. Pakar hukum pidana dari Univeristas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr. Mudzakkir menyayangkan sikap polisi yang tetap melanjutkan kasus Yulian Paonganan ke pengadilan.
Mudzajkir menilai harusnya kasus tersebut cukup diberi teguran keras, karena masuknya ranah penghinaan bukan pornografi atau ITE.
"Tidak ada unsur pornografinya dalam foto dan hastak tersebut. Kalaupun masuk penghinaan, ini sudah digugurkan oleh MK," kata Mudzakkir saat dihubungi, Sabtu (16/4).
Mudzakkir menilai dengan menahan sesorang seperti itu, Polisi dinilai buang-buang energi. Jangan sampai karena membela presiden, hak seseorang dihilangkan.
"Sebaiknya polisi urus penjahat-penjahat saja, jangan menghukum orang karena alasan tidak tepat. Ini jelas buang-buang energi," tegasnya.
Terkait dengan foto Nikita Mirzani bersama Jokowi, Muzakir menilai tidak ada alasan kuat foto itu dijadikan dasar untuk memenjarkan orang, karena sudah tersebar sebelumnya. Harusnya kata dia, orang yang mengunggah pertama juga ditangkap.
"Foto itu kan sudah tersebar, tangkap juga dong yang menyebarkan pertamanya. Ini aneh, dibilang menebar kebencian darimana menebarnya. Ini kan soal merasa terhina saja, seolah-olah Jokowi dekat dengan Nikita yang konotasinya negatif di masyarakat," tegasnya.
Jika foto tersebut dinilai porno, Mudzakkir mencontohkan banyak media yang memuat foto-foto vulgar. Bahkan, Nikita sendiri memakai pakaian yang tidak sopan ke Pengadilan, tapi tidak ditangkap.
"Masa negara kalah sama Nikita. Ini sama aja menaikan harga Nikita, senang dia digituin," ungkapnya.
Terkait dengan sidang perdana kasus Ongen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa depan. Mudzakkir menilai ini menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia.
"Jangan kemudian penafsiran porno dibuat semaunya sendiri, tidak pakai standar ilmu pengetahuan," tandasnya.
[rus]