Saran kepada Presiden Joko Widodo untuk memecat Menteri ESDM, Sudirman Said, terus bergulir.
Sudirman Said dianggap sebagai biang kerok kegaduhan internal kabinet, terutama akibat sikap membangkangnya terhadap UU, peraturan presiden dan kepada koordinatornya sesuai peraturan presiden, yaitu Menko Koordinator Maritim dan Sumber Daya.
Dalam suatu kesempatan, Sekjen Perhimpunan Kedaulatan Rakyat, Khalid Zabidi, menyebut ada empat indikasi Sudirman Said telah menipu rakyat dengan berbagai manuver dan kebijakannya selama ini.
Indikasi pertama, mantan pejabat Integrated Supplay Chain (ISC) itu "menukar" kasus surat sinyal perpanjangan kontrak Freeport yang melanggar UU Minerba dengan drama "pencatutan nama presiden" di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI.
Drama Sudirman itu mengorbankan dua nama besar, Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Setelah kasus tersebut ramai dibicarakan publik, Setya dan Maroef mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing.
Kesalahan kedua Sudirman Said adalah mengizinkan PT. Freeport Indonesia mengekspor konsentrat tanpa membayar uang jaminan pembuatan smelter kepada pemerintah RI. Alasan Freeport tidak menyetor uang jaminan sebesar 530 juta dollar AS adalah kesulitan finansial.
Kebijakan Sudirman Said dan alasan Freeport menuai kritik keras publik luas, kalangan pengusaha juga anggota DPR. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta pemerintah menghentikan izin ekspor itu, karena pada dasarnya semua perusahaan tambang sedang mengalami kesulitan likuiditas tetapi peraturan pemerintah tetap harus berlaku adil kepada seluruh perusahaan. Sementara kalangan DPR menyebut alasan Freeport itu tidak masuk akal karena Freeport sudah mengggali kekayaan alam Indonesia sejak tahun 1967.
"Dosa" ketiga Sudirman Said, lanjut Khalid, adalah mementingkan saran konsultan asing dan kepentingan asing dalam pembangunan lapangan gas abadi Blok Masela. Sudirman Said, terus "ngotot" mempertahankan skenario membangun kilang di lepas pantai (offshore) mengikuti arahan dari perusahaan tambang asing, Inpex dan Shell.
Keempat, Sudirman membangkang terhadap atasan dengan menebar
hate speech.
Dalam satu kesempatan diskusi akhir pekan lalu, Sudirman Said menyebut ada "pendekar tua" juga koleganya yang menghambat berbagai keputusan yang menjadi tanggung jawab Menteri ESDM. Diantaranya, terkait keputusan pengembangan Blok Masela dan Freeport. Semua orang tahu bahwa yang dimaksudnya adalah Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli.
Sudirman menentang hasil analisa dan kebijakan Rizal membangun kilang gas Blok Masela di darat (onshore). Sedangkan Sudirman mendukung kilang terapung di laut (offshore). Rizal memutuskan kilang ada di darat karena bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat sekitar. Sedangkan pembangunan kilang offshore sesuai arahan dari perusahaan tambang asing, Inpex dan Shell.
Banyak kalangan menilai, pembangkangan Sudirman Said bukan hanya kepada Rizal Ramli tetapi juga kepada Peraturan Presiden.
Sesuai Peraturan Presiden nomor 10 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, diatur bahwa Kemenko Maritim bertugas mengoordinasikan empat kementerian, yang pertama diantaranya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sedangkan Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, mengatur bahwa Kementerian Koordinator mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidangnya. (Baca:
Pimpinan DPR: Seharusnya Sudirman Said Di Bawah Koordinasi Rizal Ramli)
Diatur pula bahwa dalam melaksanakan tugas, Kementerian Koordinator menyelenggarakan fungsi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya; dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya.
[ald]