Berita

Artidjo Alkostar:net

Hukum

Peradilan Makin Suram Kalau Artidjo Cs Dibuang

DPR Persoalkan Gugatan Lilik Dan Binsar
JUMAT, 15 JULI 2016 | 09:05 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

DPR mempertanyakan langkah hakim tinggi Lilik Mulyadi dan hakim PN Jakarta Pusat Binsar Gultom yang menggugat keberadaan hakim agung nonkarier di Mahmakah Agung (MA). Langkah dua hakim itu dinilai sebagai sikap keengganan ada perbaikan di dunia peradilan Indonesia.
 
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menegas­kan, keberadaan hakim agung nonkarier sudah terbukti baik dalam memulihkan kepercayaan publik dalam dunia peradilan. Ketegasan hakim agung Artidjo Alkostar dalam menghukum be­rat para koruptor disambut baik publik. Demikian juga ketegasan hakim agung Gayus Lumbuun yang tak segan menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan sadis.

"Saya ambil contoh Pak Artidjo Alkostar. Beliau dike­nal sebagai algojo para koruptor. Sikap beliau dianggap memenuhi rasa keadilan masyarakat. Masak lembaga peradilan tak ingin memperluas penilaian positif ini," tegas Sudding di Gedung DPR, kemarin.


Untuk itu, Sudding meminta para hakim karier tidak cem­buru dengan keberadaan hakim agung nonkarier. Keberadaan hakim agung nonkarier dalam UU Kehakiman bertujuan untuk memperbaiki institusi peradilan. Sebab, integritas dan rekam jejak hakim karir kerap bermasalah.

"Poin utamanya adalah soal integritas, bukan sekadar tahu hukum. Banyaknya hakim karir bermasalah atau terkena kasus mendorong kami untuk membu­ka ruang dalam undang-undang. Itu semangatnya," jelas politisi Hanura ini.

Dengan tujuan tadi, Sudding berharap, publik dan para ha­kim tidak lagi mendikotomikan antara hakim agung karier dan nonkarier. Ia meminta agar selu­ruh jajaran di institusi peradilan ikut memberi ruang adanya perubahan dan perbaikan pe­layanan terhadap masyarakat. "Ke depan, tidak boleh lagi ada dikotomi," ucapnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menegas­kan, hakim nonkarier harus tetap ada. Alasannya, hakim nonkarier telah memberi warna baik dalam proses peradilan.

"Kalau komplainnya hakim nonkarier tak memberikan war­na baik, toh hakim karier juga sama. Kan banyak hakim karier yang justru tidak memberikan terobosan positif," tegasnya.

Arsul menambahkan, dalam pembuatan aturan mengenai hakim agung nonkarier, DPR mendapat banyak masukan dari masyarakat. Dari berbagai masu­kan itulah DPR memutuskan ha­kim agung nonkarier dibutuhkan untuk memperbaiki MA.

"Adanya hakim nonkarier kan kesepakatan ketatanega­raan pascareformasi. Itu su­ara masyarakat juga. Lantaran itu, DPR belum berpikir untuk menghapus hakim nonkarier," tegasnya.

Sebagai salah satu hakim agung nonkarier, Gayus Lumbuun ikut bicara. Guru besar hukum ad­ministrasi negara Universitas Krisnadwipayana ini menegas­kan, hakim agung nonkarier merupakan produk reformasi. "Jangan dilupakan, hakim agung nonkarier adalah hasil reformasi yang menjadi darah segar bagi MA untuk upaya mereformasi lembaga yudikatif," tuturnya, kemarin.

Semangat munculnya hakim agung nonkarier adalah un­tuk menggabungkan keilmuan akademisi dengan praktisi yang dimiliki hakim agung karier. Penggabungan itu dinilai te­pat untuk mengatasi berbagai permasalahan di lembaga pen­gadilan.

"Mati kita lihat secara riil. Dalam perjalananya, kita men­genal Prof Bagir Manan yang menjadi Ketua MA dua periode. Ada juga Artidjo Alkostar dan sebagainya," beber Gayus.

Atas hal itu, Gayus meminta Lilik dan Binsar berpikir ulang dalam mengajukan gugatan itu. "Coba dipikirkan ulang masak-masak," sarannya.

Sayang, Binsar Gultom seper­tinya sudah bulat dengan guga­tan itu. Dia menganggap syarat untuk menjadi hakim agung nonkarier terlalu ringan diband­ingkan dengan hakim karier. Oleh sebab itu, ia menggugat aturan itu. "Terjadi diskriminasi yang spektakuler," tegasnya.

Syarat yang terlalu ringan yang dimaksudnya adalah usia minimal 45 tahun dan pengala­man di bidang hukum minimal 20 tahun. Dia ingin syarat itu dinaikkan menjadi usia mini­mal 55 tahun dan pengalaman minimal 25 tahun seperti hakim karier. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya