IRMA Bule, pedangdut asal Karawang, Jawa Barat, bukanlah masuk kategori pedangdut papan atas. Itu sebabnya, namanya tidak terkenal.
Dia juga masuk kategori pedangdut yang hanya dibayar Rp. 500,- ribu untuk sekali manggung. Sehingga itu pula yang menyebabkan ia luput dari liputan media-media infotaintment.
Pedangdut kampoeng itu mungkin juga tidak dilirik oleh pengusaha kaya, politisi berjiwa makelar ataupun birokrat korup yang suka mengincer artis-artis terkenal.
Entah karena wajahnya tidak begitu bisa bersaing dengan artis lainnya.
Dari gambar-gambarnya di perpustakaan Google, Irma tidak memiliki kecantikan setara dengan pedangdut Zaskia Goyang Itik (Gotik), Cita Citata dan atau pendangdut senior Ike Nurjana serta Iis Darliah
Kecantikannya, kalah jauh dengan apa yang dimiliki oleh penyanyi Syahrini. Yang saking cantiknya bisa menciptakan penghasilan luar biasa. Punya mobil sport Ferrari dan kalau bepergian ke luar kota, menggunakan Jet Pribadi.
Irma Bule juga sudah bersuami dan dari wajahnya nampak cukup jelas, sang suami bukanlah lelaki yang memiliki postur seperti suami Inul Daratista.
Postur tubuhnya jelas menunjukkan, Irma tidak punya "sex appeal", sebuah elemen dalam tubuh artis wanita yang sering memikat hati dan mata para lelaki hidung belang.
Namun kematiannya pekan lalu, telah mengundang simpati dan empati yang cukup luas dari berbagai strata masyarakat. Termasuk dari masyarakat internasional. Portal asing, ikut menyiarkan video atas kematiannya.
Irma Bule meninggal secara tragis dan mengenaskan. Irma dipatok oleh "King Cobra", ular yang selama ini dia jadikan 'kawan' untuk menggelar pertunjukan. Ular yang dia jadikan mitra untuk mencari kehidupan, mencari sesuap nasi.
Kematiannya menjadi kabar yang memilukan, sebab untuk pertunjukaan yang dia gelar pada hari itu, Irma Bule hanya menerima bayaran sebesar Rp. 500,- ribu. Tarif cukup istimewa. Sebab biasanya Irma Bule hanya menerima honorarium Rp. 250,- ribu sekali pertunjukan.
Sebuah nominal yang kalau disandingkan dengan kehidupan di Jakarta, sangat murah. Sebuah nominal yang bagi artis papan atas di ibukota, hanya untuk sebuah tip.
Menurut kesaksian, begitu Irma jatuh di panggung, pawang ular yang hadir di tempat pertunjukan itu segera mengamankan ular pembunuh. Demikian pula sejumlah kerabatnya berusaha membantu Irma. Mereka meminta Irma untuk mereka bawa ke rumah sakit terdekat.
Tapi Irma menolak. Irma hanya menjawab biarlah dia serahkan hidupnya di tangan Tuhan Allah saja.
Belakangan baru diketahui, Irma lebih memilih bertahan manggung, sebab kalau Irma meninggalkan panggung - sementara kontrak pertunjukannya belum selesai, maka panitia tidak akan mencairkan honornya yang berjumlah Rp. 500,- ribu itu.
Irma bahkan mencoba tampil lagi di panggung. Melanjutkan pertunjukannya yang tersisa.
Tapi kuasa maut berkata lain. Irma kembali jatuh dan dalam beberapa menit kemudian, nafasnya berhenti. Irma Bule meninggal.
Kuat dugaan itu semua terjadi karena racun yang sangat berbisa yang berasal dari "King Cobra" sudah merasuk ke saraf-sarafnya dan merusak semua organ tubuh yang menunjang semua jalur pernafasannya.
Konon, di kota Kerawang, Irma Bule memang dikenal sebagai pendangdut yang ketika disewa untuk bernyanyi, selalu menyertakan ular atau melilitkan ular di tubuhnya. Pertunjukan seperti itu, tiada lain untuk menarik orang yang lebih banyak menonton pertunjukannya.
Cara itu sekaligus menunjukkan, persaingan di antara sesama pedangdut di daerah Karawang sudah demikian ketat.
Sebab kalau tanpa "embel-embel" seperti itu, menyanyi atau berdangdut bersama ular, pertunjukan tak akan banyak dilirik orang.
Kini, jasad Irma Bule sudah beristirahat tenang di salah satu lobang kuburan di pemakaman kota Karawang. Tetapi para penggemar musik dangdut dari seluruh Indonesia, masih terus membicarakannya. Sementara beberapa portal berita manca negara mengunggah video tentang kematiannya.
Tidak ada karangan bunga dari mereka yang bisa dikategorikan sebagai 'pemangku kepentingan'. Katakanlah dari lembaga pemerintah yang mengurus masalah dunia kreatif.
Tidak ada persatuan ister-isteri anggota DPR yang terketuk hati .
Saya yang bukan penggemar musik dangdut, hanya bisa membatin. Peristiwa ini seharusnya dilihat secara profesional dan proprorsional.
Perlu ada penataan yang baik bagi pertunjukan yang menggunakan binatang berbisa. Sebab kenyataan di lapangan, masyarakat yang mencari penghidupan dengan cara menempuh resiko seperti ini, tidak sedikit.
Rakyat yang kejepit kehidupan ekonomi mereka, tak segan-segan memilih pekerjaan yang penuh resiko.
Jadi perlu ada konsep yang baku, misalnya setiap pertunjukan yang menggunakan binatang berbisa atau yang berresiko, harus didampingi oleh tim medis.
Umur manusia di tangan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa. Kematian Irma Bule secara tragis seperti itu tak bisa kita jadikan alasan untuk menyalahkan, DIA, Tuhan Allah.
Kendati demikian, secara manusia, sebagai manusia biasa, saya melihat kepergian Irma Bule secara tragis, menyisakan sebuah fakta dan fenomena. Bahwa manusia di Indonesia saat ini, sudah sangat minim elemen dan cairan kemanusiaannya.
Penglihatan ini disampaikan, karena saya tidak melihat adanya kepedulian ataupun reaksi yang cukup berarti.
Saya tidak melihat ada karangan bunga, apalagi kunjungan pejabat, politisi atau LSM ke rumah duka Irma Bule.
Selamat Jalan Irma Bule. Kepada keluargamu, saya haturkan ucapan turut berduka cita.....Amin. [***]
Penulis adalah jurnalis senior.
Populer
Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41
Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45
Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05
Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05
Senin, 03 Februari 2025 | 15:45
Senin, 03 Februari 2025 | 13:49
Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20
UPDATE
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14
Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05
Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42
Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29
Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18
Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10