. Pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Presiden Kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri merupakan pengakuan Universitas Padjajaran atas kepemimpinan dan kenegarawanan Megawati.
Menurut Dorodjatun, kepemimpinan Megawati merupakan kepemimpinan pada masa krisis multidimensional. Saat itu, nilai utang yang diwariskan Orba mencapai 90 persen PDB, rupiah terus melemah, kerusuhan sosial merebak akibat SARA, dan perekonomian terguncang akibat Tragedi 9/11. Belum lagi bom Bali, serta ekonomi mandek akibat lebih dari 300 ribu kasus di BPPN.
"Itulah beban yang dihadapi beliau. Namun dengan kepemimpinan yang kuat, disertai ketegasan Ibu Megawati dalam menyelesaikan setiap masalah, maka meskipun beliau memimpin hanya dalam waktu yang singkat mampu mengatasi berbagai kesulitan akibat krisis multidimensional tersebut", kata Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam tulisan testimoninya.
Megawati juga, sambung Dorodjatun, memimpin secara langsung negosiasi penyelamatan proyek-proyek infrastruktur, khususnya terkait dengan ketersediaan air dan listrik. "Tanpa air tidak ada peradaban manusia, dan tanpa listrik tidak ada peradaban modern", kata Dododjatun menirukan arahan Megawati.
Dorodjatun juga mengungkapkan bagaimana upaya Megawati membangun kepercayaan pasar dan dunia internasional. Hampir setiap hari, kata dia, disampaikan press release dalam bahasa Ingris dan Perancis untuk menjelaskan agenda ekonomi pemerintah.
"Pada akhirnya makro ekonomi stabil, pangan surplus, kusr stabil, dan ekonomi bergerak tumbuh 5 persen dengan tax ratio tertinggi selama 13 tahun terakhir," ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, saat itu seluruh kerjasama dengan IMF dan World Bank bisa diselesaikan tepat waktu. Atas apa yang dilakukan Megawati dalam kepemimpinannya, jelas Dorodjatun, Michael Comdensus sampai mengatakan ketidakyakinannya bahwa Pemerintahan Megawati berhasil melaksanakan tepat pada waktunya.
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, terkait dengan pemberian Doktor Honoris Causa dari Unpad, sebagian besar menteri Kabinet Gotong Royong memang menuliskan pengalamannya untuk menyampaikan bagaimana kepemimpinan Megawati membawa soliditas kabinet, fokus pada tugas-tugas menjalankan Ketetapan MPR.
"Dalam tulisan testimoni tersebut juga terlihat bagaimana kepemimpinan Megawati yang selalu melindungi menterinya dan Presiden selalu menegaskan ketegasannya untuk bertangung jawab betapapun berat keputusan yang diambilnya," kata Hasto dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 24/5).
Sementara Menteri Sekretari Negara di era Kabinet Gotong Royong, Bambang Kesowo, dalam tulisannya tentang kepemimpinan Megawati mengatakan bahwa Megawati tidak pernah melakukan
reshuffle karena percaya pada menterinya.
"Pernah beliau menegaskan bahwa sebagai Presiden dan demikian juga saat menjadi wakil Presiden, tugas utamanya adalah mengurus pemerintahan. Beliau memisahkan betul urusan negara dan urusan partai. Ibu Megawati percaya dengan birokrasi yang profesional di kalangan lembaga pemerintah dan perguruan tinggi Indonesia," demikian Bambang.
[ysa]