Langkah PT PP Properti Tbk selaku pengembang Grand Kamala Lagoon yang berlokasi di Pekayon, Bekasi, Jawa Barat menjual unit apartemen di lahan yang masih dipersengketakan oleh pihak-pihak berperkara di meja hijau dipertanyakan.
Pasalnya, sebagian tanah di kawasan Grand Kamala Lagoon itu masih dimiliki dan dikuasai Achmad Zubaidi Arief. Tanah seluas 34.120 meter persegi dalam 11 sertifikat hak milik (SHM) yang terletak di Blok Pekayon Desa/Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kotamadya Bekasi, secara sah dimiliki Achmad Zubaidi lewat akte jual beli.
"Lahan tersebut kok bisa tiba-tiba diplot jadi milik PP Properti. Jual belinya nggak sah. Sebelumnya, sertifikatnya dibawa kabur Wong Jong Keng dan selanjutnya dialihkan ke PP Properti," kata anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)Benari Simbolon yang juga ketua tim pengacara Achmad Zubaedi di Jakarta, Senin (15/2).
Ia menceritakan, semua sertifikat hak milik atas tanah tersebut semula masih tertulis atas nama Raden Jonathan Mukidjo dan kemudian dijual ke Rustamadji lewat notaris PPAT di Bekasi. Dalam perjalanannya, Wong Jong Keng menawarkan dirinya membantu Rustamadji mendapatkan uang untuk biaya balik nama.
"Sebagai bukti, Wong Jong Keng memberikan uang
vershoot (tanda jadi) sebesar Rp 4 juta ke Rustamadji. Selanjutnya, Rustamadji menyerahkan 11 sertifikat itu. Bahkan, apabila tanah tersebut dijual, ia bersedia membelinya," katanya.
Kenyataannya, 11 SHM tersebut dikatakan hilang oleh Wong Jong Keng. Ia sempat menghilang tidak diketahui keberadaannya sampai diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur oleh Rustamadji.
Karena Wong Jong Keng tidak memenuhi janjinya, Rustamadji akhirnya memblokir 11 sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi pada tahun 1995 dan lantas menjualnya ke Achmad Zubaidi berdasarkan akta pengikatan untuk jual beli lewat akte notaris No.20 tertanggal 25 September 2008.
Namun diketahui, lanjut Benny, sertifikat itu sudah dipindahtangankan Wong Jong Keng kepada PP Properti dan dijual secara tidak sah seharga Rp 18.322.440.000.
"Kalau dibangun BUMN kan jadi lebih yakin gitu. PP Properti masih punya sengketa tanah di kawasan tersebut. Tanah orang kok begitu gampang diplot jadi miliknya," ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, tanah seluas 250 meter persegi yang dimiliki kliennya berlokasi di tengah lahan LDII yang telah dibebaskan dan sudah diratakan oleh PP Properti hingga kini belum jelas penyelesaiannya.
"Intinya, PP Properti dan Wong Jong Keng telah kalah di tingkat pengadilan negeri, banding dan kasasi. Ada kok putusan MA dan putusan eksekusinya," katanya.
Dalam eksekusi dikatakan bagian legal PP Properti Abdulah Sigit dan Yogie Adi Putra bahwa benar seluruh sertifikat hak milik tersebut berada di PP Properti dan tidak mau menyerahkannya karena masih ada beberapa perkara yang putusannya belum berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung No. 40PK/Pdt/2014 gugatan atas perkara ini dilaksanakan gugatan ulang di Pengadilan Negeri Bekasi.
"Hasilnya, Wong Jong Keng dihukum mengembalikan uang ganti rugi kepada PP Properti sebesar Rp 18,322 miliar dan ganti rugi pembayaran PBB senilai Rp 291,2 juta," jelasnya.
Yang jelas, menurut Benny, sebagian tanah di Kawasan Grand Kamala Lagoon tersebut belum dimiliki sepenuhnya oleh PP Properti sehingga status kepemilikannya masih dipertanyakan. Sebagai pemegang hak atas tanah itu adalah kliennya yang telah mendapat putusan dan eksekusi dari MA.
[wid]