Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabulkan permohonan terdakwa Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Permohonan disampaikan dalam sidang tuntutan terdakwa kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/5).
"Terdakwa menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan. Terdakwa juga sebagai justice collaborator yang telah disetujui pimpinan KPK pada 16 Mei 2016," ujar Jaksa Kristanti Yuni Purnawanti saat membacakan tuntutan.
Kristanti menjelaskan, disetujuinya permohonan terdakwa untuk menjadi justice collabolator merupakan salah satu pertimbangan yang meringankan terdakwa.
Meski demikian, dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Abdul Khoir tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, perbuatannya dinilai menghambat pembangunan di Maluku serta merusak check and balances antara pihak eksekutif dan legislatif.
Jaksa meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor tetap menjatuhkan hukuman pidana 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan untuk Abdul Khoir. Dia dinilai terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap penyelenggara negara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdul Khoir berupa pidana penjara selama dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta," ujar Jaksa Kristanti.
Dalam surat dakwaan, Abdul Khoir dinyatakan menyuap sejumlah anggota Komisi V DPR RI yakni Damayanti Wisnu Putranti (Frakdi PDI Perjuangan) sebesar 328.000 dollar Singapura dan 72.727 dollar AS, kepada Budi Supriyanto (Golkar) sebesar 404.000 dollar Singapura.
Kemudian, kepada Andi Taufan Tiro (PAN) sebesar Rp2,2 miliar dan 462.789 dollar Singapura dan kepada Musa Zainuddin (PKB) sebesar Rp4,8 miliar dan 328.377 dollar Singapura.
Selain itu, uang juga diberikan kepada Kepala BPJN IX Maluku Amran HI Mustary, sebesar Rp16,5 miliar dan 223.270 dollar Singapura. Selain itu, sebuah ponsel seharga Rp11,5 juta.
Pemberian uang dilakukan Abdul Khoir agar mengupayakan dana dari program aspirasi DPR RI disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara, serta menyepakati perusahaannya sebagai pelaksana proyek tersebut.
Abdul Khoir didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP junto pasal 65 ayat 1 KUHP.
[wah]