provinsi Riau.
Dari sana, penyaluran berÂpindah lewat jalur darat dengan menggunakan truk. Truk-truk itu lalu mengambil jalur Pantai Timur Sumatera menuju pelabuÂhan Bakauheni, Lampung. Di sana mereka menyebrang ke Pulau Jawa melalui Pelabuhan Merak. Baru kemudian ditimbun di gudang di Cakung.
Para tersangka dijerat pasal 111, pasal 112 ayat 2, dan pasal 113 Undang Undang Nomor 7/2014 tentang Perdagangan, junto Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, dan atau UUNomor 10/1995 tentang Kapabeanan. Dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar. ***