Saleh Partaonan Daulay/net
. Tugas dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) harus diperluas.
"Saya mengusulkan agar posisi BPOM semakin diperkuat dengan memberikan kewenangan tambahan," kata Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, Jumat (1/7).
Jelas Saleh, soal bentuk kelembagaannya, tentu diperlukan kajian terlebih dahulu. Bisa jadi bentuk kelembagaan BPOM seperti Badan Nasional Narkotika yang murni independen dari kementerian kesehatan.
"Pada titik tertentu, BPOM terkadang seperti tidak bertaring. Mestinya, BPOM memiliki kewenangan untuk menindak, menuntut, atau bahkan menangkap para pelaku kejahatan yang menjadi objek pengawasannya," tegas politisi PAN ini.
Saat ini, lanjut Saleh, dari sisi kelembagaan, BPOM bertanggung jawab kepada Presiden. Namun dari sisi operasional, BPOM tetap masih harus berkoordinasi dengan Kemenkes. Sebagai contoh, BPOM tidak bisa dengan leluasa untuk memeriksa sumber obat-obatan yang ada di rumah-rumah sakit pemerintah.
Hal itu mengacu pada Permenkes 35/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dimana BPOM hanya boleh mengawasi produk dan tidak bisa mendeteksi asal obat tersebut.
Menurut Saleh, kalau mau dinaikkan statusnya, semestinya BPOM juga diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan. Dengan begitu, perlindungan konsumen dalam wilayah kerja BPOM semakin maksimal.
Terkait hal itu, jauh hari sebelum kasus vaksin palsu merebak, Komisi IX telah merencanakan untuk membahas RUU tentang pengawasan obat dan makanan. Komisi IX melihat masyarakat harus dilindungi dari semakin banyaknya peredaran produk-produk obat dan makanan dari luar negeri seiring dengan menguatnya pasar bebas. Dengan UU itu nanti, tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM akan semakin ditingkatkan dan dikuatkan.
"Kalau BPOM tidak memiliki UU sendiri, dikhawatirkan akan ada saja peraturan lain yang membatasinya. Kalau sudah punya payung hukum sendiri, BPOM tentu akan semakin kokoh dan memiliki kekuatan," tukas Saleh.
[rus]