Berita

DEREK MANANGKA

Protes Pengemudi Dilayani, Kerugian Masyarakat Diabaikan

*) Menagih Tanggung Jawab Menteri Perhubungan
KAMIS, 24 MARET 2016 | 08:26 WIB | OLEH: DEREK MANANGKA

KEMARIN, Rabu 23 Maret 2016, sejumlah sahabat mengeluhkan dampak dari demonstrasi para pengemudi taksi yang diwarnai oleh tindakan anarki. Keluhan mengemuka, sebab yang terkena dampak - baik kerugian langsung atau tidak, relatif cukup banyak. Padahal mereka yang dirugikan itu, cukup banyak yang tidak ada kaitannya dengan binis pertaksian.

Kerugian dihitung, sebab akibat demo para pngemudi, kawasan 'segi tiga mas' Jakarta, sebagian besar tak bisa diakses pada jam-jam produktif. Terjadi stagnasi kegiatan bisnis baik dalam bentuk pertemuan penjajagan maupun berupa transaksi konkrit.

Jelas ada kerugian masyarakat bahkan bisa jadi pemerintah sendiri.

Lantas siapa pihak yang harus dimintai pertanggung jawaban ?

Kami kemudian membuat daftar siapa pihak-pihak yang harus dimintai pertanggung jawaban. Tujuannya agar bangsa ini juga harus bisa diberi persepektif bahwa demo seperti yang dilakukan pengemudi Selasa kemarin itu, bukan sebuah "force majeure". Tapi sesuatu yang muncul karena atas izin ototaritas.

Oleh sebab itu ganti rugi wajar diberikan kepada mereka yang melakukan kleim.

Terutama karena izin demo itu diberikan dengan syarat tidak boleh ada pengrusakan. Nyatanya terjadi kerusakan dan kerugian.

Maka kami lakukan inventarisasi. Mulai dari para pengemudi itu sendiri, perusahaan transportasi yang gagal mencegah para pengemudi untuk berdemo, aparat kepolisian yang gagal mencegah terjadinya anarki.

Terakhir muncul nama Pemerintah DKI Jakarta. Sebab pemerintah daerah ini, atas kejadian itu sama saja dengan tidak ikut menjaga kenyamanan dan keamanan warganya yang beraktifitas. Padahal hal itu melekat dalam hak warga DKI. Hak itu sebagai kompensasi dipenuhinya semua tuntutan pemda seperti membayar pajak dan mematuhi aturan.

Tapi setelah terjadi diskusi yang cukup panjang, akhirnya muncul pemikiran bahwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan-lah pihak yang paling bertanggung jawab.

Sebab awalnya, para pengemudi terprovokasi oleh pernyataannya.

Menteri Perhubungan inilah yang tampil di dua saluran TV - sebelum terjadinya demo - dengan penjelasan yang justru menyesatkan. Penjelasannya justru telah membuat para pengemudi seperti sedang dibela oleh Pak Menteri. Tuntutan mereka mudah dipenuhi.

Disebut membela karena seolah-olah dia sebagai wakil pemerintah sudah punya konsep. Yaitu memblokir penggunaan aplikasi oleh taksi berbasis 'online'. Gagasan ini tentu merupakan kabar baik bagi para pengmudi taksi konvesional.

Tapi nyatanya tidak. Bahkan pihak Menteri Kominfo Rudiantara yang berhak memblokir, menilai usulan Menteri Jonan sebagai sesuatu yang tak mungkin dilakukan.

Namun akibat pernyataan Menhub soal rencana pemblokiran aplikasi, para wakil pengemudi mendatangi kantor Kominfo pada hari demonstrasi itu. Menhub sudah tahu agenda para demontran di Kominfo. Tapi dia tidak berusaha mencegahnya. Suasana tegang pun muncul.

Sementara wakil pengemudi sedang berunding dengan Menteri Kominfo, ribuan massa demonstran, terus menunggu kabar hasil perundingan tersebut.

Begitu diperoleh kabar bahwa Menteri Kominfo tidak bersedia mememenuhi permintaan Menteri Perhubungan, suasana emosional membakar amarah para pengemudi.

Seharusnya Menteri Perhubungan hadir sebagai penyejuk. Karena dia sudah tahu Kominfo menolak usulannya, semestinya Menhub menjelaskan hal tersebut kepada para wakil pendemo. Setidaknya ia bisa memberi saran, himbauan agar suasana emosi tidak membesar.

Bahkan sebagai pejabat yang mendapat tugas mengurus negara, Menhub patut turun ke jalan, menemui para pendemo, menenangkan mereka agar tidak emosi apalagi melakukan tindakan anarki.

Dia harus punya jiwa besar tampil di tengah kerumunan massa pengemudi untuk menurunkan rasa sakit hati dan rasa tidak puas mereka.

Tapi Menteri Perhubungan seolah merasa tindakan meredahkan perasaan emosi para pengemudi itu, bukan bagian dari tanggung jawabnya.

Entah apa yang dilakukannya saat buruh mulai banyak yang sangar di tengah jalan protokol. Entah Menhub menikmati siaran televisi yang menyiarkan persistiwa anarki itu.

Yang jelas, dengan sikapnya ini, muncul kecurigaan terhadapnya. Bahwa protes yang diwarnai anarki itu, sesuatu yang dia inginkan. Seolah dia membiarkan terjadi kerusuhan agar kejadian itu bisa menjadi unsur penekan terhadap Menteri Kominfo.

Pada sore hari, di hari Selasa 22 Maret 2016 itu - setelah demonstrasi mereda, adalah Menteri Kominfo dan Menteri Koordinator Polkam mengambil inisiatif.

Mereka menggelar konperensi pers bersama untuk ikut menjelaskan bagaimana sikap pemerintah terhadap kehadiran bisnis taksi berbasis 'online' serta langkah-langkah apa yang akan diambil oleh pemerintah.

Anehnya, Menteri Jonan tidak kelihatan ikut dalam "Operasi Penyejukan" ini.

Dari kejadian ini lagi, semakin besar penilaian yang melihat bahwa sebagai Menteri ia menghindar dari anggung jawab.

Dan aneh sebagai Menteri Perhubungan yang selama ini paling banyak berbicara soal bisnis taksi berbasis 'online' justru di waktu dia dibutuhkan untuk berbicara lagi, dia malah menghilang.

Dia tidak memperlihatkan kepedulian, tanggung jawab dan sikap Menteri yang punya jiwa kenegarawanan.

Menteri Jonan, boleh saja tidak hadir dalam komperensi bersama. Tapi alasannya harus jelas dan semestinya dalam kesempatan terpisah, dia perlu menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat. Terutama atas kejadian anarki dan stagnasi kegiatan sebagai akibat dari demo para pengemudi taksi.

Apa yang menjadi beban bila Menteri meminta maaf?

Pernyataan maaf, tentu tak akan memperbaiki semua kerusakaan yang sudah terjadi. Namun tindakan ini setidaknya bisa memberikan sebuah perasaan enak di masyarakat. Yaitu sebagai warga, mereka dipedulikan oleh pemerintah.

Warga akan mengapresasinya kalau dia sebagai pejabat negara mau meminta maaf dan mengakui kesalahan. Membuat kesalahan itu tidak dosa asal memang tidak diniati.

Meminta maaf itu juga bukan sebuah sikap yang hina. Melainkam sebuah bukti pengakuan bahwa kita berjiwa besar, sportif dan jujur. Kita bukan manusia sempurna yang kesempurnaannya mendekati kehebatan seorang nabi ataupun dewa.

Dengan cara meminta maaf paling tidak sebagai Menteri, selaku pejabat negara ia sudah menunjukkan bahwa negara memang hadir di tengah persoalan masyarakat sekaligus membantu mengatasi persoalan.

Sikap yang tidak gentle ini, semakin menunjukkan bahwa Menteri Perhubungan merupakan pejabat negara yang selalu merasa benar. Atau apapun kesalahan yang terjadi di masyarakat, bukan pemerintah yang bersalah, apalagi bertanggung jawab.

Jadi bisa disimpulkan, Menteri Perhubungan ini termasuk anggota kabinet yang senang menyaksikan kegaduhan.

Atau pejabat tinggi negara ini tidak ada rasa sungkan memperlihatkan sikap arogansinya kepada masyarakat. Dan baginya mungkin, citra Presiden atau pemerintah Joko Widodo menjadi negatif, itu bukan bagian dari masalahnya.

Baginya mungkin kegaduhan merupakan sebuah peristiwa yang menyenangkan.

Mari kita lihat bagaimana dia membuat kegaduhan. Tahun lalu ia melarang pengoperasian sepeda motor sebgai angkutan oleh perusahaan berbendera "GoJek".

Kebijakan yang dianulir Presiden Joko Widodo itu memang sesuatu yang merusak nama pemerintah. Semenjak itu ia menjanjikan akan melakukan revisi UU Transportasi. Mana hasilnya?

Pelarangan "GoJek" sesuatu yang kontroversl. Sebab kalau kita cermati, sebelum ada "GoJek" yang namanya angkutan "Ojek" sudah lama beroperasi secara ilegal di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Di seluruh kota besar di wilayah Indonesia teradapat Ojek ilegal. Nah, mari kita tanya apakah Kemenhub sudah menangani Ojek Ilegal ini sesuai keharusan?

Atau mengapa "GoJek" justru yang dianggap ilegal sementara "Ojek" yang tak punya bendera perusahaan diperlakukan legal?

Menteri Jonan juga tidak konsisten terhadap pengaturan mobil berpelat hitam untuk kendaraan taksi.

Sebab nyatanya banyak perusahaan rental yang melakukan hal serupa. Menteri Jonan seolah menutup mata dan kuping, tidak tahu atas keadaan ini.

Kegaduhan lain yang dia ciptakan dalam proyek Kereta Api Cepat, Bandung - Jakarta.

Menteri Jonan tidak hadir dalam peresmian proyek yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Kehadirannya membuat persepsi publik melihat Jonan sedang mempertontonkan ketidak setujuannya atas proyek tersebut. Ia melakukan perlawanan secara halus terhadap Presiden RI.

Pertanyaannya patutkah hal tersebut dilakukan seorang Menteri terhadap Presiden?

Jelas sikapnya sebagai Menteri, tidak menjaga etika dan rasa pirasa.

Dengan data ini bisa ditarik kesimpulan sementara bahwa kalau dengan Presiden saja - orang yang secara pribadi memberinya kepercayaan dan jabatan Menteri - Jonan bisa tidak punya sikap beretika, bagaimana dengan masyarakat luas yang ia tidak kenal satu persatu?

Atas kejadian ini, kali ini, sudah saatnya Menteri Jonan tidak hanya layak dimintai pertanggung jawabannya. Dia, sebagai pejabat publik punya kewajiban bertanggung jawab atas peristiwa demo anarki kemarin. Sahamnya dalam arti mendorong pendemo melakukan protes, tak bisa diabaikan.

Bahkan kepada Presiden Joko Widodo, perlu diusulkan agar Ignasius Jonan sudah saatnya digeser dari kedudukannya sekarang.

Boleh saja dia seorang pejabat yang pintar. Tetapi pintar saja tidak cukup untuk menjadi seorang pembantu Presiden.

Kepintarannya menjadi tidak berarti karena rasa tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat kurang atau tipis sekali. [***]

Penulis adalah jurnalis senior.

Artikel Derek Manangka ini mendapat tanggapan dari Hadi M. Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan dengan artikel berjudul "Duduk Soal Taksi Aplikasi dan Solusinya". Silakan klik disini.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Pangkas Anggaran Kementerian, Prabowo Lebih Peduli Rakyat Kecil

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30

Bursa Asia Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22

Guncangan Politik Rumania, Presiden Klaus Iohannis Pilih Mundur

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19

Butuh 15 Regulasi Kewenangan Khusus Pasca Status Berubah Jadi DKJ

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17

Jokowi Harusnya Tak Olok-olok SBY soal Hambalang

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14

Kebijakan Trump Bikin Dolar AS Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05

Bursa Eropa Sumringah, Indeks Utama Kompak Naik

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42

Menuju Bahaya Oligarki

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29

Saham-saham Teknologi Melonjak, Bursa AS Ditutup Menghijau

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18

Mbak Ita dan Suaminya Dikabarkan Kembali Diperiksa Hari Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10

Selengkapnya