Proyek automatic ticketing system atau sistem tiket otomatis Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni PT ASDP Indonesia Ferry diduga bermasalah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses tender hingga implementasi proyek kerja sama operasi (KSO) dengan PT Mata Pensil Globalindo itu.
Sistem tiket otomatis diÂpasang di Pelabuhan Merak dan Bakauheni untuk memudahkan pendataan kendaraan yang akan masuk kapal ferry. Sistem akan mendeteksi jenis kendaraan di toll gate dan menentukan besar tarif yang dikenakan kepada pengemudinya.
Tender proyek sistem tiket otomatis dimulai awal 2015. Ada empat perusahaan yang berminat menggarap proyek ini. Yakni PT Telkom Indonesia, PT Mata Pensil Globalindo (MPG), PT Hoffmen Parkindo, PT Alita Praya Mitra dan PT Sigma Cipta.
Tim lelang memberikan skor rata-rata PT MPG 86,67 berdasarkan dokuman yang dimasukkan. Perusahaan itu mendapat skor tertinggi dalam penilaian Bill of Quality (BOQ) requirement untuk SDMyakni 91,67. Sedangkan untuk penilaianBOQ requirement peralatan di bawah PT Hoffmen Parkindo yang mendapat skor 90,22.
Dalam dokumen penawaran, PT MPG mengajukan pembagian pendapatan (sharing revenue) proyek paling rendah, yakni hanya 13 persen. Sementara Telkom berani 18 persen. Namun akhirnya PT MPG yang ditunjuk sebagai mitra KSO.
Padahal, PT MPG adalah perusahaan baru yang tidak punya pengalaman sama sekali dalam proyek e-ticketing. Dalam website-nya, PT MPG mengakui baru berdiri pada 2013.
Temuan BPK, perusahaan itu tak menyertakan bukti pembaÂyaran PPh 21 dalam dokumen tender. Sebab, PT MPG belum memiliki pegawai.
Untuk memenuhi persyaratan itu, PTMPG menyerahkan bukti pembayaran PPh 21 PTKlik Sinergi Solusi, perusahaan yang diklaim anggota konsorsium daÂlam menggarap proyek ini.
PT MPG juga menyerahÂkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pegawai PT Smadpro Solusi Asia, bukan NPWP PT MPG. Begitu pula lampiran Surat Keterangan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Yang diserahkan milik PT Klik Sinergi Solusi. PT MPG belum menjadi PKP karena perusahaan itu beÂlum pernah ada kegiatan apapun sejak didirikan.
BPK juga mempersoalkan kontrak KSO yang diteken ASDP dengan PT MPG. Kontrak itu tidak mengatur penempatan pegawai ASDP dalam manajeÂmen KSO.
Juga tidak mengatur tata pemÂbayaran pembagian pendapatan. Mulai dari nota tagihan, faktur pajak, nomor rekening mitra kerja, waktu pembayaran, rekonÂsiliasi data yang jadi dasar perhiÂtungan hingga cara penyelesaian perbedaan data saat rekonsiliasi. Di kontrak hanya disebutkan pembagian pendapatan akan dilakukan secara harian.
KSO dengan PT MPG akan berlangsung selama 3 tahun. Dengan pembagian pendapatan 13 persen ditambah pajak, PT MPG diperkirakan bakal memÂperoleh pendapatan Rp 3 miliar per bulan atau Rp 36 miliar per tahun. Dalam tiga tahun, peruÂsahaan itu diperkirakan meraup Rp 108 miliar. Sementara pengeluarannya diperkirakan hanya Rp 25 miliar dalam tiga tahun. Perjanjian ini dianggap merugiÂkan ASDP.
Mengenai kepemilikan perÂalatan dan sistem setelah perÂjanjian berakhir, juga tak diatur jelas. Seluruh pengoperasian perangkat dilakukan PTMPG. Seharusnya, ASDP melakukan investasi peralatan dan sistem yang diperkirakan Rp 15 miliardan melakukan transfer teknologi.Namun seluruh pengoperasi peralatan diserahkan kepada PT MPG.
Sistem tiket otomatis KSO ASDP-PT MPG mulai diterapkanpada 24 November 2015. Sistem belum bisa menÂdeteksi golongan kendaraan seÂcara akurat. Banyak pengemudi yang tak diterima dengan hasil penggolongan kendaraan yang ditentukan sistem.
Akhirnya penggolongan kendÂaraan dilakukan secara manual. Petugas toll gate yang menenÂtukan penggolongan lewat pop upyang menampilkan opsi pilihan hasil deteksi kendaraan. Petugas bisa mengubah golongankendaraan berdasarkan penilaiannya sendiri.
Hingga dilakukan audit oleh BPK, PT MPG belum memasang jembatan timbang di setiap toll gate. Berdasarkan kontrak, peruÂsahaan itu harus menyajikan data berat kendaraan yang memasuki toll gate dengan memasang 18 jembatan timbang. Pengadaan jembatan timbang itu menelan biaya Rp 8,2 miliar. Pihak PT MPG berdalih jembatan timbang itu masih dalam pemesanan dari Inggris.
PT MPG juga diduga melangÂgar kerahasiaan data sistem tiket otomatis. Berdasarkan temuan BPK, data hasil penjualan dan manifest sistem tiket otomaÂtis dipegang PT Binary Work Indonesia, bukan PT MPG. Ada indikasi bahwa yang menÂgelola database sistem adalah PT Binary.
Achsanul Qosasi, Anggota VII BPK yang membidangi audit BUMN, ketika dikonfirÂmasi enggan berkomentar. Ia tak membenarkan maupun meÂnyangkal temuan-temuan BPK dalam pemeriksaan sistem tiket otomatis KSO ASDP-PTMPG.
Corporate Secretary ASDP, Christine Hutabarat membanÂtah sistem tiket otomatis di Pelabuhan Merak dan Bakauheni bermasalah. Menurut dia, keleÂmahan-kelemahan sistem tiket otomatis telah dibenahi. Ia menÂcontohkan, pop up sudah tak diÂpakai dalam penentuan golongan kendaraan.
Christine menjelaskan, penerapan sistem tiket otomatis untuk mengurangi kecurangan oknum dalam penentuan tarif kendaraan. Sebab penentuan golongan kendaraan tak lagi dilakukan manusia, tapi oleh sistem. "E-ticketing yang ada di Pelabuhan Merak-Bakauheni adalah bagian dari modernisasi yang kami lakukan," kata Christine.
Dengan sistem ini, lanjut Christine, data manifest orang yang menyeberang lewat Merak maupun Bakauheni menjadi jelas.
Pihak PT MPG belum bisa dikonfirmasi mengenai persoalan ini. Perusahaan itu sebeÂlumnya beralamat di Wisma Mitra Sunter, Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Belakangan pinÂdah ke Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Ketika dihubungi akhir pekan lalu, telepon kantornya tak ada yang mengangkat. ***