Lama lalang melintang di sejumlah jabatan stategis Polri, Irjen Benny Mokalu justru meÂmutuskan pensiun lebih awal untuk terjun ke dunia politik. Ia mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI.
Seperti diketahui, bekas Kapolda Bengkulu dan Bali ini pada Kamis pekan lalu menambatkan pilihan kendaraan politiknya pada PDI-Perjuangan. Ia mendafÂtarkan diri sebagai bakal calon wakil gubernur DKI Jakarta.
Tapi apa yang akan dilakukan oleh Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Budaya ini untuk DKI Jakarta dan apa yang membeÂdakannya dengan calon lain? Simak wawancaranya dengan Rakyat Merdeka berikut ini;
Kenapa sih ingin jadi wakil Gubernur DKI?Ketika di jabatan-jabatan strategis, baik saat Kapolda Bengkulu maupun Kapolda Bali, maupun staf ahli Sosbud, saya kan turun ke lapangan kemuÂdian saya belajar situasi sosial masyarakat. Saya melihat satu hal yang perlu diperhatikan adalah perannya pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
Memangnya peran pemerinÂtah saat ini belum baik?Pemerintah sudah baik, seÂmua baik ya. Hanya barangkali ketika saya sekolah di Bangkok (Thailand), maupun di Rotterdam (Belanda), Wellington (Selandia Baru), Darwin (Australia), Singapura, India, Swiss, Paris, yang saya lihat itu sebenarnya untuk mencapai kesejahteraan itu perlu aman. Para investor baik dalam maupun luar negeri mengidolakan rasa aman, karena kalau aman investasi dan proÂgram pemerintah lancar.
Selain itu?Kemudian masalah tertib berÂlalu lintas, seperti di Singapura, Korea, Hong Kong dan Beijing, walaupun penduduk dan kendÂaraan cukup banyak tapi di sana ketertiban itu luar biasa. Kenapa ini tidak dijalankan, makanya saya coba masuk ke pemerinÂtahan melalui jalur politik.
Dalam melakukan penertÂiban, misalkan dalam kasus penggusuran pemukiman Luar Batang, jika anda di posisi Ahok, apa anda akan pakai gaya yang sama?Sebenarnya, kebijakan-keÂbijakan yang dilakukan peÂmerintah itu kan bertitik tolak mulai dari kebijakan gubernur pertama. Ya mungkin setelah merdeka, suatu kota itu kan ada tata ruangnya, perencanaan kita. Yang paling terlihat itu kan masa pak Adam Malik, Ali Sadikin, kemudian yang menonjol itu pada masa Pak Sutiyoso, bahkan Pak Sutiyoso pernah melemÂparkan wacana Megapolitan ke publik, saya kira masterplannya ada, baik MRT, LRT, monorail. Saya tidak bilang pak Ahok begini begitu, saya kira setiap Gubernur itu akan melanjutkan program-program sebelumnya dan melaksanakan program yang disepakati dengan DPR.
Pakai aparat juga untuk menghadang rakyat ketika penggusuran?Kalau sampai melibatkan aparat dalam penggusuran, beÂrarti kan sudah ada perencaÂnaannya. Nah, seandainya saya terpilih, terus terang saya akan menggunakan perencanaan yang matang dalam semua program yang ditentukan. Jadi kalau misÂalnya ada perencanaan satu taÂhun, kan dibuat satu tahun sebeÂlumnya. Nah sebelumnya kita harus sosialisasi ke masyarakat. Ini sudah pernah saya terapkan ketika saya Kapolda.
Konkretnya bagaimana yang pernah anda terapkan itu?Misalnya kalau ada pengÂgusuran, kita duduk bersama dulu. Kamu bisa lihat waktu di Bengkulu maupun di Bali saja, tanya saja di sana kalau ada penggusuran atau eksekusi. Tidak pernah terjadi bentrok antara aparat dengan pemilik hak (rakyat).
Masak tidak ada gejolak sama sekali?Tidak pernah. Contoh misalÂnya di Kuta, di Pecatu, bisa tanya ketika saya menjabat (Kapolda Bali) kita selalu pakai hati, kita duduk bersama, apa haknya orang itu (yang akan tergusur), kalau memang tidak punya hak, kita jelaskan secara undang-undang. Ya karena mereka juga manusia, kita lakukan secara bertahap. Sehingga selama kami memimpin di Bengkulu dan Bali, kita menggunakan pendekatan
soft-power. Sehingga ketika saya sudah di Kapolda Bali sekaÂlipun, saya ada penawaran di Bengkulu.
Penawaran apa?Jadi Gubernur Bengkulu. Saya ada penawaran dari toÂkoh masyarakat, ulama dan masyarakat Bengkulu saat Pilkada 2015 kemarin. Saya menjabat sebagai staf ahli Sosbud ini kan tanggal 16 Maret 2015, saya ditawarin itu, bisa dibuktikan di sana.
Apa yang mereka sampaiÂkan waktu itu?Bapak apa nggak ada niat untuk mencalonkan? Kami menÂdukung bapak.
Respons anda waktu itu?Saya kan bukan orang Bengkulu, walaupun di mata orang Bengkulu saya cocok di sana. Karena waktu itu juga ada Wakil Gubernur, Sultan Najamuddin (mencalonkan dii) itu seperti adik saya, kemudian jalan beÂgitu saja. Selain itu saya juga ada penawaran Gubernur di Sulawesi Utara, tapi di sana ada polisi (yang masuk bursa calon Gubernur) Olly Dondokambey. Banyak sekali orang saya. Masak saya polisi harus bersaing dengan polisi. Nah akhirnya saya tidak ikut Pilkada di sana. ***