Berita

DR Tjipta Lesmana:net

Luhut, Libas & Tembak

Oleh: Prof DR Tjipta Lesmana, Eks Anggota Komisi Konstitusi MPR
SENIN, 22 FEBRUARI 2016 | 08:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Jenderal TNI (purn) Luhut Binsar Panjaitan memang sosok yang keras, tegas dan berani. Maklum, dia eks Kopassus, mengikuti pendidikan anti-terorisme di Jerman, salah satu pendiri pasukan super-elit Kopassus, Detasemen Khusus 81. Kabarnya, Luhut juga salah satu "kader" kesayangan Jenderal Benny Moerdani, tokoh intelijen Republik Indonesia. Benny juga "angker" wajahnya, berani dan tegas. Dia pernah terang-terangan mengatakan kepada wartawan bahwa mukanya seperti muka anjing, TIDAK pernah senyum. Selalu menunjukkan wajah serius dan tegang. Berbeda dengan Luhut, Benny sosok "pendiam", jarang sekali memberikan keterangan pers, tipikal orang intel tulen.

Ada satu lagi jenderal TNI yang juga sangar wajahnya: Jenderal TNI Feisal Tanjung, mantan Pangab, Panglima Angkatan Bersanjata. Kumisnya tebal, melintang. Salah satu kekhasan Feisal Tanjung, ia suka melontarkan ancaman "libas". Banyak orang Indonesia yang waktu itu kurang paham apa sesungguhnya arti "libas". Nah, Jenderal Luhut Panjaitan rupanya juga suka meluncurkan istilah "libas" ketika sedang marah dan mengancam. Satu istilah lain yang juga favorit Luhut: gaduh, atau kegaduhan. Jangan bikin kegaduhan..., artinya, jangan lagi ngomong soal itu. Artinya, the case is closed! Saya juga teringat kata-kta Julius Ceasar, salah satu Kaisar Romawi paling kondang dalam sejarah Romawi selama 1.500 tahun: my words are my law. Apa yang saya katakan, itulah hukum yang berlaku di negaraku!

Nama Luhut sebenarnya lama "menghilang" setelah masa pemerintahan Gus Dur berakhir pada pertengahan 2001. Ketika itu ia menjabat Menteri Perindustrian, dipanggil pulang dari kedinasannya di Singapura sebagai Duta Besar RI untuk Singapura. Ia agak kecewa karena sebelumnya Gus Dur menjanjikan posisi Kepala Staf Angkatan Darat. Entah kenapa, Presiden Gus Dur kemudian tidak dapat memenuhi janjinya. Dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan SBY, Luhut tidak masuk dalam pemerintahan. Pada kurun waktu yang panjang itu, rupanya ia menjalankan bisnisnya dengan full speed.


Setelah hengkang dari Partai Golkar sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina, Luhut merapat ke PDIP, dan memberikan dukungan penuh pada pencapresan Joko Widodo dalam pilpres 2014. Ketika Presiden Jokowi mengumumkan kabinetnya pada Oktober 2014, nama Luhut tidak tercantum. Baru beberapa bulan kemudian, Presiden Jokowi mengangkatnya sebagai Kepala Staf Kantor Kepresidenan, suatu portfolio yang tidak pernah ada semenjak RI merdeka. Dari Kastaf Kantor Kepresidenan, Luhut mendapat promosi luar biasa: sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), menggantikan Laksamana Laut (purn) Tedjo Edhy Purdijatno, kader Partai Nasdem yang kinerjanya dinilai Presiden Jokowi kurang bagus.

Nah, sejak menjabat Menko Polhukam itulah, nama Luhut Panjaitan berkibar tinggi lagi. Ia mendadak menjadi "menteri super": praktis semua urusan negara ia tangani, termasuk urusan kebakaran di Riau dan Sumatera. Bahkan dalam bidang ekonomi pun ia sering berbicara. Luhut menjelma menjadi orang ke-3 paling berkuasa di Republik ini setelah RI-1 dan RI-2.

Tapi berbeda dengan Jokowi dan Jusuf Kalla yang selalu bertutur kata santun dan penuh senyum, komunikasi politik Menko Polhukam kita tidak punya basa-basi, selalu low context, dengan tutur kata tegas dan suka mengancam.

Ketika menghadiri rapat di Gedung Graha Kepri Batam Center Kamis yang baru lalu, Luhut dikabarkan meminta Gubernur Kepri untuk membuat Peraturan Gubernur yang mengatur lokasi demo di Batam dan memerintahkan Kapolri mengeluarkan instruksi kepada jajarannya untuk menembak buruh yang melanggar aturan saat turun ke jalan dengan sangat berlebihan. Gubernur Kepri diminta belajar dari Ahok, Gubernur Jakarta yang hanya membolehkan aksi demo di bundaran Hotel Indonesia,, depan Istana Negara dengan jarak 100 meter, dan DPR RI. Waktu demonya juga dibatasi.

Sebelum meninggalkan Graha Kepri, Luhut menyatakan larangan demo anarkis bukan hanya untuk buruh di Batam, tapi seluruh Indonesia. Juga bukan hanya untuk demo buruh, tapi demo lainnya juga tidak boleh anarkis.

"Melanggar, tindak tegas, libas!" demikian kata Luhut.

Berita ini saya kutip dari satu portal berita. Saya berharap berita ini TIDAK BENAR, atau tidak akurat. Bisa saja wartawan salah dengar ucapan Menko Polhukam yang sebenarnya, atau salah tafsir atau istilah Gus Dur, diplintir...

Jika Menko Polhukam benar mengatakan demikian, saya kira BAHAYA! Pernyataan ini identik dengan pernyataan perang pemerintah bukan saja terhadap kaum buruh, tapi juga masyarakat luas.

Buruh demo anarkis ditindak tegas, saya setuju, banyak kalangan juga setuju. Kalau buruh menutup akses tol, atau melakukan sweeping ke perusahaan-perusahaan, memaksa kawan-kawannya yang tidak terjun berdemo untuk turun ke jalan, atau mengancam majikan dan merusak pabrik, lalu aparat menindak tegas, saya setuju.

Tapi, kalau buruh ditembak karena ulahnya itu, harus kita tentang!

Semua petinggi pemerintah, termasuk Presiden, Wakil Presiden, semua Menko, semua menteri, harus betul-betul menyadari bahwa perekonomian kita saat ini masih tidak bagus. Gelombang PHK terus berlangsung. Tidak sedikit perusahaan yang tutup dan hengkang dari Indonesia. Pada saat yang bersamaan, harga-harga kebutuhan pokok terus membubung. Daya beli rakyat melorot. Jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar Betul kata Jusuf Kalla bahwa jurang kemiskinan di negara kita sudah memasuki tahap lampu kuning.

Apa makna di balik semua realita ini?

Masyarakat, terutama yang di bawah, sesungguhnya sedang resah! Dalam situasi resah, masyarakat â€" khususnya buruh, mahasiswa dan orang kecil â€" sangat rentan untuk marah dan BERAKSI. Mereka pun biasanya mudah diprovokasi oleh pihak ketiga yang memang punya niat jahat terhadap pemerintah.

Luhut Panjaitan dan semua pemimpin Indonesia harus diingatkan bahwa (1) Kekuasaan Presiden Rumania, Nikolai Ceausescu, tumbang pada akhir 1989 gara-gara aksi-aksi demo rakyat di Timisoara, Rumania bagian utara dan ada pendemo yang tewas ditembak. Hanya dalam 1-2 hari, meletus pemberontakan rakyat di seluruh negeri menentang regim Ceausescu. (2) Arab Spring di Kairo juga dipicu oleh tewasnya sejumlah rakyat yang diberondong tentara ketika melancarkan aksi-aksi menentang regime Hosni Mubarak. (3) Jatuhnya kekuasaan Soeharto sebetulnya juga berawal dari tewasnya sejumlah mahasiswa yang melancarkan rangkaian aksi demo di sekitar Jembatan Semanggi yang kemudian meledakkan Kerusuhan Mei 1998.

Demo buruh tidak boleh dihadapi oleh peluru panas.Pendekatan persuasif tetap harus dikedepankan. Buruh memang salah satu kelompok masyarakat yang jadi korban lebih dulu dari situasi ekonomi yang kurang baik. Wajar kalau buruh berteriak-teriak di mana-mana menuntut perbaikan nasib mereka. Jika demo "berkoalisi" dengan mahasiswa, jika ada pendemo yang tewas oleh peluru panas yang dimuntahkan oleh aparat yang terlalu emosional, bisa saja situasi akan cepat lepas kendali dan mengguncang pemerintahan Jokowi.

Istilah "libas" sebaiknya dilempar ke tong sampah, JANGAN lagi dipakai oleh siapa pun! Istilah ini mencerminkan arogansi penguasa, sekaligus merendahkan martabat rakyat; padahal rakyat pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi. Lagipula, kata "libas" identik dengan "sikat", biasanya digunakan untuk membasmi para preman, padahal buruh BUKANLAH preman, Bung!

Harapan kami, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang selalu tampil santun di depan rakyat segera menyadari fenomena tidak sehat, sekaligus berbahaya ini, dan menegur pejabat mana pun yang gemar ngomong "libas".... ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya