TERKEJUT juga saya membaca artikel DR. Syahganda Nainggolan bahwa Rekomendasi RUU Tax Amnesty dari Lembaga Bathsul Masail (LBM) PBNU merupakan pesanan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Syahganda menulis, pesanan JK sudah dua bulan lalu, dan pada akhirnya, perlukah NU dilibatkan dalam dosa sejarah itu?
Jumat 28 Juni 2016, saya memang ikut dalam diskusi LBM dilanjutkan dengan Sidang LBM, agar terang, perlu saya jelaskan konten sidang itu. Awalnya diskusi menghadirkan Ketua Panja RUU Tax Amesty Ir. Soeprayitno (FGerindra).
Usai itu memasuki persidangan diantar Prof Masdar Farid Mas'udi, Rais Syuriah PBNU. Selanjutnya sidang dipimpin DR Abdul Moqsith Ghozali dan Sarmidi Husna. Hadir juga Ketua Hukum PBNU Robikin, Wasekjen Hukum Andi Najmi, dan Bendahara Umum PBNU, Wina.
Begitu memasuki persidangan, jajaran LBM sudah beranggapan bahwa hasil Tax Amnesty adalah haram. Mereka membahas dari sudut manfaat dan mudhoratnya. Perlu dikemukakan, LBM adalah lembaga prestisius di PBNU.
Saya sendiri hadir di situ karena desakan Wasekjen PBNU Suhadi, karena dua hari sebelumnya saya menulis di sejumlah media "Menakar Ilusi Tax Amnesty". Saya menahan diri tidak masuk ke halal haram karena hal tersebut merupakan domain LBM. Saya sendiri di Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBHNU) PBNU yang domainnya adalah hukum positif, sedang LBM adalah hukum Islam.
Saya hanya membeber bahwa Tax Amnesty itu bodong dari sisi teknik pepajakan, hukum internasional, hukum positif, dan teknik keuangan. Sekalipun saya paham bahwa wajib pajak (WP) yang menjadi target adalah mereka yang membawa lari dana BLBI, dan dana mereka adalah hasil Back Office (judi, human trafficking, narkoba, dan korupsi), ternyata jajaran LBM sudah tahu.
Pada sesi akhir, tetap tak berubah pandangan LBM. Namun ketika membahas rekomendasi kebijakannya, tidak menolak secara tegas, namun membuat catatan catatan yang secara halus menolak. Ini memang ciri khas NU yang tidak frontal.
Tentu saya tidak paham ketika rekomendasi itu diserahkan kepada Syuriah dan Tanfidziah. Dalam Term Of Reference (TOR), rekomendasi memang diperuntukkan untuk pemerintah dan DPR.
Secara teknik, pendapatan dari Tax Amnesty itu sudah dimasukkan ke dalam cash-in RAPBN-P 2016. Jika pendapatan Tax Amnesty tak dimasukkan, defisit kumulatif APBN 2016 melampaui 3%. Itu mengancam kedudukan Presiden Jokowi di mana UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, jika lebih dari 3% Preseden melanggar undang-undang dan bisa dilengserkan.
Jadi, para WP di Singapore yang notabene adalah penjahat megara, ingin menjadi pahlawan. Masalahnya, mereka juga akan membeli asset negara yang membuat Indonesia tersandera. Pada umumnya WP tadi adalah hoaqiau.
Jadi, para WP di Singapore yang notabene adalah penjahat megara, ingin menjadi pahlawan. Masalahnya, mereka juga akan membeli asset negara yang membuat Indonesia tersandera. Pada umumnya WP tadi adalah hoaqiau, sementara kini 80% ekonomi nasional dikuasai hoaqiau, dan 74% tanah produktif di Jakarta menjadi hak milik hoaqiau. Jadi, selain haram, Tax Amnesti merupakan ancaman nasional.
[***] Penulis adalah mantan anggota Komisi III DPR RI.