Penangkapan yang diÂlakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Sub Direktorat Pranata PerÂdata Mahkamah Agung (MA), Andri Setiawan, kembali membuat publik terkejut. Namun, Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun menyeÂbut itu bukan hal baru dalam dunia peradilan di Indonesia.
"Tapi itu sangat mengesalkan. Publik merasa kok selalu di lembaga yang
disebut agung ini terjadi hal-hal seperti itu terjadi," ujar Gayus saat berbinÂcang dengan Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin. Berikut petikan wawacaranya:
Pegawai MA kembali beruÂrusan dengan hukum, tangÂgapan Anda?
Pegawai MA kembali beruÂrusan dengan hukum, tangÂgapan Anda?Ini mengejutkan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat atau komunitas hukum. Ini sebenarnya bukan berita yang baru, tapi tetap, ini sangat mengesalkan. Publik merasa kok selalu lembaga yang disebut agung ini terjadi hal-hal seperti ini. Kalau ditanya ke saya sebagai salah satu Hakim Agung, saya akan mengatakan bahwa ini hanya akibat, bukan sebab.
Kenapa akibat?Teori kausalitas. Teori sebab akibat. Jadi jangan hanya melilÂhat, si Amelakukan pelanggaran, si Adihukum, timbul pelanggaÂran baru, dan dihukum terus. Itu adalah akibat-akibat yang kita temukan, tapi apa sebabnya? Maka, bagi saya lebih concern bagaimana memperbaiki sebab itu. Sebab ini kalau bagi saya, MA ini suatu lembaga sebagai organisasi.
Ada dua bidang di internal MA. Satu administrasi perkara, satu lagi untuk bagian MA yang melakukan teknis, yakni hakim-hakim dan panitera. Di samping berbagai bilik kerja lainnya, keuangan dan yang lain.
Apa kaitannya dengan kaÂsus ini?Dua ini saling berkaitan. Kami sebagai Hakim Agung memutus perkara setelah dokumen yang ada di pranata tadi masuk dan kita periksa kemudian majelis menjatuhkan sanksi, apakah bebas atau dihukum. Kemudian ini dikembalikan kepada adÂministrasi perkara dan diproses. Setelah itu, kami tidak tahu meÂnahu lagi bakal kemana. Bahkan kami tidak memikirkan eksekusÂinya karena ada tugas-tugas lain yang harus ditangani. Tugas-tugas lain itu ada, misalkan ada denda atau uang pengganti, berapa nilainya, seperti itulah tugas kami.
Tapi tersangka dalam kasus ini bukan hakim?Ya, kejadiannya kan seringkali tidak terjadi pada hakim yang berpotensi menyimpang, yang bisa saja membantu memberikan keringanan, karena berbagai intervensi, seperti uang dan lainnya.
Lalu?Administrasi peradilan atau yang menangani juga kan bisa melakukan hal-hal seperti itu. Bisa kalau dia memang melihat bahwa bidang teknis perkara itu tidak profesional. Dia baru berani. Kalau kita profesional, saya pikir mereka tidak mungÂkin berani berbuat main-main karena kita sudah profesional, jadi tertib.
Maksudnya profesional?Penataan organisasi. Orang yang tepat di tempat yang teÂpat.
Memangnya di MA tidak seperti itu?Ternyata kebijakan pimpinan MA tidak. Banyak orang-orang yang justru ditempatkan di temÂpat yang salah. Orang yang tepat tapi di tempat yang salah. Kalau sudah begitu, orang perangkat yang membantu kamar itu, akan ketawa-ketawa dan bilang "ini celah". Mereka tidak profeÂsional, dan tentunya juga kerja tidak semangat. Ya di MA ini seperti itu. Kamar-kamar yang diisi orang yang tidak tepat. Itu bahkan melawan rekomendasi dari Komisi Yudisial dan DPR. Jadi akibatnya, perkara menumÂpuk. Banyak yang terjadi, menÂgapa perkara lambat ditangani, ya kerena ini.
Apakah hakim agung tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan?Tidak ada. Padahal sebeÂnarnya kebijakan itu diambil oleh hakim-hakim yang menjadi inti dari lembaga. Sebagai conÂtoh, di kampus itu ada tim profeÂsor, dan guru-guru besar, itulah yang disebut senat. Kemudian di DPR, seluruh anggota diundang untuk paripurna. Kalau perlu melakukan voting, kalau cukup nggak usah voting. Itu contoh di lembaga lain. Di MA tidak ada. Kalau pun ada, pernah ada namanya pleno kamar hakim agung. Tapi yang terjadi, hasil pleno tidak diwujudkan. Dan hasilnya, hanya 10 orang pimpiÂnan yang memutuskan.
Tidak ada diskusi dan bertukar pendapat dengan para hakim agung. Makanya keputusan yang diambil sering blunder dan tidak menyelesaikan masalah. Hakim bukan mesin pemutus perkara. Hakim adalah profesi hukum yang memberi keadilan dan membangun hukum di masyarakat.
Artinya ada yang salah dalam penataan organisasi di MA?Kalau saya ambil kesimpuÂlan ya memang ini kelemahan organisasi MA. Organisasi ini dikelola dengan cara salah. Pengelolaan organisasi di bidang kerja dan sistem itu, nggak teraÂtur. Karena dia tertutup. Tidak ada orang yang tahu kecuali dia orang dalam. Kalau ketertutupan untuk kebaikan tidak masalah.
Lantas bagaimana cara memperbaikinya?Caranya, kita membuat reforÂmasi, di tingkat pimpinan organÂisasi. Karena ini luas. ***