Berita

M Syafi'i:net

Wawancara

WAWANCARA

M Syafi'i: Selama Ini Belum Ada Transparansi Kegiatan Pemberantasan Terorisme

KAMIS, 26 MEI 2016 | 09:30 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Beberapa isu krusial jadi topik pembahasan dalam seminar yang digelar antara Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme DPR dengan para stakeholder. Antara lain, penghilangan stigma muslim sebagai teroris, perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan transpar­ansi anggaran penindakan pidana terorisme.

"Karena dalam praktik, ban­yak yang melakukan tindak kekerasan untuk tujuan tertentu, bukan dilakukan umat Islam. Jadi stigma itu tidak benar. Itu yang pertama," kata Ketua Pansus RUU Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafi'i kepada Rakyat Merdeka, sema­lam. Berikut penjelasan Syafi'i.

Bagaimana perkemban­gan pembahasan RUU Terorisme?

Jadi kita sudah sampai pada tahap penyerapan aspirasi. Kita mengadakan seminar yang kemarin dilaksanakan dengan para stake­holder. Komnas HAM, Kontras, LPSK. Kemudian ada pengamat intelijen, pengamat hukum pidana, pakar hukum tata negara.

Jadi kita sudah sampai pada tahap penyerapan aspirasi. Kita mengadakan seminar yang kemarin dilaksanakan dengan para stake­holder. Komnas HAM, Kontras, LPSK. Kemudian ada pengamat intelijen, pengamat hukum pidana, pakar hukum tata negara.

Apa saja yang dibahas?

Jadi yang dibahas adalah apa yang harus dimasukkan dalam materi perubahan UU 15 tahun 2003 tentang indak pidana pem­berantasan teroris. Ada beberapa isu krusial, antara lain tentang sigmatisasi terorisme terhadap umat Islam. Supaya tidak terus berlangsung seperti itu.

Untuk apa?
Karena dalam praktik banyak yang melakukan tindak kek­erasan untuk tujuan tertentu, bukan dilakukan umat Islam. Jadi stigma itu tidak benar. Itu yang pertama.

Lalu?
Yang kedua soal perlindungan HAM. Itu kan dalam RUUyang diberi pemerintah kan tidak ada ya. Jadi dalam rancangan itu tidak ada, baik terhadap terduga maupun korban.

Memang perlindungan HAM-nya seperti apa?
Jadi terduga itu mulai dari penangkapan, proses pemerik­saan sampai proses penuntutan itu tidak ada. Dan dalam RUUitu pemerintah malah memasuk­kan usulan menambah masa penahanan. Dari yang saat ini 180 hari menjadi 510 hari. Nah, itu kan luar biasa.

Juga terhadap korban. Misalnya ada pemboman, nanti siapa yang bertanggung jawab. Dalam RUUini tidak ada.

Siapa yang berhak menem­patkan seseorang itu adalah korban, dan apa hak-haknya. Ditambah lagi ada pasal peny­adapan. Dalam hal ini, peny­adapan tidak menunggu kepu­tusan pengadilan, dan tidak ada jangka waktunya. Nah ini juga dianggap tidak ada perlindun­gan HAM.

Selanjutnya?
Kemudian belum ada trans­paransi dalam kegiatan. Tidak ada transparansi kegiatan operasi dari Densus 88 ya.

Maksudnya?
Tidak ada audit keuangan. Ini juga kan cenderung menjadikan kekuasaan yang ada pada aparat diselewengkan. Abuse of power. Kemudian yang menjadi pemba­hasan adalah keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme.

Memang kenapa?
Ini kan persoalannya, kalau UUini murni penegakan hu­kum, nah itu kan yuridiksinya Polri. Kalau TNI hanya diper­bantukan.

Lalu di mana masalahnya?
Dalam UU TNI itu kan ada tu­poksi TNI untuk mengamankan negara dari gangguan teroris. Tapi kan itu tidak dalam wilayah penegakan hukum. Tapi wilayah menjaga kedaulatan bangsa dan negara.

Seharusnya bagaimana?
Nah, kalau TNI mau dilibat­kan, seharusnya masuk di dalam RUUini. Nanti bagaimana TNI tidak hanya diperbantukan, tapi juga bisa melakukan tindakan kepada teroris yang mengancam negara.

Kemudian masalah yang dibahas ada cyber. Nanti akan melibatkan PPATK, kan banyak yang menggunakan teknologi informasi. Di dalam UUini juga nanti harus diatur.

Apakah hasil pembahasan akan langsung dimasukkan dalam materi RUU?

Jadi ini menjadi isu bersama. Dari internal Pansus dan pe­merintah ini akan dijadikan isu bersama.

Artinya belum pasti di­masukkan?
Maksudnya, dilihat dari rapat pimpinan dan pansus. Artinya ini akan menjadi isu bersama, dan kita berharap isu ini tidak berubah.

Soal lembaga pengawasan?
(Itu) Dalam rangka transparansi program dan audit keuan­gan.

Posisi lembaganya di mana?
Ya, jadi seperti Komisi Kejaksaan, atau seperti Komisi Yudisial. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya