Pria ini menyebut tindakan polisi yang membubarkan acara peringatan World Press Freedom Day yang digelar organisasinya, sebagai tindakan represif. Dia mengatakan, film Buru Tanah Air Beta yang diputar di acara itu sama sekali tidak memuat ajaran komunis atau PKI. Film itu, kata dia, sama seperti film-film biasa lainnya. Lantas apa langkah berikutnya yang akan diambil AJI dalam perkara itu. Simak wawancara Rakyat Merdeka dengan Suwarjono berikut ini:
Ada apa sih sebenarnya dengan film ini?
Film ini adalah dokumenter, yang selama ini tidak beredar di bioskop. Termasuk juga film Rayuan Pulau Palsu karya Dandhy Dwi Laksono. Kita ingin ada film-film yang punya nilai jurÂnalistik dan sejarahnya. Karena selama ini film kan selalu searah tidak pernah memberikan konÂsep dua arah yang lebih komprehensif.
Film itu apa benar menÂgandung konten komunisme atau PKI?
Film itu apa benar menÂgandung konten komunisme atau PKI?Sebenarnya saya mengajak polisi, TNI dan pemerintah untuk melihat langsung apa sih isinya. Itu film biasa sekali, hanya kesÂaksian orang-orang di sana dan tidak menyinggung apapun.
Komunisme?Tidak menyinggung komunisme, itu apalagi lambang-lambang komunisme nggak ada juga.
Jadi kenapa aparat sampai membubarkannya?Mungkin kata-kata pulau Buru itu masih menjadi momok atau hantu ya. Coba itu diganti pulau Ambon misalnya, padahal isinya biasa banget. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Sama seperti buku, hampir mirip, beberapa pekan ini polisi dan tentara itu mendatangi penerbit-penerbit buku.
Untuk apa?Isi bukunya padahal biasa semua, misalkan buku Soekarno, buku soal gerakan 30 (S/PKI), yang isinya juga banyak versi. Menurut saya, mendatangi itu sama dengan menteror para penerbit itu.
Lalu bagaimana respons AJI terhadap pembubaran acara itu?AJI mengutuk pembubaran pemutaran film
Pulau Buru Tanah Air Beta yang berlangÂsung di kantor AJI Yogyakarta. Pembubaran tersebut mencoreng Indonesia di kancah internasionÂal karena diadakan dalam rangka perayaan
World Press Freedom Day atau Hari kebebasan Pers Dunia. Ini memperburuk ranking kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang saat ini Indonesia menempati ranking 130 dari 180 negara di seluruh dunia.
Apa yang akan AJI lakukan pascakejadian itu?AJI Indonesia tengah mengÂgodok rencana mengajukan guÂgatan ke Polri atas larangan peÂmutaran film, pembubaran hingga penyitaan buku-buku yang dilakuÂkan secara semena-mena.
Harusnya bagaimana?Seharusnya Kepolisian atau negara memberikan rasa aman bagi warga negara yang meÂnyelenggarakan kegiatan secara konstitusional, bukan menuruti kehendak kelompok-kelompok intoleran, antipluralisme di Tanah Air. Acara diskusi dan pemutaran film di Yogyakarta sudah menÂgundang Kapolda dan Kapolres untuk hadir, dan minta ijin kepaÂda warga, pengurus RT dan RW setempat. Jadi seharusnya tidak ada alasan untuk membubarkan dengan alasan ada kelompok intoleran tidak suka, kemudian polisi membubarkan acara.
Tapi apa benar ada peran sastrawan Lekra, yang dicurigai punya kepentingan untuk PKI?Saya tidak tahu soal Lekra dan lainnya. Saya belum pernah dengar soal itu di era keterbuÂkaan sekarang ini. Pemutaran film yang dilakukan AJI ini tidak ada hubungannya dengan gerakan apapun, kecuali bagian dari penyampaian kebebasan bereskpresi yang dilindungi undang-undang.
Pemutaran film dokumenter karena bagian dari keingintaÂhuan terhadap sejarah, masalah-masalah yang tidak terungkap di publik dan banyak hal lain yang bisa menambah wawasan para jurnalis terkait berbagai perisÂtiwa di Tanah Air. ***