Laporan terakhir, sebanyak 56 orang tewas, sembilan orang hilang, 22 orang luka-luka dan 395 orang menÂgungsi akibat banjir dan longsor di Jawa Tengah. Di Kabupaten Purworejo, terdapat 42 orang tewas, enam orang hilang dan 19 luka-luka.
Pertanyaannya, apakah tidak ada peringatan dini sebeÂlum bencana terjadi? Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengaku telah menyamÂpaikan informasi dan berkoordiÂnasi dengan pihak-pihak terkait iklim dan potensi bencana. Dia juga mengaku tidak ada miskoÂmunikasi. "Tetapi ambang kritis daya dukung alamnya memang menjadikan respons terhadap peringatan dini menjadi tidak terkejar," ujarnya kepada Rakyat Merdeka. Berikut penjelasan selengkapnya;
Bagaimana Anda menyikapi bencana banjir rob dan longÂsor yang menelan korban jiwa di beberapa daerah?
Prihatin....
Prihatin....
Kok bisa itu terjadi? Bukankah BMKG sebelum bencana sudah menyampaikan perinÂgatan dini dan informasi? Bisa banyak hal. Dalam perÂspektif siklus bencana, selalu ada pre-saat terjadi dan past-disaster. Pre-disaster ini pun, paling tidak bisa ada tiga hal yang perlu dilihat.
Apa saja itu?Pertama, sistem Peringatan Dini. Kedua, pemahaman masyarakat penerima (downÂstream). Ketiga, kondisi kritis lingkungan terjadinya bencana. Lalu, mengapa bencana menimÂbulkan korban, sering dikaitkan dengan empat hal: (1) tidak adanya sistem peringatan diÂni, (2) masyarakat tidak tahu fenomena terjadinya bencana, (3) daya dukung alam yang seÂmakin rentan, dan (4) masyarakat tidak berdaya. Jadi tidak sekedar peringatan dini disampaikan, tetapi juga perlu dilihat daya dukung alamnya serta bagaimana masyarakat menyikapinya.
Apa ada miskomunikasi atau ada sistem yang tidak berjalan? Tidak terjadi mis-komunikasi. Tetapi ambang kritis daya duÂkung alamnya memang menjadiÂkan respon terhadap peringatan dini menjadi tidak terkejar.
Bagaimana sih sebenarnya efektifitas early warning system yang diterapkan BMKG?Sistem peringatan dini efekÂtif jika masyarakat, baik pada tingkat pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai penerima memahami bagaimana meresponnya.
Apa yang harus dilakukan ke depan, agar kejadian seÂrupa tidak terulang? Peningkatan disaster literacy. Indonesia merupakan super-market bencana. Oleh karenanÂya, tingkat literasi kebencaÂnaan yang tinggi memberikan kontribusi positif bagi disaster
resilience society (masyarakat berketahanan terhadap benÂcana).
Catatan penting Anda kepada masyarakat dan pihak terkait menyikapi iklim saat ini? Mari kita tingkatkan literasi masyarakat Indonesia terhadap iklim dan dampak perubahanÂnya.
Untuk ke depan, apa BMKG sudah memetakan daerah-daerÂah rawan bencana dan menjadi prioritas perhatian BMKG? Pemetaan daerah rawan benÂcana, sejatinya bukan kewenangan BMKG. Tetapi itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penerapan paradigma baru penÂgurangan risiko bencana, yaitu membangun sistem prakiraan berbasis dampak, peringatan dini berbasis risiko (
impact based forecasting, risk based warning). Jadi upaya penanggulangannya perlu dilakukan secara kompreÂhensif dan terintegrasi dengan program-program dan lembaga yang lain.
Kalau tahapan kajian dan analisis iklim oleh BMKG terkait potensi bencana seperti apa saat ini?Ada kajian iklim jangka pendek (1-6 bulan), menengah (6 bulan-5 tahun) dan panjang (5-100 tahun). ***