Pendukung dan calon kepala daerah dari jalur perseorangan sepertinya perlu kerja lebih keras dan pasang kuda-kuda lebih kuat, sebab di last minute mereka bisa saja dijegal dengan poin syarat dukungan dalam undang-undang.
Sampai saat ini, revisi Undang-Undang Pilkada 2017 memang belum dibahas. Tapi suara-suara untuk menambah persentase syarat dukungan dari sejumlah fraksi yang ada di DPR semakin menguat. Seakan ini menjadi serangan balik untuk mengatiÂsipasi fenomena deparpolisasi, yaitu sikap antipartai karena menurunnya tingkat keperÂcayaan publik terhadap partai politik. Hal itu ditunjukkan denÂgan makin besarnya dukungan KTP yang wajib diperoleh calon independen.
Tidak tanggung-tanggung. Seperti diberitakan, syarat duÂkungan yang akan dibebankan kepada calon independen akan mencapai 10-20 persen. Juga tidak menutup kemungkinan bisa lebih dari itu.
Benarkah demikian? Simak wawancara
Rakyat Merdeka dengan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman berikut ini;
Sudah sejauh mana proses revisi UU Pilkada?Belum masuk pembahasan. Sekarang kan DPR masih reses, karena konsepnya itu inisiatif dari pemerintah, ya kita menunggu. Mungkin saja (draf revisi) sudah masuk di DPR, oleh karena itu nanti kita akan cek dahulu, suÂpaya bisa langsung pembahasan. Dan hal-hal apa yang direvisi dari usulan draf tersebut.
Kapan itu kira-kira bisa dibahas?Ya setelah pembukaan sidang nanti, tanggal 6 April, ya mulai coba kita lihat itu.
Bisa dikebut nggak pembahasannya, supaya tidak kecolongan lagi seperti pada tahapan pilkada serentak tahap I?Iya, tahapannya kan sekarang yang sangat dekat ini adalah tahapan pembentukan PPK dan PPS yang pilkada. Oleh karÂenanya, yang mendesak penyeÂlenggara Pemilu dan Bawaslu adalah soal pembiayaan, gitu. Pembiayaan ini kan di undang-undang itu, masih menggunakan dana APBD dan dapat dibantu oleh APBN.
Komisi II punya target ngÂgak, berapa lama pembahasan revisi ini bisa selesai?Saya kira gini, satu setengah bulan masa sidang ini harus bisa diselesaikan. Kalau masa sidang misalnya akhir Mei, itu harus disÂelesaikan. Jadi lebih kurang, satu bulan setengah lah. Harus bersama-sama berupaya dengan pemerintah untuk menyelesaikannya.
Soal calon independen, beÂnar DPR ingin memperberat persyaratannya?Bukan diperberat ya. Itu kan sebelum keluar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang di-
judicial review pasal yang menyangkut itu, bahwa syaratnya adalah 6,5 (persen) sampai 10 (persen) dari jumlah penduduk, sebelum diubah, sebelum
judicial review. Lantas MK mengeluarkan keputusan, hasil
judicial review itu, bahwa syarat perseorangan menjadi 6,5 sampai 10 persen sesuai dengan kondisi daerah dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Tentu berbedalah dari jumlah penduduk dan pemilih tetap. Alasannya kenapa harus Daftar Pemilih Tetap, karena memang mau kesetaraan syarat calon dari partai politik dengan perseoranÂgan. Oleh karena itu ada pikiran dari fraksi-fraksi di DPR, kalau dapat ini dinaikkan.
Berapa persen?Menjadi 10-15 persen.
Ini karena ketakutan akan deparpolisasi ya?Nggak, nggak lah. Ya jangan juga lagi anti parpol. Kan deparÂpolisasi itukan anti parpol.
Bukankah kalau diperingan persaingannya lebih kompetitif, dan calon banyak yang berÂmunculan, sehingga fenomena calon tunggal tidak terjadi?Kalau mau banyak calon, tidak calon tunggal bukan malah persyaratan seperti ini yang diÂperingan. Tapi kesetaraan, sama hak. Jangan diskriminatif.
Maksudnya?TNI boleh mencalonkan, Kepolisian, PNS boleh menÂcalonkan. Berikutnya anggota DPR boleh mencalonkan, diaÂtur. Jadi kalau kami dilarang mencalonkan, harus mundur ya kan, padahal ya apa. Itu naÂmanya sudah melarang, harus mundur. ***