Pencairan dana bagi partai politik yang sedang berkonflik bisa dituding melakukan korupsi. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo diminta berhati-hati memberi bantuan ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Apabila benar Mendagri mengeluarkan surat edaran bahÂwa PPP Romi (Romahurmuziy) yang menerima bantuan APBN dan APBD, tentu ini pelangÂgaran. Mendagri bisa dinilai melakukan korupsi karena PPP yang sah adalah PPP Djan Faridz sesuai putusan MA Nomor 601," tegas Wakil Ketua Umum PPP Djan Faridz, Humphrey Djemat, di Jakarta, kemarin.
Doktor jebolan Unpar Bandung itu mengingatkan Mendagri Tjahjo Kumolo agar konsisten dengan surat edaran sebelumnya.
"Ingat
nobody above the law. Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan. Janganlah kekuasaan yang saudara pegang mengintervensi hukum," papar Humphrey. Berikut kutipan seÂlengkapnya;
Bukankankah Mendagri berpatokan terhadap keputuÂsan Menkumham?Menkumham Yasonna Laoly telah melakukan kesalahan huÂkum, Mendagri seharusnya tidak berpatokan ke situ. Kalau tetap memberi bantuan ke PPP Romi, maka menambah daftar panjang pelanggaran pemerÂintah. Ini bukti tambahan bagi pengadilan untuk menjatuhkan putusan tuntutan kami di MK, PNdan PTUN.
Mendagri seharusnya konsisÂten dengan surat edaran sebelÂumnya, yakni nomor 123/2186/Polpim/2015 tentang Penyaluran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, yang melarang pemberian bantuan untuk parpol yang masih mengalami dualisme kepengurusan.
Kalau dana itu harus diberi ke PPP, siapa yang berhak?PPP hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz yang sah dan berkekuatan hukum tetap berhak mencairÂkan dana Banpol tersebut bila Mendagri konsisten dengan suÂrat edaran tahun 2015.
Bagaimana dengan surat edaran yang terbaru itu?Terus terang kami belum mendapat bukti materilnya. Apabila surat edaran itu benar adanya, dan pencairan dana Banpol dilakukan pihak yang tidak berhak, maka langkah Kemendagri tersebut dapat dikategorikan tindak kejahatan korupsi dan pemerintah wajib mengganti kerugian PPP.
Sudah banyak contoh pejabat partai yang masuk penjara gara-gara menggunakan dana Banpol yang menyalahi aturan. Seperti kasus pencairan dana Banpol di Jepara dan Kudus.
Jadi, surat edaran tersebut bisa menjadi jebakan betmen bagi peÂmerintah dan kubu Romi. Sebab, Kemenkumham mengeluarkan SK abal-abal bagi kubu Romi.
Barangkali Menkumham merasa PPP sudah bersatu setelah Muktamar di Asrama Haji Jakarta yang lalu?Itu salah besar. Menkumham seharusnya patuh terhadap puÂtusan MA Nomor 601 yang meÂnyatakan PPP Djan Faridz yang sah. Ingat apa yg disampaikan Presiden keenam SBY bahwa dalam dunia hukum, sebuah negara juga dinilai tingkat keÂpatuhannya terhadap putusan pengadilan sebagai bagian dari kepastian hukum.
Putusan pengadilan hanya bisa digugurkan oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi, bukan oleh kekuasaan.
Anda merasa ini putusan kekuasaan?Ya, jelas dong, kan sudah ada putusan MA Nomor 601 yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Tapi Menkumham tidak mau melakÂsanakannya. Malah secara menÂcolok dan kasar memperlihatÂkan intervensi kekuasaannya dengan membuat SK yang bertentangan dengan putusan MA tersebut.
Pertanyaannya, mana yang lebih tinggi SK Menkumham atau Putusan MA yang sudah inkracht. Pemerintah seyogÂyanya menjadi contoh jika ingin rakyatnya patuh dan menjalankÂan putusan pengadilan.
Kasus PPP berlarut-larut beÂgini karena campur tangan atau intervensi pemerintah terhadap kedaulatan partai politik.
Bukankah UU Parpol meÂnyebutkan pemerintah tak boleh ikut campur?Betul. UU Parpol secara jelas dalam pembahasannya mengaÂtakan, pemerintah/Menkumham bukanlah sebagai pihak dalam perselisihan internal parpol, tapi hanya melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Menkumham tidak mempuÂnyai kewenangan substantif, tapi hanya kewenangan atÂtributif, hanya bersifat adminÂistratif belaka. Perlu diketahui saat itu yang menjadi anggota panja adalah Yasonna Laoly. Mungkin ingatan beliau sangat pendek.
Padahal beliau yang ngotot memperjuangkan tidak adanÂya campur tangan pemerinÂtah mengingat nasib partainya (PDIP) yang merasa terdzolimi saat Zaman Orde Baru. Mulutmu adalah Harimaumu. Ternyata saat berkuasa lupa apa yg menjadi cita-cita luhur tersebut. Sangat tepat ungkaÂpan Lord Acton
"Power Tends To Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely". ***