Berita

Pencalonan Ahok Sulit Dibendung

*) Kalkulasi PAN, Strategis?
SENIN, 21 MARET 2016 | 07:53 WIB | OLEH: DEREK MANANGKA

JIKA benar tiga partai politik dari papan tengah yaitu PAN, PKB  dan Partai Hanura mendukung Ahok kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta, dalam Pilkada 2017, maka keputusan itu merupakan sebuah fenomena baru dan menarik dalam perkembangan dunia politik Indonesia.

Fenomena ini semakin membenarkan asumsi bahwa politik Indonesia memang sangat dinamis. Perkembangan dan perubahan mendadak, merupakan ciri utama politik Indonesia.

Sulit menebak ke arah mana kebijakan politik dari sebuah partai. Atau aksioma yang menyebutkan bahwa dalam politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingan, memang benar adanya. Aksioma atau pun ungkapan itu tidak hanya berlaku di negara Barat.

PAN, PKB dan Hanura, ditambah Partai Nasdem yang sudah lebih dulu mendeklarasikan dukungannya kepada Ahok, tidak mungkin memberi dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan 'kertas kosong'. Pasti kertas itu ada coret-coretan kalkukasinya. Bahwa kalkulasi itu tidak selalu dan harus berkonotasi transaksional, itu menjadi isu yang terpisah.

Namun fenomena itu menjadi lebih menarik, terutama karena faktor keputusan PAN (Partai Amanat Nasional).

Tidak berarti PKB, Hanura dan Nasdem tak menjadi faktor penting. Namun dukungan PAN tetap memiliki sebuah kekhususan.

Mengapa?

Partai yang didirikan oleh Amien Rais ini, sepanjang sejarah eksistensinya, lebih dikenal sebagai partai nasional yang menonjolkan ideologi Islam.  

Ketika didirikan di awal reformasi, PAN masih didaulat sebagai partai nasionalis alternatif. Karena di sana masih ada pengaruh tokoh seperti Albert Hasibuan lewat puteranya Bara Hasibuan. Demikian juga ada tokoh dari CSIS.  

Tetapi setelah tokoh-tokoh non-muslim itu tersingkir secara alamiah atau karena faktor suasana, PAN sudah lebih pantas disebut sebagai salah satu Partai Islam.

Dan kesan ini semakin mengental apabila dilihat dari peryataan maupun sepak terjang figur sentral di PAN yaitu cendekiawan muslim, Amien Rais.

Sangat jarang PAN berkompromi atau mendukung seorang tokoh yang bukan pemeluk Islam untuk menduduki posisi penting dalam berbagai sektor kehidupan.

Bahkan di tahun 1999, PAN di bawah komando Amien Rais berhasil menggagalkan Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI yang keempat.

Isu sentral yang digunakan Amien Rais dengan kekuatan Poros Tengah-nya, bahwa wanita seperti Megawati oleh paham Islam dilarang menjadi pemimpin (Presiden).

Kampanye itu sangat jelas dan nyaring disuarakan. Sehingga ketika Sidang Istimewa MPR-RI Oktober 1999 yang bertugas memilih Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan, yang terpilih Abdurrahman Wahid. Sementara Megawati hanya menjadi Wakil Presiden.

Sehingga dari sudut sejarah ini, tidak mungkin PAN mendukung Basuki Tjahaja Purnama, yang kebetulan terlahir di Indonesia sebagai warga negara keturunan etnis Tionghoa dan pemeluk agama non-Islam.  

Tapi dengan keputusan kali ini, setidaknya PAN mengirimkan sinyal yang cukup jelas. Bahwa di bawah kepemimpinan Zulfkifli Hasan, Ketua Umum Partai yang menggantikan Hatta Rajasa kurang dari satu tahun lalu, partai ini sudah atau sedang mengalami perubahan.  

PAN tidak lagi terlalu dogmatis Islami. PAN mulai berubah menjadi partai tengah yang mirip dengan Partai Kebangkitan Bangsa, partai yang didirikan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almarhum).

Fenomena ini semakin menarik, sebab Zulkifli Hasan sebagai pemimpin baru PAN, merupakan besannya Amien Rais. Artinya yang terkesan di sini, sekalipun anak-anak Amien Rais dan Zulkifli Hasan diikat oleh tali perkawinan, tapi hal itu tidak membuat Bung Zul dan Pak Amien terikat dalam kebijakan yang sama di dunia politik.

Keputusan PAN bersama PKB dan Partai Hanura, memang terkesan sangat dipengaruhi oleh kalkulasi politik yang dibuat oleh Partai Nasdem.

Nasdem yang didirikan Surya Paloh dan masih masuk kategori partai yang berusia dibawa lima tahun (Balita), memang sudah lebih dulu mendeklarasikan dukungannya terhadap Ahok. Nasdem sebagaimana ditegaskan Ketua Umumnya Surya Paloh, tidak mempermasalahkan sikap Ahok yang lebih memiliki dicalonkan melalui jalur independen.

"Nasdem tetap mendukung Ahok, sekalipun Ahok tetap menggunakan jalur independen," ujar Surya Paloh tak lama setelah partainya mendeklarasikan dukungan kepada Ahok.

Fenomena baru ini jelas sangat menguntungkan posisi Ahok. Atau Ahok sedang berada "di atas angin". Posisi Ahok menjadi cagub DKI, berada dalam status yang cukup aman. Ahok memiliki dua kartu: satu melalui jalur independen dan satunya lagu melalui partai politik. Terserah dia kartu mana yang digunakannya.

Yang pasti dengan dukungan Nasdem, PAN, PKB dan Hanura, kini Ahok semakin sulit dibendung menjadi calon Gubernur DKI Jaya di Pilkada tahun depan.

Kalaupun DPR-RI dan pemerintah melakukan revisi UU Pilkada dengan cara menaikkan jumlah prosentase suara sebagai syarat baru, revisi itu tak akan bisa menjegal Ahok.

Secara terpaksa ataupun ikhlas, Ahok bisa menggunakan jalur parpol dengan cara menerima dukungan atau pinangan empat partai menengah itu.

Soalnya dengan gabungan dari empat partai itu, suara  pendukung di DPRD DKI Jaya, sudah memenuhi syarat minimal.  Suara atau kursi gabungan dari keempat partai itu di DPRD DKI Jaya melebihi angka 20 prosen kursi ataupun suara.

Lalu apa yang akan bisa mencegah atau menggagalkan Ahok menjadi cagub DKI Jaya? Jawaban sementaranya adalah mungkin hanya kehendak dan kekuatan Tuhan. Kalau rencana manusia, mungkin sulit.

Rencana manusia misalnyan bagaimana menjadikan Ahok sebagai tersangka korupsi.

Saat ini Ahok digadang-gadang terlibat korupsi. Dan yang menyuarakan itu,mereka yang sangat tidak menyukainya. Baik  karena keminoritasannya ataupun karena bahasanya sehari-hari yang dinilai sarat dengan istilah dari "kebon binatang".

Korupsi yang disebut-sebut dilakukan oleh Ahok adalah dalam jual beli tanah Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.

Namun sejauh ini tuduhan itu baru bersifat opini. Secara hukum, Ahok sebagai koruptor, belum mendapat kepastian hukum sama sekali. Sehingga tuduhan koruptor itu untuk sementara menjadi kurang kuat.

Tidak terbendungnya Ahok menjadi cagub DKI Jaya, apalagi kalau dia berhasil terpilih kembali untuk masa bhakti 5 tahun (2017 2022), boleh jadi akan menimbulkan gejolak politik.

Gejolak di ibukota NKRI bisa berimbas ke politik nasional. Terutama mengingat Jakarta merupakan barometer untuk segala kehidupan politk nasional.

Gejolak ini bisa bereskalasi ke tingkat yang lebih serius, karena muatannya sangat sarat dengan isu sektarian atau SARA.  Isu yang sangat sensitif dan bisa menjadi pemicu perpecahan bangsa.

Persoalan akhirnya terpulang ke aparat keamanan. Apakah aparat mampu meredam gejolak itu?

Sebab boleh jadi, jika akhirnya Ahok lolos, para penentangnya tetap tak akan puas apalagi berdiam diri. Sebab kursi Gubernur DKI Jaya hampir sama nilai politiknya denkursi RI-1.

Jadi para penantang Ahok tidak akan menyuarakan terus soal keminoritasan Ahok. Tetapi boleh jadi akan berdalih  dengan tema lain atau menggunakan isu terbarukan.

Begitulah sekilas ulasan tentang Ahok dan dukungan partai Islam kepadanya - yang boleh jadi peta dan prediksinya bisa meleset atau berubah sewaktu-waktu. [***]

Penulis adalah jurnalis senior.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Pangkas Anggaran Kementerian, Prabowo Lebih Peduli Rakyat Kecil

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30

Bursa Asia Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22

Guncangan Politik Rumania, Presiden Klaus Iohannis Pilih Mundur

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19

Butuh 15 Regulasi Kewenangan Khusus Pasca Status Berubah Jadi DKJ

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17

Jokowi Harusnya Tak Olok-olok SBY soal Hambalang

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14

Kebijakan Trump Bikin Dolar AS Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05

Bursa Eropa Sumringah, Indeks Utama Kompak Naik

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42

Menuju Bahaya Oligarki

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29

Saham-saham Teknologi Melonjak, Bursa AS Ditutup Menghijau

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18

Mbak Ita dan Suaminya Dikabarkan Kembali Diperiksa Hari Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10

Selengkapnya