Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), Harry Azhar Azis, menegaskan bahwa hasil audit investigasi atas perkara Sumber Waras bersifat selamanya.
Audit investigasi BPK menemukan kerugian negara Rp 173 miliar dari proses pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.
Usai menerima dukungan dari Aliansi Gerakan Selamatkan Jakarta (AGSJ) di kantornya, Harry menegaskan bahwa laporan investigasi BPK berlaku tanpa batas waktu.
Dalam konteks Sumber Waras, Harry menegaskan bahwa sampai kapanpun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib membayar kerugian negara yang telah dihitung BPK selaku satu-satunya auditor negara
"Kami meminta ke Pemprov DKI mengembalikan kerugian negara itu. Rekomendasi kami bersifat tidak ada batas waktu, berlaku sampai kiamat. Jadi kalau tidak ditindaklanjuti Pemprov sekarang, pemerintah yang mendatang harus menindaklanjuti karena kerugian negara itu bersifat tetap," ujar Harry di Kantor BPK, Jakarta, Senin (20/6).
Harry pun menekankan bahwa posisi BPK lebih tinggi daripada KPK berdasarkan konstitusi. Tetapi, BPK bukan lembaga penegak hukum. Tugas BPK adalah menegakkan hukum administrasi negara.
BPK melakukan audit investigasi perkara Sumber Waras atas permintaan KPK. Hasilnya pun diberikan karena ada permintaan KPK.
"Kalau ada kesalahan administrasi keuangan negara kami diminta menegakkan. Jika hasil pemeriksaan kami tidak ditindaklanjuti berarti ada pelanggaran konstitusi," tegas Harry.
Dalam pemeriksaan laporan keuangan 2014, BPK menemukan kejanggalan dalam
enam tahap pembelian lahan Sumber Waras. Mulai dari proses perencanaan,
penganggaran, pembentukan tim pembelian, penetapan lokasi, penetapan
harga dan hasil pengadaan tanah tidak melalui proses yang memadai.
Akibatnya, kerugian negara diduga mencapai Rp 173 miliar.
BPK
merekomendasikan kepada Gubernur Jakarta agar membatalkan pembelian
tanah seluas 36.410 m2 itu. Jika tidak dapat dilaksanakan, Pemprov harus
mengambil langkah memulihkan indikasi kerugian daerah sesuai jumlah
tadi.
BPK merekomendasikan tiga poin. Yaitu, membatalkan upaya
pembelian. Jika tidak bisa membatalkan, maka merekomendasikan agar
mengambil langkah pemulihan dan meminta pertanggungjawaban Yayasan
Kesehatan Sumber Waras (YKSW) sesuai dengan kondisi di Jalan Kyai Tapa,
sesuai dengan penawaran ke pemerintah, bukan fisik tanah yang berada di
Jalan Tomang Utara.
Kedua, Pemprov DKI diminta menagih Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) kepada YKSW sebesar Rp 3,085 miliar yang tidak
pernah dibayar sampai tahun 2014. Tidak hanya itu, Pemprov juga diminta
untuk seluruh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) untuk meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan proses pengadaan lahan dengan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Rekomendasi terakhir, Pemprov diminta
untuk menjatuhkan sanksi bagi tim pembelian tanah karena tidak cermat
dan tidak teliti dalam mengecek lokasi tanah berdasarkan zona nilai
tanah.
[ald]