Kejanggalan biaya renovasi gedung DPRD DKI Jakarta yang tiap tahunnya menelan biaya miliaran rupiah dinilai Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat perlu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Humas BPK, Raden Yudi Ramadhan mengatakan sudah menerima laporan mengenai informasi tersebut.
Yudi mengatakan, pihaknya setiap tahun memang melakukan pemeriksaan laporan keuangan daerah terutama DKI Jakarta.
"Satuan kerja DKI salah satunya adalah Sekwan (Sekretaris Dewan). Sekwan itu dibawah Sekda (Sekreatris Daerah) kan anggarannya dari Sekwan jadi bagi BPK memang ada informasi tentang itu dan jadi pertimbangan," ungap Yudi ketika dihubungi, Senin (18/7).
Lebih lanjut ia menjelaskan, segala informasi dan laporan yang diterima BPK pasti akan ditindaklanjuti, termasuk pengadaan renovasi gedung DPRD DKI pada tahun 2014 yang menghabisakan dana sebesar Rp50 miliar tersebut.
"Semua proses selama kemudian ada data ada permintaan dan formalnya akan ditindaklanjuti BPK untuk dilakukan pemeriksaan," tegasnya.
Sebelumnya, Djarot menilai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Pertanggungjawaban APBD DKI tahun 2014 maupun 2015, belum ada temuan BPK terhadap anggaran renovasi toilet gedung baru DPRD DKI tersebut.
Maka dari itu, ia akan meminta BPK untuk melakukan audit karena pihak yang berwenang melakukan audit anggaran Pemprov DKI adalah BPK.
Sama halnya dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga mencurigai adanya oknum yang bermain-main dengan pagu anggaran. Bukan hanya oknum di legislatif, tetapi juga di eksekutif dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan proyek tersebut.
Mengenai adanya kabar yang beredar tenaga ahli Gubernur DKI Jakarta menerima kucuran dana dari kontraktor pemenang proyek renovasi toilet gedung DPRD DKI Jakarta, PT Hana Huberta sebesar Rp 150 juta untuk 'mengamankan' proyek renovasi dari sorotan media, Ahok meminta nama tenaga ahli tersebut. Agar bisa ia tindak lanjuti untuk pengusutan dugaan penyalahgunaan anggaran renovasi itu.
"Staf ahli yang mana, sebutin namanya. Tanya namanya siapa biar aku tahu," tukasnya.
Sekedar diketahui, pada tahun 2014 lalu Dinas Perumahan dan Gedung Perkantoran DKI Jakarta melakukan renovasi toilet DPRD dengan nilai lebih dari Rp 50 miliar. Dinas Perumahan dan Gedung menganggarkan Rp 28 miliar untuk memperbaiki dinding toilet gedung DPRD lama. Proyek itu dimenangkan PT Hana Huberta.
Proyek renovasi itu memicu kontroversi karena nilainya dianggap tidak wajar. Selain itu, renovasi toilet dan hall sebenarnya belum perlu. Keramik, marmer, urinoir, dan toilet masih berfungsi baik.
Selain toilet, instalasi saluran pembuangan air ikut diganti. Padahal, semuanya masih berfungsi dengan baik. Atap gedung dewan yang masih baik pun ikut diganti.
Padahal, proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan pada 2013 lalu dengan nilai anggaran Rp 47 miliar. Waktu itu, dilakukan penggantian tembok marmer di lobi gedung. Namun, tahun ini proyek yang sama kembali dikerjakan. Tembok marmer yang baru terpasang sekitar setahun itu kembali dibongkar.
Proyek ini kemudian terendus Ahok. Saat itu Ahon sempat mengancam akan memenjarakan oknum pejabat yang bermain-main.’’Penjarakan saja kalau ada mark-up,’’ katanya.
Kendati begitu proyek itu tetap dieksekusi. Kabarnya, perusahaan pemenang mengucurkan uang Rp 150 juta untuk 'mengamankan' proyek itu dari sorotan media. Diduga salah satu penerimanya adalah tenaga ahli gubernur.
[sam]