Berita

jaya suprana/net

Jaya Suprana

Kekesatriaan Para Satria Korban Reshuffle

SABTU, 30 JULI 2016 | 09:42 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

RESHUFFLE kabinet itu hal biasa. Reshuffle kabinet atas pertimbangan aritmatika politis juga biasa. Dalam reshuffle kabinet ada menteri tetap dipertahankan pada jabatannya juga biasa. Juga biasa dalam reshuffle kabinet ada menteri bukan cuma digeser namun dihajar pemutusan hubungan kerja.

Sudah terlanjur dianggap biasa bahwa menteri tidak memiliki hak ketenagakerjaan seperti misalnya, hubungan kerja hanya bisa diputus setelah tiga kali memperoleh peringatan. Memang presiden memiliki hak mutlak yang disebut prerogatif untuk mengangkat dan memecat menteri.  

Hak prerogatif mirip kekuasan absolut para raja di masa sebelum Revolusi Perancis seperti misalnya Raja Louis XIV yang tersohor dengan sesumbar l’etat c’est moi : negara adalah saya yang memang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun kecuali Tuhan.


Apabila seseorang dipilih kemudian dilantik menjadi menteri oleh seorang presiden maka belum pernah terdengar berita ada yang menolak. Kenyataan bahwa tidak ada yang menolak jabatan menteri pada hakikatnya logis maka layak dianggap sebagai wajar. Apabila ada yang menolak dipilih lalu dilantik menjadi menteri maka layak dianggap tidak wajar sebab tidak lazim.

Akibat memiliki hak prerogatif maka presiden tidak perlu memberikan alasan ketika  dirinya mengangkat seseorang menjadi menteri. Dalam hal memilih seorang menteri, Presiden tidak perlu mempertanggungjawabkan pilihannya terhadap siapa pun termasuk terhadap Tuhan. Yang wajib bertanggung jawab atas pilihan presiden malah pihak yang dipilih dan dilantik menjadi menteri. Akibat presiden secara prerogatif kebal ganggu gugat maka presiden juga berhak sepenuhnya memecat sang menteri tanpa alasan apa pun apalagi pertanggung-jawaban terhadap siapa pun.

Kehendak presiden secara mutlak sepenuhnya menjadi pembenaran sekaligus pengabsahan pemecatan seorang menteri yang semula dipilih dan dilantik oleh presiden untuk duduk di kabinetnya. Dengan kondisi seperti itu maka terpaksa seorang menteri sama sekali tidak memiliki hak untuk menolak apabila presiden berkehendak memecat sang menteri terkait.

Seseorang yang diangkat menjadi menteri pada hakikatnya tidak layak untuk dihormati selama insan tersebut belum sempat berkarya sebagai menteri sebab baru dipilih dan dilantik. Sama tidak layaknya dengan Penghargaan Nobel untuk perdamaian yang dianugerahkan kepada Barack Obama ketika baru saja terpilih menjadi presiden sehingga belum sempat berbuat apa pun untuk menghadirkan perdamaian di planet bumi ini. Yang layak dihormati adalah mereka yang bersikap legowo ketika mendadak dipecat dari jabatan yang semula diberikan oleh presiden yang kemudian memecat dirinya.

Sikap legowo memang merupakan citra kekesatriaan khas Indonesia yang layak dihormati. Penghormatan terhadap para menteri yang legowo dilengserkan dari kabinet memang bisa saja dianggap sebagai mengada-ada bahkan lebai  oleh mereka yang menganut paham sepah yang sudah habis manisnya tentu wajib dibuang. Tidak membuang sepah yang sudah habis manisnya memang dianggap sikap konyol bahkan mubazir terutama di kalangan para politisi tulen penganut mazhab utilitirianisme yang memang wajib menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.

Namun saya pribadi memberanikan diri untuk menghormati para korban reshuffle sebab saya pribadi dapat merasakan betapa sulit untuk bersikap legowo apabila kebetulan diri saya yang diperlakukan secara habis manis sepah dibuang. Memecat seseorang memang  jauh lebih ringan membebani perasaan sang pemecat ketimbang perasaan seseorang yang dipecat dari jabatan yang semula diberikan oleh sang pemecat.

Beban perasaan itu makin berat apabila sebagai korban pemecatan, kita tidak tahu-menahu tentang kesalahan apa yang telah kita perbuat sehingga kita tidak bisa tidak memang hukumnya wajib harus dipecat. Maka saya tulus menghormati  sikap kekesatriaan para satria yang mampu bersikap legowo pada saat diri mereka diberhentikan dari jabatan oleh sang pemberi jabatan tanpa kejelasan kesalahan apa yang telah mereka lakukan.

Saya percaya bahwa para satria korban reshuffle akan tetap mempersembahkan karsa dan karya terbaik dirinya bagi bangsa, negara dan rakyat Indonesia.[***]

Penulis adalah pembelajar makna kekesatriaan 

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya