Berita

Arist Merdeka Sirait:net

Wawancara

Arist Merdeka Sirait: Hukum Kebiri Hanya Untuk Predator Seks Atau Paedofilia, Bukan Untuk Pelaku Anak-anak

SELASA, 17 MEI 2016 | 08:34 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Rencana pemerintah memberatkan hukuman publikasi­kan identitas pelaku kejahatan seksual anak, dianggap dapat mengucilkan sang predator di tengah masyarakat. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menolak anggapan tersebut. Dia bilang, pengumuman identitas pelaku bukan untuk men­gucilkan, melainkan sebagai efek jera.

"Saya kira nggak. Selama huku­man fisik ditetapkan oleh pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap," katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, se­malam. Berikut penjelasan leng­kap pria berdarah Batak itu.

Pemerintah memastikan akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemberatan Hukuman Pelaku Kejahatan Seksual anak. Tanggapan Anda?
Ini kan mimpi kita sejak tahun 2013. Mimpi kita di tahun 2013 itu, pemerintah harus sesegera mungkin menetapkan kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Kemudian pada rapat kabinet terbatas (ratas) pada 20 Januari lalu, kami memberikan masukan apa yang menjadi perhatian dari situasi anak-anak sekarang ini dalam kondisi memprihatinkan.

Ini kan mimpi kita sejak tahun 2013. Mimpi kita di tahun 2013 itu, pemerintah harus sesegera mungkin menetapkan kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Kemudian pada rapat kabinet terbatas (ratas) pada 20 Januari lalu, kami memberikan masukan apa yang menjadi perhatian dari situasi anak-anak sekarang ini dalam kondisi memprihatinkan.

Apa masukannya?
Kami usul bahwa segala ke­jahatan terhadap anak harus ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa. Dan beberapa hari lalu, juga dalam ratas, juga telah ditetapkan dengan pendekatan menyelesaikan kejahatan luar biasa dengan pidana pokok luar biasa.

Pidana pokoknya kan minimal 20 tahun kurungan, bahkan bisa seumur hidup dan hukuman mati. Dan itu masih ditambah dengan pemberatan hukuman berupa kebiri lewat suntik kimia.

Presiden menilai situasi keja­hatan terhadap anak telah sampai dalam tahap kritis dan genting. Jadi bukan hanya kebiri saja yang diatur, tapi juga menjadi kejahatan luar biasa. Bukan juga cuma kebiri, tapi juga ada sanksi sosial berupa pengumuman terh­adap predator ke depan publik.

Tapi hal itu jadi polemik sekarang?

Sebetulnya tidak harus jadi polemik.

Kenapa?
Karena kebiri bukan dilakukan dengan menghilangkan kelamin pelaku, seperti yang dilakukan pada penjahat seksual zaman dulu ya. Kebiri yang dimaksud hanya mengendalikan hasrat pelaku untuk seksual. Tidak menghilangkan organ.

Untuk pelaku anak-anak bagaimana?
Nah, ini juga yang perlu dike­tahui. Jadi pemberatan tidak berlaku untuk anak-anak.

Lantas?
Karena anak-anak tidak dibe­narkan untuk dihukum seperti itu. Jadi hukuman hanya akan diberikan kepada predator-pred­ator atau paedofilia atau bahkan yang sudah menghilangkan nyawa anak.

Jadi, hakim punya pilihan, apakah pelaku itu diberikan tambahan hukuman kebiri set­elah dia mendapatkan hukuman pokok berupa kurungan.

Artinya pelaku anak-anak tidak akan ada pemberatan hukuman?
Tidak, tidak akan diterap­kan ke anak-anak. Hanya ke predator-predator seksual yang bahkan menghilangkan nyawa secara sadis. Karena di anak-anak tidak dikenal hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Oh ya, pengumuman nama pelaku, bukankah sebagai bentuk pengucilan, dan malah berisiko si pelaku membuat kejahatan baru?
Saya kira nggak. Selama hu­kuman fisik ditetapkan oleh pen­gadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

Maksudnya?
Misalkan dia dihukum ku­rungan 20 tahun. Jadi selama 20 tahun itu dia dihukum, nah setelah itu dia dipublikasikan se­bagai pelaku kejahatan seksual. Jadi saya kira itu bukan bentuk pengucilan.

Saya kira itu sebagai kon­sekuensi akibat perbuatannya yang mengakibatkan trauma sepanjang hidupnya. Itu mem­buat efek jera saja.

Di UU Perlindungan Anak itu ada pemberatan hukuman ketika kejahatan itu dilakukan orang tua. Ketika dia melaku­kan kekerasan terhadap anak, maka hukumannya bisa dita­mbah sepertiga dari hukuman pokoknya. Jadi saya kira ini hanya pilihan hukuman hakim. Dan perlu diingat, ini tidak berlaku untuk anak-anak, dan bukan dengan kebiri penghil­angan organ. Kalau itu, Komnas PA juga tidak setuju. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya