Berita

Muchtar Effendi Harahap/net

Nusantara

Muchtar Effendi Harahap: Ahok Tidak Mampu Berkomunikasi Dengan Rakyat DKI

SABTU, 07 MEI 2016 | 18:18 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Kajian komunikasi politik mempercayai kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan untuk menemukan simbol di dalam diri pemimpin. Alasannya seorang pemimpin mampu membimbing rakyat. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan membentuk komunikasi,  sikap, dan prilaku rakyat untuk mendukung kegiatan kepemimpinannya.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pendiri Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap dalam keterangan persnya, Sabtu (7/5).

Muchtar mengatakan, secara de jure Basuki Tjahja Purnama alias Ahok adalah pemimpin Pemprov DKI Jakarta. Sebagai pemimpin, Ahok dituntut mampu membimbing, membentuk sikap dan perilaku rakyat mendukung kegiatannya dalam memimpin DKI.


"Selama Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI, mampukah Ahok berkomunikasi dengan rakyat? Data dan fakta menunjukkan, Ahok tidak mampu," sebut dia.

Menurutnya, dalam berkomunikasi, tutur kata Ahok kasar, arogan dan tidak punya etika seperti mengeluarkan kata-kata: ba****an, b**o, ber***sek, t**k, panggil nenek gua dong, sudah miskin, belagu, dan lain-lain. Ahok merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran. Dan pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Beragam penilaian kritik pun muncul antara lain dari KPAI, BKMT, KPI, Anggota DPR, Yesaya Pariadji, Seto Mulyadi, Amien Rais, Emrus Sihombing dan Ketua DPRD DKI," kata Muchtar.

Muchtar pun membeberkan data kritik yang dilemparkan dari berbagai pihak tersebut:

-KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia): Ahok menyampaikan kata-kata kotor dan kasar sangat buruk dan tidak pantas disampaikan pejabat publik. KPAI meminta Mendagri sebagai penanggungjawab teknis aparatur daerah melakukan proses penegakan hukum dan etika kepada Ahok.

-BKMT (Penilaian Badan Kontak Majelis Taklim): Sikap dan perkataan kasar Ahok bisa menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat. Omongan pemimpin sekarang direkam oleh media, akhirnya setiap perkataan keluar mempengaruhi masyarakat.

-KPI (Komisi Penyiaran Indonesia):  Seharusnya pejabat publik tidak berbicara kata-kata kotor dan kasar di televisi, menggunakan frekuensi milik publik. Televisi disaksikan oleh sejumlah masyarakat dari berbagai latar belakang, juga disaksikan anak-anak dan remaja. Sebagai seorang pejabat, seharusnya Ahok menjaga perilaku dan tutur kata agar menjadi tauladan bagi masyarakat.

-Anggota DPR (Tontowi Yahya): Ahok melanggar etika sopan santun warga Indonesia, ketimuran dan dikenal beretika. "Jangan salahkan anak-anak kita ngomong ke orang tua 'lu ba****an' dan 'dasar maling lu'," ujar Tontowi.

-Anggota DPR (Wenny Warouw): Ahok menyebut audit investigasi BPK  "ngaco" menunjukkan dirinya tak punya etika.

-Yesaya Pariadji (pendeta ternama di Indonesia):  Ahok sebagai "Pemimpin Busuk" (Harian Republika, wordpress.com dan islamnkri.com, 6/1/2016). Ahok adalah orang  jauh dari kasih Tuhan Yesus. Ucapanya mencerminkan perangai kebusukan di balik orang-orang banyak. Ahok bersembunyi di balik kata-kata membela hak-hak rakyat, namun mengumbar kata-kata busuk, tidak pantas didengar oleh anak-anak Tuhan. Semestinya, Ahok tidak perlu menunjukkan ketegasan dengan sikap dan perkataan keras dan kasar.

-Seto Mulyadi (KRIMINALITAS.COM, Jakarta, 20 Maret 2015):  Perilaku Ahok kerap berbicara kasar di depan publik dinilai tidak sesuai dengan norma-norma budaya Indonesia. Budaya Indonesia mengajarkan sopan-santun dan kerendahan hati dalam menghadapi dan menyampaikan suatu permasalahan, apalagi di depan khalayak ramai. Gaya bicara Ahok cenderung kasar dan ceplas-ceplos dinilai tidak bisa dijadikan contoh baik, terutama bagi anak-anak. Apalagi anak di bawah umur belum mengerti soal dinamika terjadi di pemerintahan. Gaya bicara Ahok bisa berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak, khususnya bagi anak-anak tinggal di Jakarta. Sifat meledak-ledak itu merupakan contoh tidak baik bagi anak-anak.

-Amien Rai (mantan Ketua MPR): Ahok sangat arogan, senang menantang berbagai pihak, bahkan terkesan meremehkan lembaga negara, termasuk BPK terkait kasus RS Sumber Waras. Ahok tidak layak menjadi seorang pemimpin lantaran sikapnya kerap "nyeleneh" dan memicu timbulnya kontoversial. Jangankan Presiden, Gubernur saja kurang pantas. Ahok tidak hanya sikapnya keras, tapi satu-satunya pemimpin merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran menurut kacamatanya sendiri.

-Emrus Sihombing (pakar komunikasi politik): Gaya Ahok itu luar biasa, sehingga masyarakat Ibukota menganggap Ahok merupakan pemimpin transparan. Namun, hal tersebut tak cukup, apabila tidak memiliki etika. "Jangankan jadi gubernur, menjadi suami di rumah saja tak pantas," kata Emrus.

-Prasetyo Edi Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta): Ahok tidak mempunyai etika baik sebagai seorang pemimpin. Karena, pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ahok kerap menuding adanya oknum anggota DPRD bermain di APBD DKI tanpa menunjukkan buktinya.

-Nelayan Muara Angke: Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli menggelar inspeksi mendadak ke Pelelangan Ikan Muara Angke, di Jakarta Utara pada 4 Mei lalu. Rizal menggelar dialog dengan kaum nelayan. Selama ini, salah satu alasan Ahok menyampaikan, reklamasi tidak akan merugikan nelayan. Di pantai utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan tangkap, berarti tidak ada lagi nelayan. Rizal Ramli mengklarifikasi penyampaian Ahok itu. Di hadapan ratusan nelayan hadir, Rizal bertanya: apakah benar di Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan untuk ditangkap? Para nelayan kompak menjawab, "bohong". Menurut perwakilan nelayan, nelayan Pantai Utara Jakarta masih sangat aktif. Totalnya sekitar 28 ribu nelayan bila termasuk di Kepulauan Seribu. Satu keluarga nelayan rata-rata memiliki empat anggota keluarga. "Semua itu bohong Pak. Kami masih eksis. Ikannya juga masih ada. Ahok bohong," ujar nelayan.

"Kesimpulannya, Ahok tidak mampu berkomunikasi dan mebentuk sikap dan perilaku rakyat mendukung kegiatan kepemimpinan pemerintahan dan rakyat DKI Jakarta. Tutur kata Ahok kasar, arogan dan tak punya etika. Hal ini salah satu alasan, bukan satu-satunya, Ahok tak layak untuk terus menjadi Gubernur DKI," demikian Muchtar Effendi Harahap. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya