Tokoh masyarakat Toba, RE Nainggolan, menyayangkan munculnya anggapan penduduk asli akan menjadi budak saat program Danau Toba sebagai destinasi wisata unggulan berhasil.
Anggapan tersebut sangat tidak beralasan dan terkesan bersifat destruktif terhadap program yang digagas oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Alam, Rizal Ramli tersebut.
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Sumatera Utara ini memastikan hal tersebut tidak akan terjadi karena masyarakat Batak sangat "melekat" dengan tanah atau bona pasogit.
"Saya kira itu pendapat yang salah, karena masyarakat Batak itu sangat
melekat dengan tanahnya dan itu sudah menjadi bagian dari kepribadian
mereka," katanya kepada
MedanBagus.Com, Kamis (24/3).
RE menjelasan, keseriusan yang ditunjukkan pemerintah dalam pengembangan Danau Toba sebagai salah satu destinasi unggulan di Indonesia harus diapresiasi. Apalagi dalam mewujudkan hal tersebut, kemenko Maritim ikut menggandeng
kementerian-kementeria lain sehingga seluruhnya dapat bekerja secara
bersamaan.
Rute penerbangan Garuda dari Jakarta-Silangit, Tapanuli Utara menurutnya menjadi salah satu bukti bahwa program tersebut tidak hanya isapan jempol semata.
"Saya belum pernah melihat ada upaya seserius ini untuk pengembangan Danau Toba. Oleh karena itu jangan munculkan isu-isu negatif yang akan mengagalkan itu semua," ujarnya.
Diketahui pemerintah Indonesia menetapkan 10 destinasi wisata unggulan yang akan terus dibenahi untuk mengejar target dukungan 20 juta wisatawan pada tahun 2019 mendatang. Destinasi wisata tersebut yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Bromo (Jawa Timur), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Yogyakarta (DI Yogyakarta), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Belitung (Bangka Belitung), Morotai (Maluku), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), dan Tanjung Lesung (Banten).
[zul]