Musyawarah Kerja Nasional II Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar kepengurusan hasil Muktamar Jakarta telah selesai dilaksanakan, kemarin.
Mukernas PPP yang dilaksanakan dua hari menghasilkan beberapa rekomendasi penting. Bidang penegakan hukum nasional menjadi sorotan PPP pimpinan Djan Faridz ini, terutama soal beberapa keputusan hukum yang diabaikan pemerintah.
"Walau begitu, PPP baik dari Dewan Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting siap mengawal dan mensukseskan seluruh program Nawacita dan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi. Aspek reformasi sistem dan penegakan hukum serta menjaga keutuhan NKRI yang mandiri dan bermartabat baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi dan budaya ditegakan dan kita akan kawal itu," kata Waketum DPP PPP, Humphrey Djemat, kepada Kantor Berita Politik RMOL.
Menurut Humphrey, Mukernas yang dihadiri 34 Dewan Pimpinan Wilayah itu adalah jawaban dan sikap konstitusional partai menyikapi perkembangan internal partai dan situasi eksternal yang berkembang. Yang terpenting dari forum ini adalah menjaga dan memperkokoh keyakinan kader akan pentingnya memahami konstitusi partai.
"Rekomendasi Mukernas II PPP ini wajib ditaati oleh seluruh jajaran partai dan menjadi pedoman aksi menghadapi pandangan yang keliru dari pihak-pihak eksternal terhadap PPP," katanya.
Rekomendasi yang paling tegas dari Mukernas adalah menolak Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-03.AH.11.01 Tentang Perpanjangan Kepengurusan DPP PPP Hasil Muktamar VII Bandung, tanggal 17 Februari 2016.
Dasarnya jelas, Perpanjangan SK Menkumham tersebut merupakan perbuatan melawan hukum sebab bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015 tanggal 2 November 2015 ("Putusan MA 601â€) yang telah menolak permohonan untuk kembali ke Muktamar Bandung dimana secara tegas tercantum dalam halaman 102 Putusan MA 601, yang menyebutkan Muktamar VII Bandung tidak efektif lagi dan tidak mempunyai eksistensi berdasarkan Putusan Mahkamah Partai. Dan dalam Amar Putusannya menyatakan bahwa Muktamar VIII PPP yang diselenggarakan pada tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta adalah Kepengurusan PPP yang sah
"Atas keputusan ini hasil Mukernas menyerahkan kepada tim hukum untuk menuntut pemerintah agar mengesahkan Kepengurusan Muktamar Jakarta sesuai putusan MA Nomor 601 K/Pdt.Sus- Parpol/2015 tanggal 2 November 2015," katanya.
Selanjutnya, menolak Muktamar Islah, dengan dasar bahwa muktamar islah merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Putusan MA Nomor 601. Amar putusan itu menyatakan bahwa Muktamar VIII PPP yang diselenggarakan pada 30 Oktober-2 November 2014 di Jakarta adalah Kepengurusan PPP yang sah;
"Ini juga sebagai peringatan kepada pengurus yang telah mendukung Muktamar Islah tunduk dan patuh pada kebijakan DPP PPP yang menolak Muktamar Islah, serta wajib taat hukum baik itu pada Putusan Mahkamah Agung maupun Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Apabila tidak dihiraukan maka patut diberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam AD/ART," jelasnya.
Selain itu, kata Humphrey, DPP PPP membuka pintu selebar-lebarnya bagi sahabat-sahabat PPP untuk kembali ke rumah besar umat Islam berlandaskan pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 504/K/TUN/2015 dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601/K/ Pdt.SOS-POL/ 2015, Putusan Mahkamah Partai, dan UU Partai Politik.
[ald]